Apakah Anda bisa menyebutkan 3 (tiga) gereja yang menurut Anda mengalami pertumbuhan yang baik? Karakteristik apa saja yang mereka miliki? Apakah Anda yakin sudah memberikan penilaian yang tepat?
Banyak orang dengan cepat menjawab pertanyaan pertama. Dibutuhkan waktu lebih lama untuk menjawab pertanyaan kedua. Begitu sampai pada pertanyaan ketiga, tidak sedikit orang yang bahkan mulai meragukan keabsahan jawaban mereka sendiri untuk dua pertanyaan sebelumnya.
Ya. Menentukan kriteria pertumbuhan sebuah gereja memang tidak mudah. Lebih sukar lagi menggerakkan gereja untuk bertumbuh dengan baik.
Melalui teks hari ini kita akan belajar tentang beberapa kriteria pertumbuhan gereja. Sebagian dari kriteria itu mungkin mengagetkan karena jarang dipikirkan, bahkan bertentangan dengan opini populer tentang pertumbuhan gereja. Sebagian lagi sudah tidak asing, tetapi kadangkala jarang diberi perhatian serius.
Nah, sebelum meneliti teks secara lebih detil, kita perlu mengerti bahwa ayat 13-14 bukanlah induk kalimat. Pembacaan sekilas sudah cukup untuk mengarahkan ke sana. Bagian ini merupakan penjelasan terhadap bagian terakhir ayat 12: “bagi pembangunan tubuh Kristus”.
Gereja perlu mengalami pertumbuhan secara komunal dan berkesinambungan. Komunal, karena berkaitan dengan seluruh tubuh. Bukan hanya bagian tertentu. Kata “kita semua” di ayat 13 turut menegaskan ide ini. Berkesinambung, karena target yang ingin diraih masih jauh di depan. Tidak ada ruang untuk kepuasan yang terlalu awal. Tidak ada gereja yang “sudah tiba”. Kita semua hanyalah sesama musafir yang sedang melangkah ke tujuan akhir. Nah, tujuan akhir itu dijelaskan di ayat 13-14.
Apa saja kriteria gereja yang bertumbuh dengan baik? Mengapa pertumbuhan sangat diperlukan?
Kriteria pertumbuhan gereja (ayat 13)
Pertumbuhan suatu gereja dapat diukur dari berbagai cara. Ada banyak teks yang mengajarkan hal tersebut. Jika kita hanya berfokus pada ayat ini saja, kita akan menemukan 4 (empat) patokan untuk menilai suatu gereja.
Pertama, kesatuan iman (ayat 13a). Banyak orang cenderung langsung mengaitkan iman dengan keyakinan dalam hati. Iman berarti tingkat kepercayaan. Ternyata, bukan itu maksud Paulus di sini. Iman di sini lebih mengarah pada “apa yang diyakini”, bukan kualitas atau tingkat keyakinannya. Hal ini terlihat dari cara Paulus mengaitkan iman dan pengetahuan (“mencapai kesatuan iman dan pengetahuan”). Keduanya diletakkan ke dalam satu frasa dan dipayungi dengan kata “kesatuan” (lit. “menuju kesatuan iman dan pengetahuan tentang Anak Allah, eis tÄ“n henotÄ“ta tÄ“s pisteÅs kai tÄ“s epignÅseÅs).
Di samping itu, dalam teks Yunani, di depan kata “iman” ada artikel (tÄ“s pisteÅs). Artinya, Paulus sedang membicarakan tentang iman yang tertentu. Sesuai konteksnya, kata iman di ayat 13 merujuk balik pada “iman” yang sudah disinggung sebelumnya, yaitu di ayat 5. Di sana “iman” lebih berhubungan dengan doktrin-doktrin dasar yang berhubungan dengan Allah, baptisan dan pengharapan. Dengan kata lain, iman ini lebih berkaitan dengan doktrin-doktrin dasar atau yang berhubungan dengan Injil yang benar.
Jika tafsiran di atas benar, kita menemukan sesuatu yang menarik di sini. Di satu sisi, kesatuan iman adalah sesuatu yang sudah ada. Semua orang percaya adalah satu tubuh, satu Roh, satu pengharapan, satu Tuhan, satu iman, satu baptisan, satu Allah dan Bapa (ayat 4-6). Di sisi lain, kesatuan iman ini masih perlu diupayakan (ayat 13 “sampai kita semua mencapai kesatuan iman”).
