Semua orang menginginkan apa yang baik. Sayangnya, tidak semua orang mampu menilai maupun memilih mana yang baik. Kebaikan seringkali dilekatkan dengan kenyamanan. Perasaan menjadi hakim yang menentukan. Apa yang menyenangkan perasaan itu yang diyakini sebagai kebaikan.
Dengan perspektif seperti di atas, banyak kebaikan yang terlewatkan dari pandangan. Salah satunya adalah kebaikan di balik penderitaan. Secara lebih spesifik, penderitaan karena iman dan kebenaran. Penderitaan seperti ini tidak menyenangkan (dari perspektif manusiawi), namun itulah kebaikan (dari perspektif ilahi). Pertanyaannya, cara pandang siapa yang Anda hendak andalkan?
Khotbah hari ini merupakan kelanjutan dari seri khotbah eksposisi Surat Filipi. Melalui teks hari ini kita akan belajar bahwa penderitaan tidak selalu merupakan keburukan. Tentu saja ini tidak berlaku untuk segala jenis penderitaan. Beberapa jenis penderitaan memang merupakan hukuman atau konsekuensi buruk dari kelalaian.
Bagaimana kita seharusnya memahami penderitaan karena iman atau kebenaran? Penderitaan ini akan terasa lebih ringan apabila kita menyadari dua hal:
Penderitaan adalah kasih karunia (ayat 29)
Kata sambung”sebab” di awal ayat 29 menghubungkan ayat ini dengan bagian sebelumnya. Di sana Paulus sudah menerangkan bahwa kesatuan (1:27) dan keberanian (1:28a) jemaat Filipi dalam menghidupi Injil telah dipahami secara berbeda: bagi para musuh mereka hal itu adalah tanda kebinasaan, tetapi bagi mereka hal itu merupakan tanda keselamatan (1:28b). Paulus lalu menutup ayat 28 dengan penegasan bahwa semua itu datangnya dari Allah (touto apo theou).
Kebenaran ini penting untuk ditegaskan di tengah penganiayaan dan penderitaan. Ketika menghadapi kesulitan, sebagian orang mudah mengalami kebingungan. Mengapa Allah seolah-olah berdiam diri saja? Mengapa Dia membiarkan semua yang buruk ini terjadi? Pergumulan teologis ini menjadi semakin berat jika penderitaan tersebut bukan muncul dari kesalahan, melainkan justru karena melakukan kebenaran. Itulah yang dihadapi oleh jemaat Filipi. Mereka mengalami tekanan dan penderitaan karena iman.
Paulus ingin menguatkan mereka bahwa semua itu datangnya dari Allah (ayat 28c). Jadi, Allah tidak pasif. Allah bukan hanya berpangku tangan sebagai penonton. Dia justru sedang bekerja. Dia bukan hanya mengawasi, tetapi memang mengontrol dan mengarahkan semuanya. Sekali lagi, semua yang terjadi – penganiayaan yang datang dan sikap jemaat Filipi yang benar – datang dari Allah.
Nah, ayat 29 merupakan penjelasan untuk frasa tadi “itu datangnya dari Allah”. Mengapa hal itu dikatakan datangnya dari Allah? Karena hal itu adalah pemberian Allah!
Secara hurufiah ayat ini dapat diterjemahkan sebagai berikut: “karena kepada kalian dikaruniakan, demi Kristus, bukan saja untuk percaya kepada-Nya tetapi juga, demi Dia, untuk menderita”. Dari terjemahan hurufiah ini kita dapat melihat beberapa penekanan yang ingin disampaikan oleh Paulus.
Penerjemah LAI:TB secara tepat memertahankan posisi “kepada kalian” (hymin) di bagian awal. Apa yang diberikan oleh Allah bukan untuk semua orang. Para musuh mereka tidak memilikinya. Itu adalah kehormatan bagi jemaat Filipi.
