Konsep penebusan terbatas mendapat serangan yang begitu gencar dari berbagai pihak, baik dari golongan Armenian maupun mereka yang menyebut diri sebagai Calvinis-sublapsarianis. Golongan yang terakhir ini memegang urutan logis karya penebusan Allah sebagai berikut: (1) ketetapan untuk menciptakan manusia; (2) ketetapan untuk mengijinkan kejatuhan ke dalam dosa; (3) ketetapan untuk menyediakan keselamatan yang cukup untuk semua orang; (4) ketetapan untuk menyelamatkan sebagian orang dan membiarkan yang lain dalam kebinasaan. Dari urutan ini terlihat bahwa sublapsarianisme sangat dekat dengan infralapsarianisme, hanya saja sublapsarianisme menerima penebusan yang bersifat universal. Teolog yang memegang pandangan sublapsarianisme adalah Agustinus H. Strong (Systematic Theology, 777-779) dan Millard J. Erickson (Christian Theology, 849-852).
Untuk memudahkan pemahaman, sanggahan terhadap doktrin penebusan terbatas akan dikelompokkan menjadi dua bagian. Yang pertama berhubungan dengan problem aplikasi dalam pekabaran injil dan yang kedua berhubungan dengan teks-teks Alkitab yang “secara eksplisit” mengajarkan penebusan universal. Sanggahan yang pertama sebenarnya tidak hanya berkaitan dengan poin penebusan terbatas, tetapi sanggahan tersebut paling relevan dibahas dalam kaitan dengan penebusan terbatas.
Aplikasi dalam pekabaran injil
Mereka yang menolak penebusan terbatas menganggap bahwa konsep ini sulit diaplikasikan dalam pekabaran injil. Dalam pekabaran injil orang Kristen biasanya memberitakan penebusan Kristus bagi semua orang dan selanjutnya menawarkan karya penebusan tersebut kepada siapa saja yang mau menerima. Seandainya penebusan itu hanya bagi orang pilihan, maka tawaran injil seperti itu tidak dapat dilakukan. Dengan kata lain, konsep penebusan terbatas dianggap bertentangan dengan penawaran injil yang sungguh-sungguh kepada semua orang. Jika konsep penebusan terbatas diterima, maka tawaran injil yang diberikan hanyalah sebuah basa-basi, bahkan kemunafikan.
Sanggahan di atas dapat dijawab melalui beberapa cara. Pertama, Alkitab memberikan contoh yang jelas bahwa suatu tawaran tetap bisa diberikan dengan sungguh-sungguh sekalipun tawaran itu pasti akan ditolak. Dalam Keluaran 3:18 Tuhan memerintahkan Musa dan para tua-tua Israel untuk meminta ijin kepada Firaun supaya mereka diijinkan pergi memberikan persembahan kepada Tuhan. Dalam ayat selanjutnya Tuhan sendiri mengatakan “Aku tahu bahwa raja Mesir tidak akan membiarkan kamu pergi kecuali kalau dipaksa dengan tangan yang kuat” (Kel 3:19). Dua ayat ini jelas tidak saling berkontradiksi (kalau berkontradiksi penulisnya pasti dengan mudah mendeteksi hal itu karena letak dua ayat tersebut berdekatan). Permohonan ijin kepada Firaun dilakukan dengan kesungguhan, meskipun hasilnya sudah dapat dipastikan sebelumnya.
Contoh Alkitab yang lain adalah tuntutan Tuhan Yesus supaya para pengikut-Nya menjadi sempurna sama seperti Bapa di surga adalah sempurna (Mat 5:48). Perintah ini secara teori memang bisa dicapai (orang percaya sudah dibenarkan, kuasa dosa dihancurkan dan mereka diberi bimbingan Roh Kudus), namun secara faktual tidak ada orang Kristen yang mampu mencapainya (1Yoh 1:8, 10). Apakah hal ini berarti bahwa Yesus tidak serius ketika memberikan perintah ini? Tidak! Perintah ini diberikan dengan penuh kesungguhan sekalipun hasilnya sudah dapat dipastikan akan terjadi tidak seperti yang diharapkan.
