Fokus Pada Membuat Murid (Matius 28:19-20)

Posted on 15/11/2020 | In Teaching | Ditulis oleh Pdt. Yakub Tri Handoko | Leave a comment

https://i0.wp.com/rec.or.id/images/article/fokus-pada-membuat-murid-matius-28-19-20.jpg Fokus Pada Membuat Murid (Matius 28:19-20)

Istilah “pemuridan” pasti sudah tidak asing di telinga banyak orang. Tidak sedikit yang mengakui bahwa pemuridan adalah sebuah kewajiban, bukan sekadar pilihan. Beberapa bahkan sudah berusaha menjadikan pemuridan sebagai program.

Sayangnya, banyak  gereja yang kurang menjadikan pemuridan sebagai pusat kegiatan. Mereka hanya melihat pemuridan sebagai sebuah program (sekadar kelompok kecil). Hanya sebagai sebuah kegiatan di antara semua kesibukan.

Konsep ini jelas keliru. Pemuridan bukan sekadar sesuatu yang dilakukan oleh gereja. Pemuridan seharusnya menjadi segala-galanya yang dilakukan oleh semua gereja. Apapun kegiatan yang ditawarkan harus ditujukan pada upaya pemuridan. Dengan kata lain, ibadah yang dilaksanakan harus menjadi ibadah yang memuridkan. Konseling yang dilakukan harus menjadi konseling yang memuridkan. Begitu pula dengan semua aktivitas lain. Kecuali sebuah kegiatan ditujukan pada pemuridan, kegiatan itu hanya menjadi beban tambahan yang tidak signifikan.

Dalam khotbah hari ini kita akan melihat bahwa Yesus adalah seorang pemberi amanat yang sangat baik. Dia menerangkan alasan (mengapa), langkah-langkahnya (bagaimana) dan jaminannya (apa). Jika setiap tugas disampaikan dengan cara seperti ini, semua orang akan terdorong untuk melakukan, tahu bagaimana melakukannya dan tidak patah semangat waktu melakukannya.  

 

Alasan bagi pemuridan (ayat 18)

Ayat 18 memainkan dua peranan dalam konteks ini. Bagian ini merupakan respons Tuhan Yesus terhadap tindakan sebelas murid-Nya di ayat 17. Sebagian murid langsung menyembah Dia, sedangkan yang lain masih ragu-ragu. Dengan aktif Yesus mendatangi mereka dan memberi penjelasan di ayat 18. Maksudnya, tindakan penyembahan kepada-Nya merupakan respons yang sudah seharusnya karena Dia memiliki kuasa (lit. “otoritas”) di bumi dan di sorga. Dia tidak membiarkan mereka berada dalam keraguan-raguan. Mereka perlu mengetahui siapa Dia yang sesungguhnya dan memberikan respons yang sebenarnya.

Selain menjadi respons terhadap tindakan murid-murid di bagian sebelumnya, ayat 18 sekaligus menjadi pengantar bagi Amanat Agung di ayat 19-20. Fungsi ini tampaknya sering diabaikan oleh banyak orang. Ketika membicarakan Amanat Agung mereka terburu-buru melompat ke ayat 19-20. Mereka melupakan kata “karena itu” di awal ayat 19. Kata sambung ini menyiratkan bahwa apa yang diperintahkan di ayat 19-20 dilandaskan pada ayat 18. Dengan kata lain, Amanat Agung merupakan konsekuensi dari kebenaran di ayat 18.

Pada saat Tuhan Yesus menunjukkan bahwa Dia memiliki segala otoritas di sorga dan di bumi (20:18) dan bahwa segala bangsa harus menjadi murid (20:19-20), Dia sedang mengungkapkan diri-Nya sebagai Anak Manusia yang menggenapi nubuat kitab suci di Daniel 7:13-14. Di sana dikatakan bahwa seorang seperti anak manusia akan diberi segala kuasa dan otoritas oleh Yang lanjut Usia. Segala bangsa dan bahasa akan menyembah kepada Sang Anak Manusia. Ada ide tentang otoritas kosmik dan devosi semua bangsa kepada Anak Manusia. Dua ide ini juga muncul secara dominan di Matius 28:18-20.

Jika Amanat Agung – yang intinya terletak pada pemuridan – merupakan perintah dari Pribadi yang memegang segala kuasa di bumi dan di sorga, Amanat Agung merupakan perintah yang harus dilakukan, bukan sekadar program atau pilihan. Setiap orang Kristen patut melibatkan diri ke dalam pemuridan. Semua orang Kristen seharusnya terus-menerus berada dalam proses dimuridkan dan memuridkan.

           

Cara melakukan (ayat 19-20a)

Sebagaimana yang sudah sering diungkapkan oleh para penafsir Alkitab, kata kerja utama dalam bagian ini adalah “muridkan” (mathÄ“teusate). Ini adalah satu-satunya kata kerja dalam bentuk imperatif. Yang lain (pergi, baptis, dan ajar) berbentuk partisip. Struktur kalimat seperti ini menyiratkan bahwa Amanat Agung terutama adalah tentang pemuridan. Jadi, adalah sebuah kesalahpahaman umum jika kita lebih mengidentikkan Amanat Agung dengan penginjilan daripada pemuridan. Penginjilan justru merupakan bagian dari proses pemuridan.

Walaupun kata kerja “pergilah” (poreuthentes) berbentuk partisip, sebagian penerjemah dan penafsir Alkitab secara tepat mengekspresikan makna imperatif (perintah) dalam kata ini. Memang sebuah partisip bisa mengandung makna seperti ini jika konteks memberikan petunjuk yang jelas ke arah sana. Jika kita menerima makna imperatif dalam kata poreuthentes Amanat Agung berisi dua perintah (pergi dan muridkan) dan dua penjelasan (baptis dan ajar).

