Eksposisi 1 Korintus 12:7-11 (Bagian 2) Jenis-jenis Karunia Roh: Perkataan Hikmat dan Perkataan Pengetahuan

Posted on 29/09/2013 | In Teaching | Ditulis oleh Pdt. Yakub Tri Handoko | Leave a comment

https://i0.wp.com/rec.or.id/images/article/Eksposisi-1-Korintus-12-7-11-(Bagian-2)-Jenis-jenis-Karunia-Roh-Perkataan-Hikmat-dan-Perkataan-Pengetahuan.jpg Eksposisi 1 Korintus 12:7-11 (Bagian 2) Jenis-jenis Karunia Roh: Perkataan Hikmat dan Perkataan Pengetahuan

Seperti yang sudah kita pelajari bersama dalam khotbah sebelumya, fokus Paulus dalam bagian ini sebenarnya tidak terletak pada definisi maupun jumlah karunia roh. Paulus bahkan tidak memaparkan seluruh jenis karunia roh di ayat 7-11 (bdk. 12:28-30; Rom 12:3-8). Sebaliknya, ia lebih mengedepankan konsep yang benar tentang karunia roh dan cara yang benar dalam menggunakannya.

Walaupun demikian, kita tetap perlu untuk mengetahui definisi dari masing-masing karunia roh. Pemahaman yang benar tentang definisi setiap karunia roh akan membantu kita mengikuti argumentasi Paulus secara lebih baik. Di samping itu, pemahaman yang benar memang sangat diperlukan di tengah beragam konsep yang keliru tentang karunia roh yang beredar di berbagai gereja.

Hari ini kita hanya akan mempelajari dua karunia roh, yaitu karunia untuk berkata-kata dengan hikmat dan karunia untuk berkata-kata dengan pengetahuan. Sekilas dua karunia ini sangat mirip. Bagaimana kita mendefinisikan dua karunia ini?

Logos sophias (ayat 8a)

Secara hurufiah karunia ini berarti ‘perkataan hikmat’. Hampir semua versi Inggris menggunakan terjemahan ‘word of wisdom’ (KJV/ASV/NASB) atau ‘utterance of wisdom’ (RSV/ESV). Walaupun dari sisi terjemahan sudah sangat jelas, tetapi makna di baliknya tetap kabur. Apa yang dimaksud dengan perkataan hikmat?

Kesulitan ini bersumber dari dua hal. Paulus tidak menyinggung jenis karunia roh ini lagi di pasal 12-14. Kata ‘hikmat’ bahkan tidak muncul lagi di pasal 12-14. Satu-satunya cara untuk menelusuri konsep Paulus tentang ‘perkataan hikmat’ adalah mengontraskannya dengan pemahaman jemaat Korintus tentang hikmat di pasal 1-3. Hasil perbandingan ini akan menolong kita memahami arti definisi ‘perkataan hikmat’.

Sama seperti orang-orang Yunani pada umumnya (1:22), jemaat Korintus juga menyukai hikmat, namun bukan hikmat yang benar. Bagi mereka hikmat adalah ‘hikmat perkataan’ (1:17b; bdk. ‘perkataan hikmat’ di 12:8a), yaitu kemampuan retorika dalam meyakinkan pendengar (2:1, 4). Retorika waktu itu dicirikan oleh kata-kata yang indah dan cara-cara persuasi yang luar biasa. Hikmat semacam ini disebut Paulus sebagai hikmat dari manusia (2:5). Berdasarkan konsep hikmat ini jemaat Korintus menganggap pemberitaan injil – terutama yang disampikan oleh Paulus – sebagai sebuah kebodohan (1:18).

Paulus pun menentang konsep yang salah di atas. Ia tidak anti hikmat. Kenyataannya Paulus bahkan secara terus-terang menyatakan bahwa ia mengajarkan tentang hikmat. Bagaimanapun, hikmat yang dibicarakan Paulus berasal dari perspektif yang berbeda. Hikmat ini bukan dari dunia, melainkan dari Allah (2:6-7). Yang dimaksud hikmat yang sesungguhnya adalah salib Kristus (2:8; 1:24). Karena hikmat ini berasal dari Allah, maka tidak ada seorang pun yang bisa memahaminya kalau ia tidak memiliki Roh Allah (2:12-13). Bagi orang-orang dunia salib adalah kebodohan (1:18), bukan hikmat (1:24).