Tidak cukup bagi kita hanya memiliki iman sebagai instrumen untuk mendapatkan keselamatan (2:8) maupun persekutuan dengan Allah (3:12) dan Kristus (3:17). Iman tersebut harus ditumbuhkan. Pemahaman tentang Injil Yesus Kristus harus terus-menerus diperdalam. Keselamatan secara anugerah yang diberitakan dalam Injil harus terus-menerus diperdengarkan. Hanya dengan menempatkan Injil pada porosnya gereja akan mampu bergerak dan maju dengan stabil. Tidak ada pertumbuhan tanpa Injil yang benar.
Dengan cara yang sama, tidak ada kesatuan tanpa doktrin-doktrin dasar yang benar. Dasar kesatuan gereja adalah doktrin-doktrin dasar yang menegakkan gereja. Semua yang berdiri di atasnya berarti menghargai kesatuan. Semua yang berdiri di tempat lain berarti sengaja memisahkan diri.
Kedua, kesatuan pengetahuan tentang Anak Allah (ayat 13b). Kata “pengetahuan” (epignÅsis) sudah muncul sebelumnya di 1:17. Di sana epignÅsis dihubungkan dengan pengenalan tentang Allah melalui karya Roh Kudus (lit. “supaya Ia memberikan kepadamu Roh hikmat dan wahyu dalam pengenalan [epignÅsis] tentang Dia”). Jadi, pengetahuan ini bukan sekadar informasi atau penjelasan rasional, melainkan pencerahan spiritual dari Roh Allah. Bukan hanya membutuhkan kepandaian manusia tetapi juga hikmat dan penyataan Allah. Pendeknya, pengetahuan di sini bersifat personal dan spiritual, bukan hanya intelektual.
Apakah yang dimaksud dengan “pengetahuan tentang Anak Allah” di sini? Teks di atas tidak menjelaskannya. Namun, berdasarkan pemunculan kata “pengetahuan/mengetahui” dan “pengertian/mengerti” di surat ini, pengetahuan tentang Kristus lebih banyak berhubungan dengan misteri ilahi di dalam Kristus (1:9-10; 3:3, 5-6, 9-10; 6:19; LAI:TB “rahasia”). Kata “misteri/rahasia” (mysterion) berarti sesuatu yang dahulu tersembunyi sekarang dibukakan. Apa yang sudah ditetapkan oleh Allah sejak kekekalan telah diungkapkan melalui Kristus Yesus. Dengan kata lain, pengetahuan ini merujuk pada penggenapan begitu banyak rencana Allah yang diungkapkan melalui nubuat dan tipologi di Perjanjian Lama dalam diri Yesus Kristus. Yesus adalah penggenapan dari semua itu. Semakin mengenal Kristus berarti semakin memahami dan merayakan rencana keselamatan Allah yang besar.
Ketiga, kedewasaan penuh (ayat 13c). Kata “laki-laki dewasa” (anÄ“r) di sini dikontraskan dengan anak-anak di ayat 14. Penambahan kata “penuh” (teleios) menyiratkan sebuah penekanan: bukan hanya dewasa, tetapi juga matang; bukan hanya dewasa secara jasmaniah, tetapi juga batiniah.
Kata “penuh” (teleios) bisa berarti sempurna atau matang. Ide dasar di dalamnya adalah “sudah mencapai tujuan atau kapasitas sesuai yang direncanakan”. Jika dikenakan pada manusia, kata teleios seringkali bersentuhan dengan ide tentang keutuhan dan keseluruhan (Kol. 1:28; Yak. 1:4).
Ide di atas selaras dengan konteks Efesus 4. Berbagai karunia rohani yang berbeda diberikan kepada jemaat supaya semua jemaat dapat bertumbuh dalam segala aspek. Bukan hanya beberapa jemaat, tetapi seluruhnya (3:16 “seluruh tubuh…tia-tiap anggota…”). Bukan hanya hebat di aspek-aspek tertentu, tetapi juga di seluruh aspek yang ada (3:15 “dalam segala hal ke arah Dia”). Ada keutuhan dan keseluruhan.
Secara lebih khusus, frasa “kedewasaan penuh” mungkin merujuk pada tujuan ultimat kerohanian, yaitu keserupaan dengan Kristus. Pertumbuhan ini dilekatkan dengan pengetahuan tentang Anak Allah. Pertumbuhan ini mengarah kepada dan hanya dimungkinkan oleh Kristus sebagai Kepala (3:15-16).
Penafsiran di atas juga senada dengan ajaran Paulus di tempat lain. Di Roma 8:29 Paulus menjelaskan bahwa panggilan kekal Allah atas kita sesuai dengan penentuan-Nya untuk kita, yaitu “untuk menjadi serupa dengan gambaran Anak-Nya”. Di Kolose 3:10 keserupaan dengan gambar Pencipta dikaitkan dengan pengetahuan tentang Dia.
