Dalam suasana Natal ini sangat tepat apabila kita merenungkan kembali tujuan kedatangan Yesus Kristus ke dalam dunia. Alkitab berkali-kali mengungkapkan hal ini secara eksplisit. Dia datang bukan untuk membatalkan melainkan untuk menggenapi Hukum Taurat (Mat. 5:17-18). Dia datang untuk mencari dan menyelamatkan yang hilang (Luk. 19:10). Kita tentu saja masih bisa menambahkan ayat-ayat lain dalam deretan ini.
Khotbah hari ini akan menyoroti salah satu teks terkenal tentang tujuan kedatangan Kristus ke dalam dunia, yaitu untuk memberikan hidup yang berkelimpahan (Yoh. 10:10). Apakah kelimpahan di sini sebaiknya ditafsirkan secara material (kaya, sukses, terkenal, dsb.)? Apakah arti dari “hidup yang berkelimpahan” ini? Bagaimana kita dapat memperolehnya?
Bukan kelimpahan secara duniawi
Bagi sebagian orang, istilah “hidup yang berkelimpahan” sudah langsung mendaratkan makna tertentu yang duniawi. Berkelimpahan dipahami secara material. Janji Yesus Kristus di ayat ini dikaitkan dengan kekayaan, kesuksesan, popularitas, dan hal-hal lain yang mewakili kesenangan dan kenyamanan hidup di dunia.
Begitulah pesan yang diusung oleh para pengkhotbah Theologi Kemakmuran sejak beberapa dekade yang lalu. Beberapa orang Kristen bahkan menggunakan teks ini sebagai salah satu modal sugesti diri. Mereka memperkatakan teks ini setiap hari supaya apa yang mereka harapkan akan menjadi kenyataan. Mereka sangat beriman pada teks ini.
Sayangnya, iman yang besar saja tidaklah cukup. Iman juga perlu benar. Bahkan iman yang benar seharusnya mendahului iman yang besar. Mengimani sesuatu yang keliru adalah buruk dan akan membuat hidup seseorang terpuruk.
Hidup berkelimpahan di Yohanes 10:10 tidak boleh dimengerti secara material. Yesus Kristus tidak sedang membicarakan tentang hal-hal yang duniawi. Berbagai pertimbangan di bawah ini mengarahkan kita untuk menafsirkan hidup berkelimpahan secara spiritual. Hidup ini memang sudah bisa dinikmati selama kita di dunia, tetapi hidup ini bukan bersifat duniawi.
Dari sisi konteks, kita perlu memperhatikan seluruh ayat 10. Tidak boleh asal pilih dan kutip. Ayat ini menampilkan sebuah kontras: apa yang dilakukan pencuri (ayat 10a) apa yang diberikan oleh Yesus Kristus (ayat 10b). Para pencuri datang hanya untuk mencuri dan membinasakan, sedangkan Yesus membawa kehidupan yang berkelimpahan.
Siapa yang Yesus maksud dengan “pencuri” di sini? Untuk menemukan jawabannya kita perlu mencatat baik-baik bahwa antara pasal 9 dan 10 tidak ada kalimat transisi sama sekali. Dengan kata lain, dua pasal ini tidak terpisah. Para pendengar di pasal 10 masih tetap sama dengan di pasal 9. Frase “Aku berkata kepadamu” di awal 10:1 masih merujuk pada orang-orang Farisi (9:40-41). Para pendengar lain, yaitu orang-orang Yahudi, juga masih ada di sana (10:19-27).
Di bagian awal pasal 10 Yesus ingin mengajarkan bahwa siapa saja yang berperilaku seperti gembala tetapi tidak melewati Dia sebagai pintu ke arah domba-domba dapat dikategorikan sebagai pencuri (10:1-2, 7-8). Orang-orang Farisi tentu saja termasuk dalam kategori ini. Dalam masyarakat Yahudi mereka dipandang sebagai rohaniwan dan penuntun jalan kepada kehidupan (seperti gembala), tetapi ajaran dan sikap mereka bertabrakan dengan pesan yang dibawa oleh Yesus Kristus. Karena tidak melalui Sang Pintu (Yesus Kristus), tidak heran domba-domba tidak mau mendengarkan suara mereka (10:5). Salah satu contohnya adalah orang yang buta sejak lahir di pasal 9. Dia lebih memilih mempercayai Yesus Kristus (9:35-38).