Jika kita memikirkan salib secara seksama, kita akan dibuat kagum dengan hikmat Allah dalam rencana keselamatan melalui salib. Pernahkah kita berpikir bahwa seandainya Kristus tidak mati di atas kayu salib sebagai seorang yang benar tetapi disalahkan, kita tidak akan dapat diselamatkan? Kematian yang menyelamatkan hanya terjadi apabila mencakup penumpahan darah, salib (tanda kutukan dari Allah), dan status tidak bersalah. Jika salah satu aspek ini tidak terpenuhi, maka kematian Kristus tidak akan memiliki makna penebusan seperti sekarang.

Hanya Allah yang mampu memikirkan cara penyelamatan seperti ini. Tidak ada manusia yang pernah menginginkan atau memikirkannya. Paulus sendiri dengan jelas menyatakan bahwa hikmat salib tidak pernah dilihat oleh mata, tidak pernah timbul dalam hati manusia, dan tidak pernah dipikirkan oleh manusia (2:9). Semua ini menunjukkan kemahabijakan Allah. Salib bukan kebodohan, tetapi hikmat sejati!

Jika kita kaitkan pembahasan tentang hikmat di pasal 1-3 dengan karunia ‘perkataan hikmat’, kita dapat mengambil kesimpulan bahwa Paulus sedang menegaskan ulang pemikirannya tentang hikmat. Hikmat sejati berasal dari Roh Kudus (disebut ‘karunia roh’). Hikmat ini juga berhubungan erat dengan salib Kristus. Orang yang memiliki hikmat tidak hanya mengetahui seluk-beluk tentang salib, tetapi juga menggunakan salib Kristus sebagai perspektif untuk menilai segala sesuatu. Penebusan Kristus bukan hanya sebuah obyek pengetahuan, melainkan kacamata untuk memandang segala sesuatu.

Mengingat Paulus menggunakan ungkapan ‘perkataan hikmat’, maka yang dimaksud dengan karunia roh bukan hanya terletak pada hikmat, tetapi terutama pada ‘perkataan’. Dengan kata lain, karunia ini bukan hanya masalah cara berpikir saja (yang sesuai dengan salib Kristus sebagai hikmat yang benar), tetapi juga cara mengajarkannya kepada orang lain. Itu sebabnya salah satu penerjemah bahasa Inggris memilih untuk menerjemahkan logos sophias dengan ‘berita hikmat’ (the message of wisdom). Orang yang memiliki karunia perkataan hikmat bukan hanya mampu memandang semua hal dari sudut pandang salib. Ia juga mampu membimbing orang lain memiliki cara pandang yang sama.

Logos gnōseōs (ayat 8b)  

Secara hurufiah frase logos gnōseōs seharusnya diterjemahkan ‘perkataan pengetahuan’. Pada saat Paulus menggabungkan ‘perkataan’ dan ‘pengetahuan’ menjadi satu frase, ia sedang menyentuh topik yang sangat relevan dengan jemaat Korintus. Di antara semua kelebihan yang mereka miliki, perkataan dan pengetahuan merupakan dua hal yang disebutkan Paulus secara khusus di awal suratnya (1:5). Pendeknya, mereka memang dikenal karena memiliki perkataan dan pengetahuan. Pertanyaannya, apakah dua hal yang mereka miliki ini identik dengan karunia ‘perkataan pengetahuan’? Mengingat ‘pengetahuan’ muncul di pasal 8 dan pasal 12-14, kita perlu menyelidiki pasal 8 lebih dahulu, baru sesudah itu membahasnya dalam terang pasal 12-14.

Tidak berbeda dengan diskusi sebelumnya tentang hikmat, jemaat Korintus memiliki pemahaman yang keliru tentang pengetahuan. Apa yang menjadi ‘kelebihan’ mereka ternyata justru menjadi kelemahan mereka. Dengan pengetahuan yang mereka punyai, jemaat Korintus menjadi sombong (8:1). Berbeda dengan karunia perkataan pengetahuan yang dimaksudkan untuk membangun orang lain, pengetahuan versi jemaat Korintus digunakan untuk merugikan orang lain. Gara-gara pengetahuan semacam ini sebagian orang tersandung dan hanyut dalam dosa (8:7-11).

Jika kita mencermati beberapa perkataan atau slogan jemaat Korintus yang menyiratkan pengetahuan mereka, secara jujur kita akan mengakui bahwa cara berpikir mereka memiliki rasionalitas dalam taraf tertentu. Walaupun demikian, semua pemikiran logis yang tidak dikaitkan firman Allah pasti memiliki kelemahan yang mendasar. Di sinilah posisi teologi yang benar sangat diperlukan. Saya akan menjelaskan hal ini melalui dua contoh.

