Dikuasai Oleh Kasih Kristus (2 Korintus 5:14-15)

Posted on 16/07/2017 | In Teaching | Ditulis oleh Pdt. Yakub Tri Handoko | Leave a comment

https://i0.wp.com/rec.or.id/images/article/Dikuasai-Oleh-Kasih-Kristus-2-Korintus-5-14-15).jpg Dikuasai Oleh Kasih Kristus (2 Korintus 5:14-15)

Apa yang disampaikan oleh Paulus di teks ini tidak dapat dipisahkan dari apa yang dilakukan oleh Paulus dalam pelayanan, sebagaimana dijelaskan di pasal 4-5. Paulus berani membayar harga yang begitu mahal dalam pelayanan (4:7-12, 16; 5:4). Dia tidak pernah takut dengan penderitaan. Bahkan di tengah situasi sesulit apapun dia tetap menjaga integritasnya di hadapan Allah (5:9-11). Berani membayar harga untuk pelayanan. Berani menjaga harga diri sebagai pelayanan. Itulah Paulus!

Dalam khotbah hari ini kita akan menyelidiki rahasia besar di balik kualitas pelayanan yang luar biasa ini. Apakah hal itu didorong oleh kepribadian Paulus yang berani dan tangguh? Apakah kunci keberhasilannya ditentukan oleh kehebatan intelektualnya sebagai lulusan Farisi yang terbaik? Ataukah ada faktor lain yang memampukan Paulus?

Dikuasai oleh kasih Kristus (ayat 14a)

Rahasia di balik pelayanan Paulus diungkapkan di awal ayat 14: “Sebab kasih Kristus yang menguasai kami”. Dalam teks Yunani, frasa “kasih Kristus” (hē agapē tou christou) bisa berarti kasih yang ditunjukkan oleh Kristus atau kasih kepada Kristus. Dengan kata lain, frasa ini dapat merujuk pada kasih Kristus kepada Paulus atau sebaliknya.

Dua pertimbangan berikut ini tampaknya lebih mendukung alternatif yang pertama. Pada waktu Paulus menggunakan kata “kasih” yang diikuti oleh bentuk genitif yang berhubungan dengan Allah Tritunggal, misalnya kasih Allah (Rm 5:5), kasih Kristus (Rm 8:35), atau kasih Roh Kudus (Rm 15:30), yang dia maksudkan hampir selalu kasih yang ditunjukkan oleh Allah kepada manusia. Hal yang sama tampaknya ada di pikiran Paulus pada saat ia menuliskan “kasih Kristus” di 2 Korintus 5:14a. Di samping itu, konteks ayat 14-15 memang lebih banyak berbicara tentang Kristus yang mati untuk kita. Ini tentang kasih Kristus kepada kita.

Kasih itulah yang menguasai (synechei) Paulus. Kata synechō secara hurufiah berarti “memegang dengan kuat” atau “menekan”. Penggunaan kata ini di Alkitab menunjukkan penguasaan yang besar. Sebagai contoh, orang banyak yang mengerumuni dan berdesak-desakan di dekat Yesus (Lk 8:45). Kata yang sama digunakan untuk musuh yang sedang mengepung dan menghimpit dari segala jurusan (Lk 19:43). Paulus sendiri pernah menggunakan kata synechō di Filipi 1:23 tatkala dia menggambarkan dua keinginan dalam dirinya yang sama-sama besar dan mendesak, yaitu ingin mati (berdiam bersama Tuhan) atau hidup (memberi buah bagi jemaat).

Dari pilihan kata yang dipakai oleh Paulus, kita dapat mengambil kesimpulan bahwa kasih Kristus bukan sekadar bersifat inspiratif (sebagai teladan). Bukan pula sekadar bersifat persuasif (sebagai dorongan). Bukan hanya secara kognitif (sebagai peristiwa sejarah di atas kayu salib). Paulus sedang membahas tentang suatu fakta yang terjadi dalam hidupnya. Ini adalah pengalaman bersama dengan Tuhan. Kasih Kristus benar-benar menguasai hatinya. Pilihan bentuk kata kerja present tense pada kata synechei semakin menegaskan makna ini. Pengalaman ini bukan hanya peristiwa di masa lalu. Ini adalah pengalaman sehari-hari dengan Kristus.

Kunci untuk mengalami kasih Kristus (ayat 14b-15)

Penjelasan di atas membawa kita pada sebuah pertanyaan lain: Bagaimana Paulus dapat dikuasai oleh kasih Kristus? Jawabannya ada di ayat 14b-15. Menariknya, walaupun kasih Kristus bersifat subjektif, kunci untuk mengalami kasih itu justru objektif. Walaupun kasih Kristus yang sedang dibicarakan lebih bersifat pragmatis, rahasia untuk merasakan kasih itu justru bersifat kognitif. Paulus mengatakan: “karena kami telah mengerti” (krinantas, ayat 14b).

