Jika kita bertanya kepada 100 orang Kristen “untuk siapa Kristus mati di atas kayu salib?”, maka lebih dari 90% di antara mereka mungkin akan menjawab “untuk semua orang”. Jawaban seperti ini memang sangat bisa dimengerti. Beberapa ayat Alkitab “secara eksplisit” tampak mendukung ide penebusan universal (Yoh 1:29; 3:16; 4:42; 2Kor 5:14; Ibr 2:9; 1Yoh 2:2, dan masih banyak teks lain). Berbagai kotbah pekabaran injil pun memberitakan kematian Kristus untuk semua orang berdosa.
Di kalangan orang yang menyebut diri Reformed tapi tidak menerima semua pokok dalam TULIP, poin “L” (Limited Atonement) merupakan salah satu yang sering ditolak selain “I” (Irresistible Grace). Mereka berpendapat bahwa konsep penebusan terbatas bukanlah sesuatu yang harus ada dalam sistem teologi Calvinis. Bagi mereka konsep ini hanya merupakan kebutuhan logis (logical necessity) yang tidak didukung oleh ajaran Alkitab yang jelas.
Dua pandangan di atas jelas tidak dapat dibenarkan. Mereka yang memegang pandangan tersebut kemungkinan besar tidak memahami dengan benar apa yang dimaksud dengan penebusan terbatas. Mereka juga tidak memahami melimpahnya ajaran Alkitab tentang konsep ini, baik ajaran yang eksplisit maupun implisit. Dalam pembahasan selanjutnya akan terlihat bahwa doktrin ini merupakan “penegasan sentral dari injil” (J. I. Packer).
Pengertian penebusan terbatas
Doktrin ini dirumuskan untuk meresponi pandangan Armenian yang mengajarkan bahwa kurban Kristus di atas kayu salib adalah untuk semua manusia dan setiap individu tanpa perbedaan dan perkecualian. Walaupun apa yang yang dilakukan Kristus di kayu salib ditujukan untuk semua orang tetapi tidak semua orang dapat menikmati penebusan. Hanya orang-orang tertentu yang beriman kepada Kristus yang dapat menerima penebusan. Dengan kata lain, meminjam istilah Edwin Palmer (Lima Pokok Calvinisme, 65), mereka membedakan antara apa yang Yesus lakukan (mati bagi semua orang) dan apa yang Kristus capai (tidak semua orang diselamatkan).
Terhadap pandangan Armenian di atas, orang-orang Reformed menegaskan bahwa penebusan Kristus ditujukan hanya bagi orang-orang yang sudah dipilih sejak kekekalan. WCF III.6 menyatakan, “...karena itu mereka yang dipilih...ditebus dalam Kristus, dipanggil kepada iman secara efektual...dibenarkan, diangkat menjadi anak, dikuduskan dan dipelihara oleh kuasa-Nya melalui iman menuju keselamatan. Tidak ada yang lain yang ditebus oleh Kristus, dipanggil secara efektual, dibenarkan, diangkat menjadi anak, dikuduskan dan diselamatkan kecuali orang-orang pilihan saja”.
Dari pernyataan di atas terlihat bahwa yang dimaksud dengan “terbatas” bukanlah nilai atau kuasa penebusan Kristus. Nilai atau kuasa penebusan ditentukan oleh dan diukur berdasarkan keagungan Pribadi yang mengadakan penebusan. Karena Kristus menderita sebagai Allah-manusia, maka nilai penebusan-Nya bersifat tidak terbatas. Alkitab secara jelas mengajarkan bahwa yang disalibkan adalah “Tuhan kemuliaan” (1Kor 2:8) dan “pangeran kehidupan” (Kis 3:15, kontra LAI:TB “Pemimpin kepada kehidupan”). Allah menebus gereja dengan darah-Nya sendiri (Kis 20:28, kontra LAI:TB “darah Anak-Nya”). Berdasarkan hal ini penebusan Kristus sebenarnya bernilai tanpa batas dan dapat menyelamatkan setiap manusia jika hal itu memang adalah rencana Allah. Kenyataannya, Allah tidak merencanakan untuk menyelamatkan semua orang, sehingga penebusan itu tidak berlaku untuk semua orang. Jadi, “terbatas” di sini hanya dalam arti cakupan tujuan atau aplikasi dari penebusan tersebut, yaitu dibatasi pada orang-orang yang sudah dipilih. Istilah populer yang dipakai untuk menjelaskan ini adalah “penebusan Kristus cukup (sufficient) untuk semua orang, tetapi efektif (efficient) hanya bagi orang-orang pilihan”.
