Mengapa Daniel Menolak Makanan Raja Babel? Berbagai Alternatif Penafsiran Mayoritas (Bagian 3)

Posted on 07/06/2020 | In Do You Know ? | Ditulis oleh Ev. Nike Pamela | Leave a comment

https://i0.wp.com/rec.or.id/images/article/mengapa-daniel-menolak-makanan-raja-babel.jpg Mengapa Daniel Menolak Makanan Raja Babel? Berbagai Alternatif Penafsiran Mayoritas (Bagian 3)

(Lanjutan tgl 31 Mei 2020)                 

Kedua, jika melihat penjelasan di atas bahwa Daniel dan kawan-kawannya bukanlah menghindari makanan daging atau minuman anggur, maka yang dapat disimpulkan adalah mereka melakukan itu karena daging dan anggur tersebut dikatakan merupakan sesuatu yang ditetapkan raja dan merupakan jenis makanan dan minuman yang sama seperti yang biasa dimakan raja (1:5). Apa yang salah dengan tindakan menyantap makanan dan minuman yang merupakan bagian dari santapan raja? Bukankah itu justru membanggakan bisa makan sehidangan dengan seorang raja? Salah satu ide kuncinya terletak pada alasan Daniel menolaknya, yaitu Daniel tidak mau menajiskan diri dan alasan ini diterima baik oleh pemimpin pegawai istana (ay. 8). Penafsiran terhadap alasan ‘najis’ inilah yang menyebabkan kemunculan penafsiran mayoritas pertama dan kedua. Kata yang dipakai adalah ga’al dalam bentuk hitpael imperfect negatif yang artinya ‘tidak mau membuat/menyebabkan diri sendiri menjadi najis’ (to defile oneself). Sebenarnya  hanya dengan mempelajari kemunculan kata ga’al tidak akan memberi jawaban. PL menggunakan beberapa kata lain yang juga berarti ‘najis’, misalnya kata tama’ (muncul sebanyak 155 kali dengan semua variasinya) dan halal (muncul  sebanyak 136 kali dengan segala variasinya). Kata ga’al sendiri hanya muncul sebanyak 11 kali di PL. Sayangnya, banyaknya variasi kata Ibrani untuk defilement atau kenajisan ini tidak menjadi jaminan adanya batasan arti yang jelas antara ketiganya.  Kadang artinya bisa dipakai bergantian. Intinya adalah kenajisan yang dimaksud adalah bahwa dengan makan dan minum hidangan raja Babel, Daniel dan kawan-kawannya akan berubah status dari kondisi tidak najis, justru akan berada dalam posisi najis.

 

SOLUSI JAWABAN

Ketika akhirnya konteks Daniel 1 tidak dapat memberikan informasi secara langsung tentang alasan sebenarnya di balik dalih ‘penajisan diri’, maka kita harus mempelajari keseluruhan kitab Daniel secara lebih meluas. 

  1. Kitab Daniel dituliskan dalam konteks Daniel dan kawan-kawannya orang Yehuda dibuang ke pembuangan di Babel. Penulis kitab Daniel menggambarkan secara tidak langsung bahwa pembuangan ke Babel ini bukan hanya bernuansa politis tapi juga religius (Dan. 1:1-2). Perhatikan kontras kemunculan beberapa hal berikut:
  • 2 nama raja, yaitu Yoyakim (raja Yehuda) dan Nebukadnezar (raja Babel)
  • 2 nama tempat, yaitu Yerusalem (identik dengan kerajaan Israel dan Yehuda) dan Sinear (identik dengan Babel; bdg. Kej 11:2,9)
  • 2 nama bayit elohim (rumah atau tempat tinggal allah) : rumah Allah (dalam arti Bait Allah di Yerusalem) dan rumah allah/dewa Babel

Secara politis, Daniel dan para orang Yehuda lainnya tetap tidak dapat melepaskan diri dari status sebagai tawanan pembuangan. Sebagai tawanan di Babel, mereka tetap harus mengikuti peraturan-peraturan kerajaan Babel. Secara religius, mereka pun tidaklah dalam posisi membanggakan sebagai para pengikut atau penyembah Allah Israel. Dalam dunia kuno, ketika dewa sebuah negara berhasil dianbil atau dirusak oleh negara lain, maka dewa tersebut dianggap kalah atau dikalahkan oleh dewa lain itu. Begitulah yang terjadi pada bangsa Yehuda di gambaran kitab Daniel. Peralatan-peralatan Bait Allah di Yerusalem diambil alih  oleh orang-orang Babel dan diletakkan di rumah dewa-dewa Babel. Dalam anggapan orang kuno saat itu, hal ini berarti bahwa Allah bangsa Yehuda telah dikalahkan oleh allah-allah bangsa Babel.

Bersambung…………

https://i0.wp.com/rec.or.id/wp-content/uploads/2020/12/logo.png logo writter

Ev. Nike Pamela

Reformed Exodus Community