Dari semua data di atas kita dapat menarik kesimpulan bahwa frasa “kedewasaan penuh” di Efesus 4:13 merujuk pada proses untuk menjadi serupa dengan Kristus. Keserupaan ini bersifat menyeluruh dan utuh. Pertumbuhan semacam ini hanya dimungkinkan apabila seseorang mengenal Kristus dengan benar. Tanpa pengenalan yang benar tentang Dia, bagaimana kita bisa menjadi serupa dengan Dia? Pengenalan secara intelektual dan personal tentang Dia merupakan jalan menuju keserupaan dengan Dia.
Keempat, tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan kepenuhan Kristus (ayat 13d). Sekilas poin ini mirip dengan poin sebelumnya. Sama-sama berbicara tentang “penuh”. Sama-sama menyinggung tentang pertumbuhan. Sama-sama berhubungan dengan Kristus.
Walaupun demikian, Paulus tampaknya membedakan keduanya. Dari sisi tata bahasa, masing-masing diletakkan dalam frasa yang berbeda (bdk. poin 1 dan 2 yang dijadikan satu frasa). Secara penekanan juga berbeda. Kepenuhan di dalam Kristus lebih mengarah pada keutamaan Kristus yang memenuhkan segala sesuatu. Dalam 1:23 Paulus menulis: “Jemaat yang adalah tubuh-Nya, yaitu kepenuhan Dia, yang memenuhi semua dan segala sesuatu”. Di 4:10 dikatakan bahwa Kristus telah naik ke tempat tertinggi “untuk memenuhkan segala sesuatu”.
Inti yang ingin disampaikan melalui frasa “tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan kepenuhan Kristus” adalah berbagi kemenangan dengan Kristus. Sama seperti Kristus telah mengalahkan segala kuasa dan memenuhkan segala sesuatu (1:20-23), demikian pula akhir dari perjalanan rohani gereja. Sebagaimana Kristus telah turun ke tempat yang paling dalam dan naik ke tempat yang paling tinggi untuk memenuhkan semua itu (2:8-10), demikian pula gereja akan aman saja bersama dengan Dia. Bahaya memang selalu menghadang, tetapi kemenangan sudah ada di tangan. Kemenangan kita bersama DIA jauh lebih pasti daripada kejatuhan kita ke dalam dosa. Kita bisa saja jatuh terkapar, tetapi Tuhan akan selalu menguatkan kita untuk melanjutkan perjalanan.
Pentingnya pertumbuhan rohani (ayat 14)
Ayat ini dimulai dengan “sehingga” (hina). Kata sambung ini bisa menyiratkan tujuan (RSV/ESV “so that”) atau hasil (NASB “as a result”). Manapun yang dipilih, maknanya tidak jauh berbeda. Ayat 13 akan menghasilkan ayat 14. Pertumbuhan rohani yang sehat akan melindungi gereja dari ajaran sesat. Hanya melalui pertumbuhan, gereja dihindarkan dari kejatuhan. Stagnasi bukan stabilitas. Stagnasi seharusnya dipandang sebagai alarm sebelum bahaya datang. Jadi, pertumbuhan bukanlah pilihan, melainkan keharusan.
Bahaya kesesatan cukup menakutkan. Paulus memilih menggambarkan situasinya dengan badai di tengah laut (ayat 14a). Begitu kuatnya angin kesesatan sehingga dia mampu mengombang-ambingkan perahu ke sana kemari membawa perahu itu mengikuti arahnya. Begitulah tingkat bahaya dari ajaran sesat.
Salah satu faktor yang membuat kesesatan begitu berbahaya adalah kelicikan dari para pengajarnya (ayat 14b). Paulus menggunakan tiga kata yang artinya hampir sama untuk menggambarkan kelicikan ini: kybeia, panourgia dan methodeia (NIV “by the cunning and craftiness of men in their deceitful scheming”). Ketiganya mengandung unsur kepandaian yang licik. Penggunaan tiga kata sekaligus di ayat ini menyiratkan penegasan: gereja tidak boleh meremehkan bahaya kesesatan.
Persoalannya, ajaran sesat datang dan pergi. Selalu berganti-ganti. Gereja tidak akan memiliki waktu untuk menguraikan setiap kesesatan yang ada. Yang perlu dilakukan adalah menyediakan sarana pertumbuhan rohani yang sejati. Dengan petumbuhan yang utuh dan menyeluruh, gereja akan mampu mendeteksi kesesatan dan kelicikan. Soli Deo Gloria.