Kita tidak boleh memiliki pemikiran yang salah tentang doktrin ini dengan menyatakan bahwa penebusan Kristus yang nilainya tidak terbatas di atas merupakan tindakan yang berlebihan karena jumlah yang ditebus ternyata tidak banyak. Besar-kecilnya penebusan Kristus tidak ditentukan oleh jumlah yang Dia tebus. Walaupun jumlah orang yang ditebus ternyata hanya satu orang, penebusan yang nilainya tidak terbatas tetap diperlukan, karena manusia telah memberontak terhadap Pribadi yang tidak terbatas, maka penebusan untuk mendamaikan kedua pihak juga harus tidak terbatas nilainya (Boettner, Reformed Doctrine of Predestination, 151-152). Ilustrasi yang tepat untuk menggambarkan hal ini adalah sinar matahari. Matahari tetap akan memancarkan sinarnya secara penuh, terlepas dari jumlah tanaman yang memerlukan sinar tersebut.
Perbandingan antara konsep Reformed dan Armenian tentang penebusan Kristus menunjukkan bahwa kedua aliran ini sama-sama menerima penebusan yang terbatas, tetapi mereka berbeda tentang aspek keterbatasan tersebut. Pihak Reformed membatasi cakupan penebusan (tidak untuk semua orang), sedangkan Armenian membatasi kuasa penebusan (penebusan Kristus pada dirinya sendri secara aktual tidak menyelamatkan). Pembatasan versi Reformed bersifat kuantitatif, sedangkan Armenian bersifat kualitatif. Ibarat sebuah jembatan, versi Reformed adalah jembatan sempit yang menyebrangi sebuah sungai sampai pada ujungnya, sedangkan versi Armenian seperti jembatan yang luas namun tidak mencapai seberang sungai (Boettner, Reformed Doctrine of Predestination153).
Argumen yang mendukung penebusan terbatas
Untuk memudahkan pemahaman, argumen yang mendukung penebusan terbatas dibagi menjadi empat bagian: teks-teks Alkitab yang secara eksplisit mengajarkan doktrin ini, konsep penebusan Kristus secara umum dalam Alkitab, inferensi logis dari doktrin-doktrin lain dan kelemahan mendasar pandangan Armenian. Kita akan menyelidiki masing-masing argumen secara lebih detil.
Teks-teks Alkitab yang eksplisit
Alkitab secara jelas mengajarkan cakupan penebusan Kristus yang bersifat terbatas. Kristus datang untuk menyelamatkan orang-orang yang diberikan Bapa kepada-Nya (Yoh 6:37-40). Kristus mati bukan untuk semua orang tetapi “umat-Nya” (Mzm 74:2; Luk 1:68; Mat 1:21; Tit 2:14; Ibr 2:17), “domba-domba-Nya” (Yoh 10:15), “sahabat-sahabat-Nya” (Yoh 15:13), “jemaat/gereja-Nya” (Kis 20:28; Why 5:9), “mempelai wanita-Nya” (Ef 5:25). Allah menyerahkan AnakNya yang tunggal bagi kita (Rom 8:32), yaitu orang-orang yang dipilih oleh Allah (Rom 8:28, 29-30, 33).
Dari deretan teks di atas, Efesus 5:25 mungkin memberikan gambaran yang paling jelas. Dalam teks ini pengorbanan Kristus kepada gereja-Nya ditampilkan dalam konteks pernikahan (relasi suami-istri). Jika menyerahkan diri-Nya bagi jemaat di ayat ini bersifat universal, maka nasehat Paulus dalam ayat ini akan menjadi kacau (karena suami harus berkorban bukan hanya bagi istrinya sendiri, tetapi bagi istri-istri orang lain juga). Dengan mempertimbangkan konteks dan ajaran monogami dalam Alkitab (1Tim 3:2, 12), kita harus memahami ungkapan “Kristus menyerahkan diri bagi jemaat” secara partikular. Dia hanya mati bagi jemaat-Nya, bukan orang-orang di luar itu.