Jikalau para pencuri di pasal 10 adalah orang-orang Farisi, apakah yang dimaksud dengan “mencuri, membunuh, dan membinasakan”? Apakah ini bermakna hurufiah? Konteks Yohanes 10 secara keseluruhan tidak memberi dukungan ke arah sana. Yesus tidak sedang menyinggung tentang ketidakadilan yang dilakukan oleh golongan Farisi dan ahli Taurat terhadap kaum yang lemah, misalnya merampas rumah para janda (bdk. Mat. 23:23; Mrk. 12:40).
Konteks pasal 10 secara keseluruhan mengarahkan kita untuk memahami “kehidupan berkelimpahan” di ayat 10 secara spiritual. Di ayat 27-28 Yesus menjelaskan kehidupan itu sebagai berikut: “Domba-domba-Ku mendengarkan suara-Ku dan Aku mengenal mereka dan mereka mengikut Aku, dan Aku memberikan hidup yang kekal (zōēn aiōnion) kepada mereka dan mereka pasti tidak akan binasa sampai selama-lamanya dan seorangpun tidak akan merebut mereka dari tangan-Ku”. Ayat ini secara eksplisit berbicara tentang kehidupan kekal. Apakah kesuksesan material dalam hidup kita bersifat kekal? Tentu saja tidak! Bukan hanya kehidupan tersebut yang tidak dapat binasa. Penerima kehidupan itu juga tidak akan binasa. Kata ganti orang ke-3 jamak (“mereka”) di ayat 28 merujuk pada orang-orang yang percaya (jamak), bukan kehidupan kekal (tunggal).
Sebagai tambahan, pemunculan kata “hidup/kehidupan” (zōē) di seluruh Injil Yohanes sebanyak 36 kali - terbanyak dibandingkan kitab-kitab lain – juga mengarah pada kehidupan spiritual. Di antara 36 pemunculan ini, 18 di antaranya disertai tambahan “kekal”. Salah satu ayat terkenal dari kitab ini adalah 3:16 “Karena begitu besar kasih Allah kepada dunia ini sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal”. Bahkan tujuan kitab ini ditulis berkaitan dengan kehidupan secara rohani (20:20-31).
Kehidupan kekal yang berkualitas
Apa yang dijanjikan di 10:10 memang kehidupan kekal. Namun, tidak terbatas di situ saja. Yesus bukan hanya membicarakan tentang kehidupan, tetapi kehidupan yang berkelimpahan.
Dalam teks Yunani, ayat 10b dapat diterjemahkan: “Aku, Aku, datang supaya mereka memiliki hidup dan supaya mereka memiliki(nya) secara limpah”. Pengulangan kata ganti “Aku” menekankan kontras antara Yesus Kristus dan pencuri. Hanya Yesus, bukan orang-orang Farisi, yang bisa memberikan hidup. Frasa “supaya memiliki secara limpah” (perrison echōsin) menerangkan kehidupan kekal di bagian sebelumnya. Kata dasar perrisos biasanya merujuk pada jumlah atau ukuran yang luar biasa (melampaui batasan normal, misalnya Mat. 5:47; Rm. 3:1; 2Kor. 9:1). Jadi, Yesus Kristus tidak hanya memberikan kehidupan (kekal), tetapi kehidupan kekal yang berkualitas.
Dalam metafora penggembalaan kuno di Israel, domba-domba bukan hanya membutuhkan perlindungan dan keamanan di dalam kandang. Mereka bukan hanya membutuhkan keselamatan dari bahaya, melainkan juga kelimpahan makanan (10:9 “ia akan selamat dan ia akan masuk dan keluar dan menemukan padang rumput”).
Seperti itulah kehidupan kekal kita. Kita bukan hanya diselamatkan dari murka Allah. Kita juga akan menikmati Allah. Tidak cukup bagi Allah hanya memberikan kepada kita perlindungan dari api hukuman, Dia juga ingin agar kita menikmati kehadiran-Nya (John Piper).
Keistimewaan tentang kehidupan kekal di dalam Kristus seperti dijelaskan di atas perlu dilihat dari dua sisi: konteks Yohanes 10 dan kultur Yahudi pada waktu itu. Dari sisi konteks, kita harus mengaitkannya dengan ayat 10a. Para pencuri datang hanya untuk mencuri, membunuh, dan membinasakan. Dengan kata lain, mereka hanya bisa mendatangkan kematian dan kehancuran, bukan kehidupan. Yang diberikan oleh Yesus Kristus bukan hanya kebalikan dari semua itu. Dia tidak hanya mengaruniakan kehidupan kekal, melainkan kehidupan kekal yang berkualitas.
