Elia tetap tinggal menumpang di rumah janda Sarfat, menunggu perintah Tuhan selanjutnya kepadanya. Dan selama dia menumpang di rumah janda itu, I Raja 17 tidak memberikan laporan apa-apa tentang reaksi orang-orang sekitar tentang keberadaannya yang tinggal menumpang di rumah seorang janda. Bagaimanapun, seharusnya hal itu akan menjadi masalah besar untuk konteks dunia saat itu. Namun Alkitab tidak menyebutkan sama sekali indikasi ke arah sana.
Pastinya, keberadaan Elia yang menumpang di rumah janda Sarfat itu membawa perubahan. Setidaknya, dari cara janda Sarfat menyapa Elia selanjutnya ‘abdi Allah’ (ay. 18) mengisyaratkan adanya komunikasi atau hubungan yang baik di antara mereka. Mungkin Elia telah menceritakan kepada janda Sarfat tentang misi yang dibebankan Allah kepadanya.
Jika pada awal-awalnya, yang menjadi tokoh utama adalah Elia dan janda Sarfat, pada bagian terakhir anak lelaki janda Sarfat yang hanya disebutkan eksistensinya di ay, 12, kali muncul sebagai tokoh yang berperan dalam kisah ini. Anak lelaki janda Sarfat itu juga muncul tanpa identitas (nama, usia, penampilan fisik, dll). Pastinya anak ini masih kecil karena pada ay. 19 digambarkan bahwa anak yang mati itu berada di pangkuan ibunya dan setelah Elia mengambilnya dari pangkuan janda Sarfat itu, Elia membawa anak itu ke lantai dua rumah itu. Anak ini tampil sangat pasif dlm kisah ini namun kepasifannya itu justru telah menjadi sarana u/ pemberitaan misi.
Kematian anak janda Sarfat itu telah meneguhkan dua hal. Pertama, lewat kebangkitan kembali anak janda Sarfat yang telah mati melalui permohonan Elia kepada Tuhan (ay. 20-21), janda itu diyakinkan bahwa Elia adalah benar seorang abdi (utusan/nabi) Allah. Dalam pikiran janda Sarfat itu, kematian anaknya dengan kedatangan Elia menumpang di rumahnya memiliki keterkaitan, yaitu anaknya mati akibat dosanya yang diketahui oleh Elia (ay. 18). Hal itu tidaklah mengherankan karena memang hukum sebab akibat, hukum tabur tuai sangat mempengaruhi kehidupan orang kuno saat itu, bukan hanya orang Israel. Mendengar “tuduhan” janda Sarfat itu Elia tidak serta merta memarahinya; justru dia meminta anak lelaki janda Sarfat itu dan membawanya ke atas loteng. Dengan doanya yang sederhana, Allah mengabulkan doa Elia. Anak lelaki janda sarfat itu bangkit kembali dari kematiannya. Kondisi ini sangat mencengangkan janda Sarfat sehingga pada ay. 24 dia berkata , “sekarang aku tahu…bahwa engkau abdi Allah.” Rupanya apa yang mungkin disampaikan dan dilakukan Elia terhadap janda Sarfat itu hanya memberi sedikit dampak untuk janda Sarfat untuk percaya bahwa Elia adalah nabi Allah. Kedua, kebangkitan kembali anak janda Sarfat mengkorfimasi bahwa Allah adalah benar. Ucapan teriakan sukacita janda Sarfat ketika melihat anak lelakinya bangkit kembali menegaskan kepadanya bahwa Allah Israel (Yahweh) itu benar sehingga ucapan (firmn)Nya juga pastilah benar. Ucapan yang keluar dari mulut seorang wanita Zidon, bukan orang Israel, bukan umat pilihan Allah, memberi pelajaran tentang mujizat itu diperlukan hanya bagi orang yang tidak percaya. Sebenarnya dari cara pemeliharaan Allah terhadap janda Sarfat, anaknya serta nabi Elia melalui ‘Tepung dalam tempayan itu tidak habis dan minyak dalam buli-buli itu tidak berkurang’ (ay. 16) itu sudah saya cukup untuk meyakini bahwa allah Israel itu benar. Rupanya hal itu tidak cukup untuk meyakinkan janda Sarfat tentang pengenalan akan Alah Israel. Oleh karena itu Tuhan memberikan tantangan baru, yaitu kematian anak lelakinya, untuk menegaskan kebenaran Allah Israel. Dan benar saja, setelah Elia berdoa kepada Tuhan dan Tuhan menghidupakn kembali anak lelaki janda Sarfat, janda Sarfat baru mengakui bahwa “firman Tuhan yang diucapkan Elis adalah benar”(ay. 24).
Dengan pengakuan janda Sarfat itu kemungkinan penyebaran misi karya Allah Israel bagi orang non Israel akan lebih cepat disebarluaskan. Dan dalam hal ini Allah memakai jansa Sarfat sebagai alat di tangan-Nya!!! AMIN