Bentuk lampau pada partisip krinantas menunjukkan bahwa pengertian mendahului pengalaman. Pengetahuan mendahului perasaan. Tanpa pengertian dan pengetahuan seseorang gampang tertipu oleh perasaan. Paulus bisa dikuasai oleh kasih Kristus karena dia mengerti kasih itu.

Kata dasar krinō sendiri dapat mengandung arti “menghakimi/menilai” atau “menyimpulkan”. Berdasarkan konteks yang ada, arti yang terakhir terlihat lebih cocok (ESV “because we have concluded this”). Semakin dalam Paulus mengerti kasih Kristus, semakin dalam pula ia dikuasai oleh kasih itu.

Sesuai dengan ayat 14b dan 15, kesimpulan Paulus bukan hanya berkaitan dengan fakta kematian Kristus, melainkan makna dari kematian itu. Makna ini sangat perlu untuk dipahami. Orang-orang Yahudi dan Romawi yang menyalibkan Yesus mengetahui fakta kematian, tetapi mereka gagal menangkap makna di dalamnya. Begitu pula dengan para teolog liberal yang menilai Yesus sebagai nabi eskhatologis atau guru moral yang hidupnya berkahir secara mengenaskan. Orang-orang Muslim gagal memahami keduanya, baik fakta maupun makna penyaliban Yesus.

Ada dua kesimpulan yang ditarik oleh Paulus sehubungan dengan kasih Kristus yang ditunjukkan-Nya melalui kematian di atas kayu salib. Pertama, partisipasi (ayat 14b). Paulus mengatakan: “Jika satu orang sudah mati untuk semua orang, maka mereka semua sudah mati”. Maksudnya adalah apa yang terjadi pada Yesus di atas kayu salib terjadi pada semua orang percaya. Ini berbicara tentang kesatuan di dalam Kristus. Kematian-Nya di atas kayu salib bukan hanya menggantikan kita, tetapi sekaligus menyertakan kita di dalamnya. Kita memiliki persekutuan yang nyata di dalam kematian-Nya.

Konsep di atas sangat sulit untuk diilustrasikan. Peristiwa di ayu salib memang tidak ada duanya. Tidak ada kisah lain yang cukup mendekati. Yang Paulus maksudkan bukan sekadar seseorang yang menggantikan hukuman penjara bagi orang lain. Dalam ilustrasi ini orang yang digantikan tetap merasa jauh dari penggantinya. Jika harus diilustrasikan, kita mungkin dapat membayangkan seorang ayah yang menutupi anaknya dengan tubuhnya sendiri tatkala sang anak menerima cambukan dan pukulan yang mematikan. Anak itu ada di sana. Dia benar-benar takut dengan kerasnya hukuman. Pada saat yang sama dia benar-benar merasakan kasih ayahnya. Dia benar-benar sadar bahwa seharusnya dialah yang ada di atas dan menerima semua siksaan itu.

Kedua, orientasi (ayat 15). Di ayat ini Paulus menerangkan bahwa kematian Kristus memiliki sebuah tujuan. Tujuan ini berkaitan dengan tujuan hidup kita. Kristus telah mati untuk semua “supaya mereka yang hidup, tidak lagi hidup untuk dirinya sendiri, tetapi untuk Dia, yang telah mati dan telah dibangkitkan untuk mereka”.

Tidak cukup bagi kita hanya untuk dibebaskan dari hukuman. Tidak cukup kalau kita sekadar dilepaskan dari kesia-siaan. Kristus ingin memberikan nilai pada hidup kita. Nilai itu berkaitan erat dengan orientasi hidup. Tujuan hidup kita diubahkan.

Sebelum mengalami kematian dan kebangkitan Yesus, semua orang hidup untuk dirinya sendiri (ayat 15 “tidak lagi hidup untuk dirinya sendiri”). Apapun yang kita lakukan hanyalah demi diri sendiri: kenyamanan dan kesenangan sendiri. Bahkan ketika kita melakukan kebaikan kepada orang lain, tujuan sebenarnya ternyata tetap untuk diri sendiri: supaya kita mendapatkan kepuasan diri, pujian dari orang lain, atau pahala dari Allah. Semua kebaikan kita adalah egoisme yang terselubung.

Di dalam Kristus semua kebaikan kita dimurnikan. Kita mengasihi karena lebih dahulu dikasihi (Yoh 13:34; 15:12; Rm 5:5-8; 1 Yoh 4:10). Tidak ada motivasi lain. Kasih bukan sarana untuk mendapatkan sesuatu, tetapi kekuatan untuk memberikan segala sesuatu. Soli Deo Gloria.

https://i0.wp.com/rec.or.id/wp-content/uploads/2020/12/logo.png logo writter

Pdt. Yakub Tri Handoko

Reformed Exodus Community