Contoh Alkitab berikutnya adalah pelayanan Yesaya dan Yehezkiel. Tuhan mengutus mereka untuk memberitakan tawaran pertobatan kepada bangsa Yehuda (Yes 1:18-19; Yeh 3:4), namun Tuhan juga memberitahu mereka bahwa bangsa Yehuda tidak akan mendengarkan pemberitaan mereka (Yes 6:9-13; Yeh 3:5-11). Situasi yang dihadapi Yesaya dan Yehezkiel mirip dengan yang dialami Yesus. Dia sudah tahu secara pasti bahwa orang-orang Yahudi akan memberikan respon negatif, tetapi hal itu tidak menyurutkan beban dan kasih-Nya kepada mereka (Mat 23:33-37).
Kedua, dalam kehidupan sehari-hari kita beberapa kali (sering) memberikan tawaran yang sungguh-sungguh kepada orang lain walaupun kita sudah dapat menebak respon negatif yang akan kita terima. Boettner (Reformed Doctrine, 283) memberikan contoh tentang tawaran perdamaian dari seorang jendral kepada para pemberontak yang berhasil dia kalahkan. Sang jendral sungguh-sungguh memberikan tawaran perdamaian dan jaminan keamanan bagi para pemberontak yang mau menyerahkan senjata dan diri mereka secara sukarela. Dalam banyak kasus tawaran seperti ini biasanya ditolak (mungkin karena para pemberontak merasa malu, takut diperlakukan secara tidak baik atau masih memendam asa untuk merealisasikan perjuangan mereka), namun hal ini tidak berarti bahwa tawaran tersebut diberikan hanya sebagai basa-basi.
Ketiga, pemilihan Allah merupakan misteri bagi para pekabar injil. Mereka hanya mengetahui indikasi ke arah itu berdasarkan respon orang-orang terhadap injil yang mereka beritakan. Ketika memberitakan injil, mereka belum tahu siapa yang dipilih dan siapa yang tidak. Berdasarkan hal ini mereka tetap dengan sungguh-sungguh menawarkan injil kepada semua pendengarnya dengan harapan bahwa mereka semua atau sebagian dari mereka yang mendengarkan injil tersebut adalah orang-orang yang dipilih.
Keempat, semua orang – baik orang pilihan maupun tidak – tetap perlu mendengarkan berita injil. Bagi orang-orang pilihan, berita ini menjadi instrumen yang dipakai Allah untuk merealisasikan pilihan-Nya (Rom 10:13-17). Bagi yang tidak dipilih, berita injil akan menjadi pembenaran bagi penghakiman mereka. Mereka yang binasa tanpa mendengar berita injil akan mengalami hukuman yang lebih ringan dibandingkan dengan mereka yang mendapat kesempatan untuk mendengarkan injil namun tetap menolaknya (Mat 11:21-24//Luk 10:13-15). Dengan pemikiran seperti ini, berita injil (Kristus mati bagi orang berdosa) tetap perlu diberitakan dengan sungguh-sungguh, karena berita ini tidak akan kembali dengan sia-sia (Yes 55:11).
Teks-teks Alkitab yang tampaknya mengajarkan penebusan universal
Sanggahan paling serius terhadap penebusan terbatas adalah teks-teks tertentu yang sekilas berkontradiksi dengan doktrin ini. Untuk memudahkan pemahaman, teks-teks tersebut dapat dikelompokkan menjadi tiga bagian (Erikson, Christian Theology, 846-848). Pertama, teks yang mengajarkan penebusan universal. Yohanes Pembaptis menyebut Yesus sebagai “Anak Domba Allah yang menghapus dosa dunia” (Yoh 1:29). Allah mengasihi dunia sehingga Dia memberikan Anak-Nya yang tunggal (Yoh 3:16). Kristus mati bagi semua orang (2Kor 5:14-15; Ibr 2:9). Dia adalah juru selamat dunia (1Yoh 4:14).. Yesaya 53:6 “...masing-masing kita mengambil jalannya sendiri, tetapi TUHAN telah menimpakan kepadanya kejahatan kita sekalian”. Yesus mati sebagai tebusan bukan hanya untuk banyak orang (Mat 20:28) tetapi semua orang (1Tim 2:6). Beberapa ayat bahkan secara eksplisit menyebutkan bahwa kematian Kristus bukan hanya bagi orang percaya, tetapi bagi seluruh dunia (1Tim 4:10; 1Yoh 2:1-2).
Kelompok kedua adalah teks-teks yang mengindikasikan bahwa berita injil harus disampaikan secara universal. Injil harus diberitakan kepada semua bangsa (Mat 24:14; 28:19-20) atau sampai ke ujung bumi (Kis 1:8). Allah memerintahkan semua orang di segala tempat untuk bertobat (Kis 17:30). Kasih karunia Allah yang membawa keselamatan telah dinyatakan kepada semua orang (Tit 2:11).