Pertama, pada kasus perzinahan dengan pelacur (6:12-20) sebagian jemaat berpikir bahwa ‘segala sesuatu halal bagiku’ (lit. ‘diperbolehkan’). Walaupun di mata kita slogan ini tampak sangat aneh, tetapi bagi sebagian jemaat Korintus yang menganggap diri mereka sudah hidup pada tingkat kerohanian yang tinggi di mana materi (tubuh) sudah tidak memberi pengaruh apapun pada mereka (bdk. slogan mereka tentang tubuh dan makanan di 6:13), cara berpikir di ayat 12 terlihat cukup konsisten. Terhadap hal ini Paulus menjelaskan bahwa tidak semua yang halal adalah membangun (6:12a). Lebih jauh lagi, ia memperingatkan bahwa kebebasan kita justru seringkali memperbudak kita (6:12b). Pada saat kita selalu menggunakan kebebasan kita – tidak peduli apakah hal itu memuliakan Allah dan membangun diri kita maupun orang lain – kita sebenarnya sudah diperhamba oleh kebebasan itu.

Kedua, pada kasus makan daging persembahan berhala di kuil (8:1-13) sebagian jemaat Korintus yang berpengetahuan memberikan argumen dari doktrin keesaan Allah: Allah yang benar hanya satu, yaitu yang kita sembah dalam nama Kristus Yesus (8:4-6). Karena ‘allah-allah’ yang disembah di kuil bukan Allah yang benar, mereka dapat dikatakan ‘tidak ada’. Selain argumen ini, jemaat Korintus juga menambahkan bahwa makanan tidak berkaitan dengan relasi kita dengan Allah (8:8). Sekilas dua pemikiran ini terlihat masuk akal, tetapi kenyataannya tidak demikian. Sebagai ‘Allah’ apa yang disembah di kuil-kuil memang tidak eksis, namun mereka eksis dalam kategori yang lain, yaitu sebagai roh-roh jahat (10:19-21). Keterlibatan dalam ibadah di kuil jelas mengaitkan mereka dengan penyembahan kepada roh-roh jahat. Jadi, yang menjadi pokok persoalan di sini bukan makanan, tetapi pada konteks ibadah kepada roh-roh jahat. Dengan demikian dua argumen jemaat Korintus dengan sendirinya gugur.

Penjelasan di atas menunjukkan perbedaan antara pengetahuan versi jemaat Korintus dan karunia ‘perkataan pengetahuan’. Walaupun demikian, pembahasan ini tetap tidak menerangkan definisi ‘perkataan pengetahuan’. Untuk mengetahuinya kita perlu menyelidiki kata ‘pengetahuan’ di pasal 12-14. Penyebutan ‘perkataan pengetahuan’ sebagai salah satu karunia roh menyiratkan bahwa Paulus tampaknya tidak memikirkan hal ini sebagai sebuah hasil proses belajar alamiah. Berdasarkan fakta bahwa ‘pengetahuan’ seringkali dihubungkan dengan nubuat, penyataan Allah, dan bahasa roh, kita dapat menarik sebuah kesimpulan bahwa Paulus sedang memikirkan sebuah pengetahuan supranatural dari Roh Kudus (13:8; 14:6).

Satu hal yang tidak boleh dilupakan adalah beragam pengetahuan supranatural – misalnya penyataan Allah dan nubuat – juga seringkali dihubungkan dengan pengajaran (14:6, 26). Paulus tidak sedang membayangkan pengetahuan mistis dan supranatural yang tidak terkontrol. Roh Kudus tidak mungkin memberikan pengetahuan supranatural yang berkontradiksi dengan perkataan-Nya di dalam firman Tuhan. Fakta ini tampaknya sering diabaikan oleh beberapa hamba Tuhan dari aliran tertentu yang dengan mudahnya menyampaikan ‘pengetahuan khusus dari Roh Kudus’ namun isinya malah bertentangan dengan kebenaran Alkitab. Ini adalah penyesatan dan pembodohan jemaat.

John Piper, salah seorang teolog dan pengkhotbah Reformed modern yang terkenal, dalam sebuah wawancara pernah menceritakan bagaimana Allah memberikan pengetahuan yang supranatural kepadanya. Dalam sebuah khotbah ia menyinggung tentang sebuah kelompok sel yang mungkin akan dimulai di sebuah kamar tertentu dan di apartemen  tertentu pula. Seseorang lalu memberitahu dia bahwa orang itu tinggal di kamar dengan nomer yang sama yang disebut oleh John Piper dan orang itu memang sudah menggumulkan untuk memulai pelayanan kelompok sel di kamarnya. Ia menganggap perkataan John Piper sebagai jawaban Tuhan yang jelas atas pergumulannya. Soli Deo Gloria.

https://i0.wp.com/rec.or.id/wp-content/uploads/2020/12/logo.png logo writter

Pdt. Yakub Tri Handoko

Reformed Exodus Community