Kata “pergilah” merujuk pada sebuah tindakan yang aktif. Kita tidak diperintahkan untuk menunggu. Kita tidak boleh sekadar mengamati dan menanti kesempatan. Setiap kita harus mengambil inisiatif.

Salah satu kesalahan umum dalam upaya gereja untuk menumbuhkan pemuridan adalah terlalu pasif menunggu orang lain mengungkapkan kebutuhan mereka terhadap sebuah komunitas pemuridan. Gereja terus-menerus melihat keadaan. Pemuridan disampaikan hanya sebagai sebuah masukan atau ajakan. Ini tidak sesuai dengan Amanat Agung. Pemuridan adalah perintah. Pimpinan gereja harus segera memulai dan aktif menjangkau, sementara para jemaat aktif menggabungkan diri dalam komunitas pemuridan.

Pemuridan dilakukan melalui dua cara: membaptis (baptizontes) dan mengajar (didaskontes). Dalam khotbah ini kita tidak akan menyinggung tentang isu seputar pelaksanaan baptisan oleh orang awam (boleh atau tidaknya). Yang dipentingkan di sini juga bukan baptisan, melainkan pemberitaan Injil (bdk. 1Kor. 1:17). Baptisan dimunculkan di sini lebih sebagai respons positif terhadap pemberitaan Injil, bukan pelaksanaan sakramennya.

Penerimaan Injil hanyalah satu langkah. Walaupun setiap pertobatan membawa sukacita di sorga (Luk. 15:7, 10), kita tidak boleh berhenti di sana. Keselamatan bukanlah titik tujuan, melainkan jembatan menuju pemuridan. Tujuan kita bukan sekadar menikmati keselamatan, tetapi menghidupi keselamatan. Cara terbaik untuk menghidupinya adalah dengan membagikan kebenaran dan kehidupan kepada sebanyak mungkin orang.

Tuhan Yesus memerintahkan murid-murid untuk mengajarkan segala sesuatu yang mereka telah terima dari Dia. Pengajaran dalam konteks ini bukan hanya secara intelektual, karena tujuan dari pengajaran adalah “untuk melakukan” (tÄ“rein). Terjemahan hurufiah dari kata ini adalah “menjaga” atau “memelihara” tetapi dalam kaitan dengan firman Allah kata ini memang sering mengandung arti “melakukan” atau “menaati” (NIV/NLT).

Jika kita diperintahkan untuk mengajar orang lain melakukan firman Tuhan, kita terlebih dahulu harus memahami dan melakukan firman tersebut. Pemuridan hanya bisa dilakukan oleh seorang murid Tuhan. Kita tidak mungkin memberi apa yang kita sendiri tidak miliki. Kalau seseorang memiliki pemahaman dan ketaatan terhadap firman Tuhan, kemampuan verbal untuk menyampaikan menjadi nomor sekian dalam pemuridan. Yang penting adalah kejelasan, bukan kefasihan. Yang dibutuhkan adalah seorang pengajar yang menjadi teladan, bukan pembicara publik yang handal.

 

Jaminan (ayat 20b)

Tidak semua orang antusias ketika dipercayakan sebuah tugas. Hanya sedikit orang yang bersemangat mengerjakan tugas yang berat. Memahami “mengapa” (ayat 18) dan “bagaimana” (ayat 19-20a) kadangkala masih dianggap kurang memadai. Tugas yang besar membutuhkan jaminan yang besar.

Bagaimana perasaan murid-murid ketika menerima Amanat Agung? Apakah mereka melompat kegirangan atau justru mengalami ketakutan? Teks tidak memberi petunjuk yang jelas. Sebagian orang menduga mereka masih mengalami ketakutan dan kebingungan. Tugas yang diberikan begitu besar (memuridkan segala bangsa), sedangkan jumlah mereka sangat kecil (hanya sebelas orang). Mereka juga harus menghadapi tuduhan dari orang-orang Yahudi bahwa mereka telah mencuri jenasah Tuhan Yesus (28:12-15).

Di tengah situasi seperti ini Tuhan Yesus memberikan sebuah janji, yaitu penyertaan. Penyertaannya ditandai dengan dua hal: senantiasa dan tidak berkesudahan. Yang pertama merujuk pada ketersediaan yang terus-menerus sepanjang waktu. Yang kedua lebih ke arah konsistensi sampai akhirnya. Untuk apa kita diberi penyertaan 24 jam tetapi hanya berlaku selama seminggu? Untuk apa kita diberi penyertaan seumur hidup tetapi hanya bisa dinikmati dua jam dalam sehari? Hanya penyertaan yang senantiasa dan tidak berkesudahan yang akan memberikan ketenangan.

Puji Tuhan! Setelah karya penebusan-Nya benar-benar genap, Kristus naik ke sorga dan mengutus Roh Kudus ke dalam hati kita. Roh Kudus memberikan kuasa kepada setiap kita untuk menjadi saksi-saksi yang berani dan setia. Saksi yang bersemangat untuk menceritakan kabar baik tentang kematian dan kebangkitan Tuhan. Saksi yang selalu siap untuk membagi kehidupan kepada yang membutuhkan. Bukankah kehidupan yang sudah diubahkan oleh anugerah Tuhan seharusnya dibagikan kepada sebanyak mungkin orang?

Jangan menunggu. Ambil keputusan hari ini. Mulai dari yang sekecil apapun. Ingatlah, Allah selalu beserta dengan kita. Soli Deo Gloria.

https://i0.wp.com/rec.or.id/wp-content/uploads/2020/12/logo.png logo writter

Pdt. Yakub Tri Handoko

Reformed Exodus Community