Apa yang diberikan oleh Allah di sini adalah penderitaan. Karunia untuk menderita bagi Kristus. Untuk memahami betapa mulianya karunia ini, Paulus membuat sebuah perbandingan: “bukan saja untuk percaya…melainkan juga untuk menderita…” Iman merupakan anugerah Allah. Jemaat Filipi pasti ingat bagaimana Allah melembutkan hati Lidia, salah satu petobat mula-mula di kota itu, sehingga seluruh keluarganya juga akhirnya diselamatkan (Kis. 16:14-15). Mereka juga ingat pertobatan dramatis dari kepala penjara dan seluruh anggota keluarganya (Kis. 16:27-34). Keselamatan tidak mungkin terjadi tanpa intervensi Allah yang supranatural, terlepas dari seberapa spektakuler pertobatan yang terjadi. Dalam kasus Lidia, pertobatan terjadi biasa saja. Dalam kasus kepala penjara perlu didahului dengan mujizat kelepasan.
Sebagaimana keselamatan adalah pemberian Allah yang luar biasa, demikian pula dengan penderitaan. Bentuk kata kerja present untuk “percaya” (pisteuein) dan “menderita” (paschein) mungkin menyiratkan bahwa Allah mengaruniakan kepada jemaat Filipi bukan saja iman, melainkan iman yang terus bertahan bahkan di tengah penderitaan. Percaya adalah karunia. Menderita bagi Kristus adalah karunia. Tetap percaya di tengah penderitaan bagi Kristus merupakan berkat ganda. Jadi, mereka bukan hanya percaya, tetapi menderita; bukan hanya menderita, tetapi juga tetap percaya walaupun menderita.
Lebih jauh, pemberian ini diberikan “demi Kristus” (hyper Christou). Sayangnya, frasa ini tidak muncul dalam terjemahan LAI:TB (ESV “For it has been granted to you that for the sake of Christ”, ayat 29a). Ide yang sama diulang lagi di akhir ayat 29 (hyper autou, LAI:TB “untuk Dia”). Pemunculan sebanyak dua kali ini menyiratkan sentralitas Kristus dalam semua proses yang terjadi. Dari A sampai Z berbicara tentang Dia. Kristus adalah alasan dan tujuan di balik semua pemberian dari Allah. Mengapa kita dikaruniakan sesuatu oleh Allah? Demi Kristus (hyper Christou)! Untuk apa karunia itu diberikan? Demi Dia (hyper autou)!
Hidup yang berpusat pada Kristus ini (Kristosentris) memampukan Paulus untuk melihat segala sesuatu dengan tepat. Tujuan hidup Paulus adalah untuk mengalami persekutuan dengan kematian dan kebangkitan Kristus (3:10). Perspektif ini mengubah segala sesuatu (3:7-8). Apa yang dulu dipandang sebagai kebanggaan, sekarang dianggap sebagai sampah. Apa yang dulu disebut keuntungan, sekarang terlihat sebagai kerugian.
Penderitaan karena iman dan kebenaran bukanlah kehinaan, tetapi kehormatan. Bukan malapetaka, tetapi kasih karunia. Karena Kristus kita menderita. Untuk Kristus kita menderita. Bukankah segala sesuatu yang dilakukan oleh dan untuk Kristus merupakan tindakan yang berharga?
Kita tidak menderita sendirian
Anak kalimat partisip di awal ayat 30 (KJV “having the same conflict”; ton auton agÅna echontes) menerangkan frasa “menderita bagi Dia” di ayat 29. LAI:TB tidak menerjemahkan kata “memiliki” di bagian ini. Ada banyak macam penderitaan bagi Kristus. Dalam konteks ini Paulus menggambarkan penderitaan jemaat Filipi dengan “pergumulan” (agÅn). Kata yang muncul beberapa kali dalam surat-surat Paulus ini berkaitan dengan perjuangan dalam memberitakan Injil (Kol. 2:1; 1Tes. 2:2) atau memertahankan iman (1Tim. 6:12; 2Tim. 4:7). Makna yang tersirat di dalamnya adalah penderitaan, kesukaran, dan latihan yang keras. Ada harga besar yang harus dibayar.
