Misi Juga Butuh Strategi (Matius 10:5-8)

Posted on 09/08/2020 | In Teaching | Ditulis oleh Pdt. Yakub Tri Handoko | Leave a comment

https://i0.wp.com/rec.or.id/images/article/misi-juga-butuh-strategi-matius-10-5-8.jpg Misi Juga Butuh Strategi (Matius 10:5-8)

Ladang misi begitu besar. Kebutuhan di lapangan terus berkembang. Memilih mana yang harus difokuskan menjadi tugas yang tidak gampang. Sebagian memilih keluasan (komprehensivitas) dengan mengurbankan kedalaman (intensitas). Sebagian mengambil langkah sebaliknya.

Kesulitan ini semakin diperparah dengan jumlah pekerja misi dan sumber daya lain yang serba terbatas. Gereja-gereja yang ingin melibatkan diri dalam misi tampaknya harus menentukan prioritas. Prioritas jelas bukan eksklusivitas. Prioritas adalah pilihan cerdas untuk berdampak lebih luas. Satu demi satu dikerjakan, bukan semua dikerjakan dalam satu waktu.

Melalui teks hari ini kita akan belajar strategi misi yang dilakukan oleh Yesus. Misi memang dimulai dari hati. Yang terpenting dalam misi memang hati. Namun, hati saja tidaklah cukup. Misi membutuhkan strategi.

Pengutusan murid-murid ke ladang misi di pasal 10 harus dipahami sebagai kelanjutan dari konklusi pelayanan Yesus di Galilea (4:23-9:35). Banyak domba tidak bergembala (9:36). Mereka adalah domba-domba yang hilang dari umat Israel (10:6). Banyak tuaian, tetapi pekerja kurang (9:37). Murid-murid perlu meminta kepada tuan yang empunya tuaian supaya dia mengirimkan pekerja-pekerja tambahan (9:37). Ketika mereka berdoa, mereka justru menjadi jawaban atas doa mereka sendiri. Yesus mengutus mereka (10:1-4).

Begitulah seharusnya yang dilakukan oleh gereja-gereja. Bukan hanya berdoa, tetapi menjadi jawaban doa. Jika kita bisa menjadi kepanjangan tangan Allah, mengapa kita hanya bersikap pasrah? Jika kita bisa berserah dalam doa, mengapa kita tidak bisa menyerahkan diri sebagai jawaban doa?

Kesediaan untuk diutus memang baik. Namun, hal itu belum cukup. Para utusan misi perlu mengetahui apa yang harus dilakukan. Berbekal hati saja seringkali tidak memadai. Bahkan semangat yang tidak disertai hikmat seringkali justru mendatangkan mudarat. Sekali lagi, misi membutuhkan strategi.

Semua strategi yang kita pelajari hari ini berkaitan dengan satu kata: fokus. Ada banyak godaan dan gangguan dalam pelaksanaan. Para pekerja tidak boleh kehilangan arah pandangan.

 

Fokus pada segmen tertentu (ayat 5-6) 

Yesus melarang murid-murid untuk memberitakan Injil ke bangsa-bangsa lain. Bahkan kepada bangsa Samaria yang bernenek-moyang sama juga dilarang (10:5). Mereka diutus hanya untuk domba-domba yang hilang dari umat Israel.

Penekanan pada fokus ini sedikit dilemahkan dalam terjemahan LAI:TB “berpesan” (parangellō). Hampir semua versi Inggris dengan tepat memilih terjemahan “memerintahkan” (KJV) atau “memberi instruksi” (NASB/NIV/ESV). Jadi, ucapan Yesus di ayat 5-6 bukan sekadar pesan, apalagi usulan atau pilihan. Ini adalah perintah yang tidak boleh dilanggar.

Sekilas perintah ini mungkin mengagetkan. Bagaimana mungkin pekerjaan misi hanya dibatasi pada etnis tertentu? Bukankah lebih baik jikalau murid-murid diutus ke berbagai negara sekaligus?

