Di antara dua pandangan ini, yang pertama lebih menjanjikan. Kata kerja perfek memang biasanya digunakan untuk tindakan yang sudah dilakukan. Tense ini bisa dipakai dalam kalimat pengandaian seandainya ada dukungan konteks yang jelas. Tense perfek bahkan kadangkala digunakan untuk tindakan futuristik, namun hal ini biasanya ditemukan pada kalimat nubuat untuk menekankan kepastian dan kesegeraan dari hal itu. Selama tidak ada petunjuk yang jelas dari konteks, lebih bijaksana jika kita mengikuti makna umum yang terkandung dalam tense perfek.
Di samping itu, jika kita menerima perkataan Lamekh sebagai paralelisme sintesis (baris 1 sama dengan baris 2), maka kita seharusnya memahami laki-laki (’îš) dan seorang muda (yeled) sebagai sinonim. Ini berarti bahwa Lamekh sedang membicarakan orang yang sama. Kata yeled sendiri memang bisa merujuk pada anak laki-laki (21:8; 2 Sam 12:15), remaja (21:16), laki-laki yang sudah menikah (Rut 1:5; 1 Raj 12:8) atau berusia 40-an tahun (1 Raj 14:21), sehingga kata ini menjadi sinonim yang tepat untuk ’îš. Kesejajaran dan keterkaitan antara “melukai” dan “memukul sampai bengkak” (Kel 21:25; Ams 20:30) juga memperkuat dugaan bahwa ’îš dan yeled adalah sinonim.
Perkataan Lamekh di 4:23-24 mengungkapkan banyak sisi jahat dalam diri Lamekh. Pertama,
perlindungan Allah untuk Kain di 4:15 dipahami Lamekh sebagai bentuk kehormatan untuk Kain, bukan anugerah Allah. Konsep yang keliru ini mendorong dia menempatkan diri lebih baik dan terhormat daripada Kain. Seandainya ia menyadari bahwa perlindungan ilahi di 4:15 adalah anugerah, maka ia pasti tidak akan menuntut yang lebih. Kedua, kalau Kain masih menyadari kelemahan dan kebutuhannya terhadap perlindungan Tuhan (4:13-14), Lamekh memilih untuk bersandar pada kekuatannya sendiri. Ia bukan hanya tidak membutuhkan perlindungan ilahi, tetapi ia juga mengambil hak prerogatif Allah dalam melakukan pembalasan (4:15; Ibr 10:30). Ketiga, kalau perlindungan yang diberikan Allah kepada Kain bertujuan untuk mencegah pembunuhan manusia secara sembarangan (9:5-6), Lamekh justru melakukan pembunuhan tanpa merasa bersalah sedikit pun. Keempat, perkataan kasar yang diucapkan kepada dua isterinya seakan-akan menjadi peneguhan bahwa suami akan berkuasa atas isteri (3:16) dengan upaya sendiri yang melibatkan kekerasan.