Di samping pernyataan secara positif seperti di atas, Alkitab juga mencatat perkataan negatif yang menolak orang-orang tertentu sebagai objek penebusan. Setelah Yesus mengatakan bahwa Dia mati bagi domba-domba-Nya (Yoh 10:15), Dia selanjutnya dengan jelas menyatakan bahwa orang-orang Yahudi yang tidak percaya bukanlah domba-domba-Nya (Yoh 10:26). Ini menunjukkan bahwa Dia tidak mati bagi orang-orang tersebut. Yesus juga menyatakan bahwa Dia datang untuk memelihara orang-orang yang sudah diberikan Bapa kepada-Nya, sehingga tidak ada satu pun yang binasa kecuali yang memang sejak semula ditentukan untuk binasa (Yoh 17:6-7, 12; band. 6:64, 70-71). Di Yohanes 17:9 Yesus secara khusus menyatakan bahwa Dia tidak berdoa bagi dunia, melainkan bagi milik-Nya. Karena penebusan dan doa syafaat merupakan dua aktivitas keimaman yang tidak dapat dipisahkan, maka ayat ini mengajarkan bahwa Yesus tidak berkorban bagi dunia (R. B. Kuiper, For Whom Did Christ Die?, 64; Louis Berkhof, Vicarious Atonement Through Christ, 160; Charles Hodge, Systematic Theology, Vol. II, 553).
Konsep penebusan Kristus secara umum
Argumen yang mendukung penebusan terbatas dapat didasarkan pada tujuan kematian Kristus. Alkitab mencatat bahwa Kristus mati untuk mempersembahkan diri-Nya sebagai korban penghapus dosa menggantikan kita (1Kor 15:3; Ibr 9:28; 10:14), menjadi pendamaian bagi kita dengan memuaskan murka Allah yang adil (Rom 3:25; Ibr 2:17; 1Yoh 2:2; 4:10), mendamaikan umat-Nya dengan Allah (Rom 5:20; 2Kor 5:20) dan menebus kita dari kutuk hukum Taurat (Gal 3:13). Berdasarkan tujuan ini kita perlu bertanya apakah Kristus secara aktual (bukan sekedar secara teori) telah mencapai semua tujuan ini?
Jika jawaban atas pertanyaan di atas adalah “tidak”, maka hal ini jelas salah dan sangat merendahkan kuasa kematian Kristus. Jika “ya”, maka Kristus mati bukan untuk semua orang, karena bila Kristus mati bagi semua orang dan kematian-Nya secara aktual mencapai tujuan tersebut, setiap orang pasti akan diselamatkan (universalisme). Pada kenyataannya, tidak semua orang diselamatkan. Jika pengorbanan Kristus disebut sebagai “tebusan” (Mat 20:28; Mar 10:45), maka pada saat tebusan itu dibayarkan orang/benda yang ditebus secara otomatis akan bebas. Kenyataannya, Alkitab menyatakan bahwa mereka yang tidak menerima Kristus tidak ditebus dari kutuk Taurat. Seandainya kematian Kristus secara aktual menggantikan hukuman semua orang (penebusan tidak terbatas), mengapa Allah masih perlu menghukum orang yang hukumannya sudah ditanggung oleh Kristus?
Argumen lain didapat dari analogi konsep penebusan dalam Perjanjian Lama (Shedd, Dogmatic Theology, 748). Domba yang dipersembahkan oleh imam untuk pengampunan dosa hanya mewakili orang yang membawa domba tersebut, bukan semua orang. Ketika imam besar mempersembahkan korban untuk seluruh bangsa Israel, hal itu tetap bersifat terbatas (hanya untuk bangsa Israel). Penebusan yang dilakukan para imam tidak berlaku untuk semua orang di seluruh dunia.
Inferensi logis dari doktrin-doktrin lain
Argumen lain dibangun di atas inferensi logis dari doktrin-doktrin lain. Yang terutama adalah doktrin predestinasi. Jika ajaran Alkitab tentang predestinasi (ganda) diterima, maka kita juga harus menerima bahwa tidak ada seorang pun yang dapat diselamatkan di luar pilihan Allah. Mereka yang tidak dipilih pasti akan binasa. Jikalau mereka pasti binasa dan Allah mengetahui hal ini, maka Kristus tidak akan diutus Allah untuk mati bagi mereka yang binasa, karena tindakan itu akan sia-sia atau mubazir. Untuk apa Kristus mati untuk orang-orang yang sudah pasti binasa?