Untuk memahami persoalan ini kita perlu mengingat beberapa hal. Pertama, murid-murid baru berada pada tahap awal pengutusan. Sebelumnya mereka selalu bersama dengan Yesus. Mereka hanya mengamati. Selain itu, area misi Yesus sebelumnya memang lebih berfokus pada propinsi Galilea, bukan Samaria atau negara lain. Pada tahap awal pengutusan sangat wajar apabila murid-murid hanya ditugasi untuk melakukan apa yang selama ini mereka sudah sering perhatikan.

Jika murid-murid diutus kepada bangsa-bangsa lain, mereka pasti akan menghadapi banyak kendala. Mereka belum tentu menguasai budaya bangsa lain dengan baik. Mereka mungkin tidak terlalu menguasai berbagai filsafat Yunani yang sangat mendominasi pemikiran bangsa-bangsa lain. Mereka sendiri sangat mungkin jarang bergaul dengan bangsa-bangsa lain.

Kedua, rencana keselamatan dari Allah memang dimulai dari bangsa Israel. Yesus disebut sebagai pemimpin yang akan menggembalakan umat Israel (2:6). Tidak heran pada saat seorang perempuan Kanaan meminta pertolongan-Nya, Yesus berkata: “Aku diutus hanya kepada domba-domba yang hilang dari umat Israel” (15:24).

Apakah hal itu berarti bahwa misi universal tidak direncanakan oleh Allah sejak awal? Tentu saja tidak. Sejak kelahiran Yesus sudah dikisahkan tentang orang-orang asing (orang majus) yang berjumpa dengan bayi Yesus dan menyembah Dia (2:1-12). Permintaan bantuan dari seorang perwira asing di Kapernaum untuk kesembuhan hambanya juga dipenuhi oleh Yesus (8:5-13). Bahkan perempuan Kanaan di atas akhirnya juga tetap mendapatkan pertolongan (15:28). Yang paling akhir, Yesus sendiri memberikan Amanat Agung yang mencakup segala bangsa (28:19-20).

Pembatasan pada bangsa Israel sebaiknya dipahami sebagai prioritas, bukan eksklusivitas. Target misi tetap universal, tetapi dimulai dari target lokal dan regional. Bukan satu utusan mengerjakan semua area, tetapi semua utusan mengerjakan areanya masing-masing.

 

Fokus pada berita yang penting (ayat 7)

Pesan sama pentingnya – bahkan seringkali lebih penting daripada – si pembawa pesan. Pembawa pesan ada untuk pesan yang dia bawa. Kesetiaannya sebagai utusan diukur dari seberapa setia dia menyampaikan pesan yang dia dengar.

Yesus menitipkan sebuah pesan utama kepada murid-murid-Nya. Pesan ini sama dengan yang diberitakan oleh Yohanes Pembaptis (3:2) dan Yesus sendiri (4:17), yaitu “bertobatlah kerajaan Allah sudah dekat” (10:7). Kebenaran ini pula yang selalu diberitakan oleh Yesus selama pelayanan-Nya di Galilea (4:23; 9:35).

Murid-murid pasti sudah berkali-kali mendengarkan pesan ini. Mereka tidak perlu belajar sesuatu yang baru. Yang mereka perlu lakukan adalah memberitakannya dengan setia. Mereka tidak hanya berdoa “datanglah kerajaan-Mu” (6:10), tetapi juga turut memberitakan kedatangan kerajaan itu (10:7).

Tujuan dari pemberitaan ini adalah pertobatan (“bertobatlah”). Kerajaan Allah terutama bukan tentang daerah kekuasaan. Ini tentang ketaatan kepada Allah sebagai Raja. Seperti yang sudah diajarkan dalam Doa Bapa Kami, permohonan “datanglah kerajaan-Mu” diikuti oleh “jadilah kehendak-Mu” (6:10). Kerajaan berbicara tentang ketaatan kita, bukan kekuasaan kita.