Dari sisi kultur Yahudi kita tidak boleh melupakan bahwa sebagian besar dari bangsa Yahudi (kecuali golongan Saduki, Mat. 22:23; Kis. 23:8) juga meyakini dan mengharapkan kehidupan kekal. Ada kehidupan sesudah kematian. Melalui Yohanes 10:10 Yesus Kristus ingin menegaskan perbedaan antara kehidupan kekal versi Yudaisme (paling tidak diwakili oleh Farisi) dan versi-Nya sendiri.
Perbedaan yang paling mencolok terletak pada kekinian dan kepastian dari kehidupan kekal di dalam Kristus. Hampir semua teks tentang kehidupan kekal di Injil Yohanes berbentuk lampau atau kekinian, bukan futuris. Contoh yang paling jelas adalah percakapan di depan kubur Lazarus antara Marta dan Yesus. Sama seperti orang-orang Yahudi lainnya, Marta hanya mampu mempercayai kebangkitan di akhir zaman (11:23-24). Melalui kebangkitan Lazarus dia belajar bahwa Yesus Kristus juga sanggup memberikan kemenangan atas maut pada masa kini juga.
Selain kekinian, aspek lain yang perlu disorot adalah kepastian. Yesus Kristus pasti mampu mengaruniakan kehidupan, karena Dia sendiri berkuasa atas kehidupan dan kematian. Sebagai Gembala yang baik dan berkuasa, Dia berkuasa memberikan nyawa-Nya dan mengambilnya kembali (10:18). Dia adalah kebangkitan dan kehidupan (11:25). Bukti dari semua klaim yang unik dan berani ini adalah kebangkitan-Nya sendiri. Dia bukan hanya sanggup memberikan janji. Dia sudah membuktikannya sendiri.
Banyak orang mau dan telah memberikan nyawa mereka untuk melindungi orang lain yang mereka sayangi. Para pahlawan berkurban bagi negara. Orang tua bagi anak-anak mereka. Kekasih bagi pasangannya. Namun, berapa banyak yang mampu mengambil kembali nyawa itu? Tidak ada! Hanya Yesus Kristus yang mampu melakukan dua tindakan sekaligus: menyerahkan nyawa dan mengambilnya kembali.
Ajaran-ajaran lain hanya mengajarkan kehidupan sesudah kematian. Paling jauh mereka hanya menunjukkan jalan menuju ke sana. Berbagai aturan dan petunjuk diberikan sebagai pedoman. Persoalannya, tidak ada satu pun dari semua ajaran ini yang berani memberikan janji yang bersifat kini dan pasti. Bahkan para pencetus ajaran ini tidak ada yang merasa yakin bahwa dia pasti akan sampai ke sana.
Dua poin penting di atas – yaitu kekinian dan kepastian – menunjukkan bahwa kehidupan kekal sudah kita nikmati selama di dunia ini. Kehidupan ini ada di dunia, tetapi bukan bersifat duniawi. Kehidupan ini adalah tentang kepuasan di dalam Kristus. Di dalam Kristus kita mendapatkan pengakuan dan penerimaan sejati. Kita yang ditebus dengan darah yang mahal. Sebagai Gembala, Dia rela memberikan nyawa-Nya bagi kita (10:11). Yesus Kristus kehilangan nyawa-Nya supaya kita menemukan kelimpahan di dalam-Nya. Di dalam Kristus kita juga menemukan keintiman yang penuh kasih. Sebagai Gembala, Dia mengenal kita, demikian pula kita mengenal Dia (10:14). Bukankah pengakuan, penerimaan, dan keintiman yang penuh kasih yang didambakan oleh semua orang? Bukankah banyak orang rela melakukan atau mengorbankan apapun demi memperolehnya? Puji Tuhan! Di dalam Kristus kita hanya perlu menengadahkan kepala dan membuka tangan kita. Kita hanya perlu menerima saja. Semua dikerjakan oleh Yesus Kristus, Sang Gembala. Biarlah Natal tahun ini mengingatkan kita bahwa Kristus sudah memberikan kehidupan kekal yang berkualitas bagi kita secara cuma-cuma. Di dalamnya kita menemukan pemenuhan terdalam dari pergumulan hidup kita. Soli Deo Gloria.