Deduksi di atas akan menjadi lebih jelas apabila dihubungkan dengan dasar pemilihan Allah, yaitu kasih. Dalam pembahasan sebelumnya kita telah melihat bahwa pemilihan tanpa syarat membuktikan bahwa Allah tidak memberikan kasih-Nya dengan cara dan kualitas yang sama kepada semua orang. Allah memilih untuk mengasihi sebagian orang (Dia menyelamatkan mereka) dan kurang mengasihi yang lain (Dia membiarkan mereka dalam kebinasaan). Dengan perspektif seperti ini, kita akan melihat beberapa teks yang menunjukkan bahwa objek kasih Allah adalah identik dengan objek penebusan Kristus atau – lebih spesifik lagi – kasih Allah merupakan alasan pendamaian Kristus. 1Yohanes 4:10 “Allah yang telah mengasihi kita dan yang telah mengutus Anak-Nya sebagai pendamaian bagi dosa-dosa kita”. Yang dimaksud “kita” di sini adalah mereka yang dosanya telah diampuni (2:12), mengalahkan yang jahat (2:13) dan menjadi anak-anak Allah (3:1-2). Roma 5:8 “Allah menunjukkan kasih-Nya kepada kita oleh karena Kristus telah mati untuk kita ketika kita masih berdosa”. Wahyu 1:5 “Dia yang mengasihi kita dan telah melepaskan kita dari dosa-dosa kita oleh darah-Nya”.
Kelemahan mendasar pandangan Armenian
Konsep Armenian tentang universalitas penebusan Kristus berkontradiksi dengan kedaulatan Allah. Jika Kristus diutus Allah dan kematian-Nya bertujuan untuk menyelamatkan semua orang tetapi kenyataannya tidak semuanya selamat, maka kita dapat menyimpulkan bahwa Alah tidak berkuasa atau tidak berkehendak merealisasikan rencana-Nya. Dua kemungkinan ini sama-sama bertentangan dengan ajaran Alkitab. Apa yang direncanakan Allah pasti akan terjadi (Ay 42:2). Allah juga tidak mungkin membuat rencana yang Dia sendiri tidak kehendaki.
Implikasi di atas tetap akan berlaku bahkan seandainya kita memegang konsep predestinasi Armenian yang didasarkan pada pra-pengetahuan Allah. Jika Allah sejak kekekalan sudah mengetahui siapa yang percaya dan menolak, mengapa Dia masih tetap mengirim Yesus Kristus untuk menebus dosa semua manusia yang Dia tahu dengan pasti bahwa sebagian dari mereka akan binasa? Kesulitan seperti ini akan dapat dihindari jika kita menerima konsep pemilihan tanpa syarat dan penebusan terbatas. Allah memang memilih sebagian orang untuk diselamatkan dan untuk merealisasikan itu Dia juga mengutus Kristus sebagai juru selamat.
Kelemahan lain dari pandangan Armenian terletak pada inkonsistensi. Jika dalam pikiran Allah kematian Kristus dapat dipisahkan dari tujuan aplikasinya, maka kita dapat mengatakan juga bahwa Kristus mati bagi semua manusia dan malaikat yang telah jatuh (Shedd, Dogmatic Theology, 747). Bukankah kematian-Nya bersifat tidak terbatas? Secara inkonsisten, implikasi logis seperti ini jelas akan ditolak oleh orang Armenian karena Alkitab mengajarkan bahwa Kristus hanya mati bagi manusia (Ibr 2:16).
Akhirnya, kita perlu merenungkan kesalahan dalam beberapa ilustrasi yang menggambarkan konsep penebusan Kristus versi Armennian. Orang Armenian mungkin akan menggunakan ilustrasi seperti ini: seorang narapidana yang dijatuhi putusan hukuman gantung menerima grasi dari presiden, tetapi dia menolak grasi tersebut dan memilih untuk mengadakan banding ke Mahkamah Agung. Akhirnya, nasibnya berujung pada tiang gantungan karena usaha bandingnya ditolak oleh pengadilan. Kelemahan dari ilustrasi ini terletak pada bentuk pengampunan yang diberikan. Pengampunan yang diberikan presiden dalam ilustrasi ini berbeda dengan pengampunan yang diberikan Kristus. Kristus sungguh-sungguh menggantikan hukuman orang berdosa. Jika ada orang yang menggantikan hukuman gantung tersebut, mengapa terhukum tersebut masih perlu dihukum lagi? Mungkinkah dua orang menanggung hukuman atas kesalahan yang dilakukan satu orang? Apakah ini adil?