Pesan seperti ini tidak mudah untuk diberitakan. Banyak orang Yahudi yang merasa diri sudah saleh dan tidak memerlukan pertobatan (9:11-13). Kalaupun ada yang tertarik dengan berita tentang kedatangan kerajaan Allah, yang mereka pentingkan bukan cara terbaik untuk menyambut kerajaan itu. Mereka lebih fokus pada manfaat politis dari kerajaan tersebut.

Di tengah potensi penolakan yang besar, murid-murid tetap harus setia dengan pesan yang mereka bawa. Tugas mereka bukan memberitahu apa yang banyak orang ingin tahu, melainkan apa yang banyak orang perlu tahu. Tidak peduli bagaimana banyak orang akan menyikapi, kerajaan Allah tetap akan datang.

 

Fokus pada kebutuhan nyata (ayat 8)

Allah tidak pernah mengutus seseorang tanpa memperlengkapi orang itu. Tugas untuk melakukan berbagai tindakan ajaib di ayat 8a hanya mungkin dilakukan karena sebelumnya Yesus sudah “memberi kuasa kepada mereka untuk mengusir roh-roh jahat dan untuk melenyapkan segala penyakit dan segala kelemahan” (10:1). Murid-murid hanya memberikan apa yang mereka sebelumnya telah terima (ayat 8b).

Melalui pemberian kuasa dan tugas ini murid-murid diharapkan memenuhi kebutuhan nyata yang ada di depan mata mereka. Banyak orang memerlukan pertolongan. Mereka seumpama domba-domba yang lelah dan terlantar (9:36).

Perintah di 10:8 tidak boleh diceraikan dari berita tentang kerajaan Allah. Semua tanda ajaib ini merupakan bukti untuk kedatangan kerajaan Allah melalui Yesus, Sang Mesias. Ketika Yohanes Pembaptis mengalami keraguan dan menanyakan status mesianis Yesus, Yesus memberi jawaban: “Pergilah dan katakanlah kepada Yohanes apa yang kamu dengar dan kamu lihat: orang buta melihat, orang lumpuh berjalan, orang kusta menjadi tahir, orang tuli mendengar, orang mati dibangkitkan dan kepada orang miskin diberitakan kabar baik” (11:4-5). Ketika Yesus mengusir roh-roh jahat dalam diri seorang yang bisu dan tuli, Dia mengatakan: “Jika Aku mengusir setan dengan kuasa Roh Allah, maka sesungguhnya Kerajaan Allah sudah datang kepadamu” (12:28). Kedatangan kerajaan Allah yang berkuasa disertai dengan perbuatan-perbuatan ajaib yang berkuasa.

Kebenaran ini sekaligus menjadi penjelasan mengapa sekarang kita tidak sering melihat atau menikmati mujizat. Bukan berarti Allah berhenti melakukannya. Hanya saja, kerajaan-Nya sudah datang ke dalam dunia melalui pelayanan Yesus. Untuk apa Allah membuktikan sesuatu yang sudah ada? Yang paling penting sekarang bukan memberitakan kedatangan kerajaan Allah, tetapi meluaskan kerajaan itu melalui misi ke seluruh bumi. Semakin banyak jiwa yang diubahkan oleh Injil, semakin nyata dan luas kerajaan Allah di muka bumi. Semakin banyak dampak positif yang dihasilkan melalui Injil, semakin nyata kehadiran kerajaan Allah di dalam dunia.

Walaupun keadaan sudah berubah, kebutuhan nyata di lapangan tetap sama. Banyak orang merasakan sakit dan kelemahan. Tidak sedikit yang masih dibelenggu oleh kuasa kegelapan. Adalah tugas setiap orang percaya untuk mengulurkan tangan dan memberikan bantuan. Mungkin cara yang dipakai tidak ajaib dan spektakuler seperti dulu, tetapi yang penting kebutuhan itu tetap tercukupi. Dengan demikian kita turut menghadirkan kerajaan Allah secara lebih nyata. Soli Deo Gloria.

https://i0.wp.com/rec.or.id/wp-content/uploads/2020/12/logo.png logo writter

Pdt. Yakub Tri Handoko

Reformed Exodus Community