Apakah Pelayanan Boleh Bersifat Profit?

Posted on 12/07/2020 | In Teaching | Ditulis oleh Pdt. Yakub Tri Handoko | Leave a comment

https://i0.wp.com/rec.or.id/images/article/Apakah-Pelayanan-Boleh-Bersifat-Profit.jpg Apakah Pelayanan Boleh Bersifat Profit?

Tidak sedikit orang Kristen yang dengan gampang mengatakan: “Pelayanan koq mengambil untung?” Yang dimaksud di sini adalah keuntungan finansial. Mungkin banyak orang Kristen akan setuju bahwa semua pelayanan seharusnya bersifat nirlaba (non-profit). “Pelayanan itu untuk kemuliaan Tuhan, bukan keuntungan manusia,” begitu kira-kira keyakinan mereka.

Apakah pendapat di atas dapat dibenarkan? Tergantung dari apa yang dimaksudkan. Jika yang dimaksudkan adalah motivasi, kalimat di atas memang benar. Motiivasi pelayanan adalah kemuliaan Tuhan, bukan keuntungan. Bisa dipakai oleh Tuhan saja sudah merupakan sebuah anugerah. Sangat tidak pantas apabila kita mengharapkan (bahkan menuntut) upah dari pelayanan yang kita lakukan. Keuntungan finansial tidak boleh menjado dorongan maupun tujuan dalam pelayanan.

Walaupun demikian, kita perlu berhati-hati dengan pernyataan-pernyataan seperti di atas. Pertama, profit berbeda dengan profit-oriented. Pelayanan bersifat profit berarti memandang profit sebagai salah satu akibat yang mungkin muncul dalam pelayanan. Pelayanan berorientasi pada profit berarti menggunakan pelayanan sebagai sarana untuk meraup keuntungan. Yang pertama menjadikan profit sebagai bonus, yang kedua sebagai fokus.

Kedua, dilema palsu antara keuntungan dan kemuliaan Tuhan. Dua hal ini tidak harus selalu dikontraskan seolah-olah keduanya adalah musuh bebuyutan. Apakah profit pada dirinya sendiri keliru? Jelas tidak! Uang itu netral. Uang bisa mendatangkan hal-hal yang bermanfaat maupun yang mudarat. Jika profit pada dirinya dianggap salah, maka semua pelayanan harus menghindari dan menolak semua hal yang mungkin bisa mendatangkan keuntungan. Sebagai contoh, donasi yang besar harus ditolak, apalagi jika melebihi biaya operasional dalam pelayanan. Tentu saja tidak ada orang yang akan melakukan itu, bukan?

Ketiga, baik atau tidaknya keuntungan ditentukan oleh motivasi, cara, dan tujuan seseorang mendapatkan keuntungan itu. Alkitab sendiri mengajarkan bahwa uang merupakan salah satu sarana untuk memuliakan Allah (Ams. 3:9). Tuhan Yesus juga menerima bantuan finansial dari orang-orang kaya (Luk. 8:1-3). Paulus tidak menampik bahwa para pelayan memerlukan dan berhak diberikan tunjangan finansial (1Kor. 9:1-14). Para rasul menerima persembahan uang yang banyak dari penjualan tanah dan rumah yang dilakukan oleh jemaat mula-mula (Kis. 4:37).

Selama motivasi menggalang bantuan bukan untuk meraup keuntungan – apalagi untuk kepentingan dan kenyamanan diri sendiri – pelayanan boleh memikirkan untuk menaikkan pemasukan. Cara yang ditempuh juga harus benar. Jangan memaksa orangm apalagi mengintimidasi mereka dengan kebenaran-kebenaran Alkitab yang dibelokkan. Jangan memberi dorongan yang duniawi seperti kekayaan, kesembuhan, dan kesuksesan. Didik mereka untuk memberi sesuai dengan ajaran firman Tuhan. Keuntungan yang dihasilkan juga harus dipergunakan untuk tujuan yang benar. Pelayanan akan sulit berkembang apabila terus-menerus mengalami kerugian. Dengan keuntungan yang ada, pelayanan justru bisa lebih dikembangkan: penambahan dan pengembangan staf, penambahan dan peremajaan alat, dsb. Uang bukan penentu keberhasilan, tapi uang bisa menjadi salah satu sarana perkembangan. Soli Deo Gloria.

https://i0.wp.com/rec.or.id/wp-content/uploads/2020/12/logo.png logo writter

Pdt. Yakub Tri Handoko

Reformed Exodus Community