Bentuk present pada kata “menderita” (1:29b) dan “memiliki” (1:30a) menunjukkan bahwa jemaat Filipi sedang atau bahkan terus-menerus mengalami penderitaan. Keadaan mereka tampaknya tidak banyak berubah. Bagaimanapun, hal itu seharusnya tidak menjadi masalah. Selain karena penderitaan mereka adalah anugerah Allah (1:29), mereka juga bukan satu-satunya yang mengalami keadaan ini. Paulus juga menghadapi pergumulan yang sama. Benarlah perkataan Paulus bahwa jemaat Filipi dari awal sudah mengambil persekutuan dalam berita Injil (1:6, lit. “partisipasi dalam Injil”). Ternyata partisipasi ini bukan hanya secara material (2:25; 4:10, 15-18). Mereka juga mengambil bagian dalam penderitaan (1:29-30).
Kesamaan antara situasi jemaat Filipi dan Paulus di atas tampaknya mendapat penekanan dalam ayat 30. Paulus menggunakan kata sifat intensif ton auton (“yang sama”, ayat 30a). Dia lalu menerangkan “yang sama” ini dengan: “seperti yang dahulu kamu lihat padaku, dan yang sekarang kamu dengar tentang aku” (ayat 30b). Penerjemah LAI:TB secara tepat menambahkan kata “dahulu” di bagian ini. Memang dua kata kerja di sini merujuk pada waktu yang berbeda: melihat (lampau) dan dengar (sekarang).
Apa yang dilihat oleh jemaat Filipi adalah masa-masa awal pemberitaan Injil di sana. Pimpinan TUHAN yang begitu jelas dan spektakuler (Kis. 16:6-10) tidak berarti bahwa perjalanan akan lapang dan lancar. Paulus mengalami penolakan dan penganiayaan (Kis. 16:19-22). Dia pun dimasukkan ke dalam penjara (Kis. 16:23-24). Setelah dibebaskan dari penjara, dia akhirnya diusir dari kota Filipi (Kis. 16:39-40).
Apa yang didengar oleh jemaat sudah dituliskan oleh Paulus di surat ini sebelumnya. Paulus berada di dalam penjara karena Injil (Flp. 1:12-14). Dia sedang menantikan keputusan kaisar apakah dia akan dibebaskan atau dijatuhi hukuman mati (Flp. 1:21-24). Hidupnya berada dalam ketidakpastian.
Mengetahui bahwa orang lain juga menghadapi persoalan yang sama dengan kita kadangkala memberikan kekuatan dan penghiburan bagi kita. Kita bukanlah orang yang paling malang. Kita tidak sendirian.
Kekuatan kita akan bertambah apabila kita mengetahui bahwa orang lain yang menanggung penderitaan yang sama dengan kita justru terlihat baik-baik saja. Dia tidak mengeluh atau menyalahkan keadaan. Dia malah yang mendorong kita untuk mensyukuri penderitaan tersebut sebagai pemberian Allah. Itulah yang dilakukan oleh Paulus kepada jemaat di Filipi.
Apakah Anda sedang berada dalam penderitaan karena iman dan kebenaran? Apakah Anda sedang meragukan campur tangan Tuhan? Ingatlah bahwa semua itu bukan hanya diizinkan, tetapi diberikan oleh Allah. Bukan kebetulan, tetapi pemberian. Ingatlah juga bahwa tokoh-tokoh iman yang lain juga pernah berada di jalanan yang sukar dan terjal seperti itu. Kita memiliki banyak teman dalam perjuangan dan penderitaan. Syukurilah. Bertahanlah. Soli Deo Gloria.