(Lanjutan tgl 10 Mei 2020)
Apakah yang dimaksud Daniel dengan ‘dia tidak mau menajiskan (ga’al) dirinya’ di ay. 8? Sebelum menjawabnya, ada hal menarik yang perlu dipahami dari tindakan Daniel yang hendak ‘menajiskan diri’ dari makanan raja Babel. Mengapa? Intinya adalah untuk kasus makan makanan raja, dia tidak memberikan ruang toleransi terhadap sikapnya ini. Tetapi ada beberapa tindakan orang Babel terhadap dirinya yang tetap dia toleransi. Setidaknya tercatat ada 2 tindakan orang Babel yang dia berikan ruang toleransi. Pertama, Daniel tidak menolak ketika dia harus ‘disekolahkan’ untuk mempelajari tulisan dan bahasa orang Kasdim (1:4). Kedua, Daniel tidak keberatan dengan nama barunya : Beltsazar (1:7). Nama Beltsazar berarti ‘the prince of Bel’ sedangkan Bel adalah nama dewa raja Babel (4:8). Mungkin ada yang mempertanyakan apakah toleransi Daniel dan kawan-kawannya itu karena terpaksa atau karena ketakutan akan hukuman dari raja Babel (bdg. adanya hukuman perapian, gua singa yang muncul di kitab Damiel)? Seandainya pun mereka terpaksa atau takut pada hukuman raja, bukankah hal itu akan juga berlaku pada kasus makan dan minum hidangan raja? (Mungkin pemikiran toleransi Daniel ini akan dapat dibahas di artikel lainnya). Kenyataannya, Daniel justru menolak makanan dan minuman hidangan raja.
Jika melihat 2 aspek toleransi yang dilakukan Daniel pada ketentuan orang Babel di atas, mungkin kita akan semakin bertanya-tanya, mengapa hanya makanan raja yang dia tolak untuk dia kompromikan? Beberapa kisah orang Israel lain yang sempat tinggal di tanah pembuangan Babel dan Persia, seperti raja Yoyakhin, Ester dan Nehemia, tidak menolak untuk makan makanan raja. Bahkan secara jelas dituliskan tentang hal itu pada kisah raja Yehuda, Yoyakhin:
Kemudian dalam tahun ketiga puluh tujuh sesudah Yoyakhin, raja Yehuda dibuang, dalam bulan yang kedua belas, pada tanggal dua puluh tujuh bulan itu, maka Ewil-Merodakh, raja Babel, dalam tahun ia menjadi raja, menunjukkan belas kasihannya kepada Yoyakhin, raja Yehuda, dengan melepaskannya dari penjara. Ewil-Merodakh berbicara baik-baik dengan dia dan memberi kedudukan kepadanya lebih tinggi dari pada kedudukan raja-raja yang bersama-sama dengan dia di Babel; ia boleh mengganti pakaian penjaranya dan boleh selalu makan roti di hadapan raja selama hidupnya. Dan tentang belanjanya, raja selalu memberikannya kepadanya, sekadar yang perlu tiap-tiap hari, selama hidupnya (2 Raja 25:27-30)
Intoleransi yang dilakukan Daniel ini akan semakin mencolok jika Alkitab menuliskan ‘Daniel berketetapan untuk tidak menajiskan dirinya dengan santapan raja dan dengan anggur yang biasa diminum raja (1:8)’. Kata Ibrani untuk kata berketetapan berarti Daniel telah mempersiapkan hatinya (set or mind the heart) atau dengan kata lain ‘bertekad’. Tekad ini semakin nampak karena hal itu dilakukannya bersama dengan teman-temannya, entah itu hanya bersama dengan Hananya, Misael dan Azarya, atau melibatkan orang Yahudi lainnya.
Bersambung…………