Kelompok teks yang ketiga adalah teks-teks yang menyiratkan bahwa Kristus mati bagi orang yang akan binasa. Roma 14:15 “...janganlah engkau membinasakan saudaramu karena makanan, karena Kristus telah mati bagi dia”. Pernyataan yang hampir sama dapat ditemukan dalam 1Korintus 8:11 “dengan jalan demikian orang yang lemah, yaitu saudaramu yang untuknya Kristus telah mati, menjadi binasa karena pengetahuanmu itu”. Ibrani 10:29 “Betapa lebih beratnya hukuman yang harus dijatuhkan atas dia, yang menginjak-injak Anak Allah, yang menganggap najis darah perjanjian yang menguduskannya, dan yang menghina Roh kasih karunia?”. 2Petrus 2:1 “...mereka akan menyangkal Penguasa yang telah menebus mereka dan dengan jalan demikian segera mendatangkan kebinasaan atas diri mereka”
Apakah semua sanggahan di atas cukup meyakinkan? Bagaimana kita meresponi semua sanggahan di atas? Jawaban yang memuaskan harus melalui penyelidikan eksegetis yang mendalam terhadap semua teks di atas, namun hal ini tidak mungkin dilakukan sekarang dengan beberapa pertimbangan:
- Pembahasan detil setiap teks akan membutuhkan waktu pembahasan yang sangat panjang.
- Beberapa teks tersebut memiliki inti sanggahan dan solusi yang sama, sehingga tidak membutuhkan pembahasan khusus yang berbeda untuk setiap ayat.
- Khusus untuk kelompok teks yang ketiga, kita akan membahasnya pada bagian ketekunan orang-orang kudus (perseverance of the saints) di akhir pembahasan tentang TULIP.
Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan ini, kita hanya akan menyoroti beberapa teks yang sering dijadikan sanggahan utama dan yang bisa dijadikan representasi untuk menjawab teks-teks lain yang memiliki inti sanggahan yang sama.
Sebelum menyelidiki beberapa teks tertentu secara detil, kita lebih dahulu akan memulai dengan jawaban yang umum dan relatif lebih mudah. Pertama, seperti sudah disinggung dalam pembahasan sebelumnya, kata Yunani “semua” tidak selalu berarti “setiap individu di seluruh dunia”. Dalam beberapa kasus, kata “semua” tidak mungkin berarti “setiap individu di dunia”. Yohanes Pembaptis diikuti oleh semua orang di Yudea dan Yerusalem (Mar 1:5). Ketika Petrus dan Yohanes menyembuhkan orang lumpuh di bait Allah dikatakan bahwa “semua orang memuliakan Allah” (Kis 4:21). Yesus akan dibenci oleh semua orang (Luk 21:17). Di bagian lain Yesus malah mengatakan bahwa Dia akan menarik semua orang kepada-Nya (Yoh 12:32). Paulus dituduh mengajar semua orang di segala tempat (Kis 21:28).
Untuk menentukan arti yang tepat, kita harus memperhatikan konteks, karena kontekslah yang menjadi pedoman utama untuk menilai apakah “semua” berarti “semua dalam kelompok tertentu” atau “setiap individu di dunia”. Salah satu contoh adalah Kisah Rasul 2:5-11. Di ayat 5 dikatakan bahwa orang-orang dari segala bangsa berkumpul di Yerusalem. Ungkapan “segala bangsa” dalam konteks ini pasti tidak merujuk pada setiap bangsa di dunia yang ada orang Yahudinya, karena ayat 8-11 memberi batasan pada arti segala bangsa ini.
Kedua, kelompok teks kedua yang dijadikan sanggahan oleh pihak Armenian sebenarnya tidak memiliki bobot sanggahan yang berarti. Injil memang harus diberitakan ke seluruh dunia, namun hal ini tidak boleh ditafsirkan bahwa Kristus mati bagi setiap orang di seluruh penjuru dunia. Injil harus diberitakan secara universal tanpa mengenal batasan tempat dan etnis karena orang-orang pilihan Allah memang tidak dibatasi pada etnis tertentu (Rom 1:16; 10:12; 1Kor 12:13; Gal 3:28-29). Mereka tersebar di banyak suku bangsa dan bahasa (Why 7:9).
Ketiga, Ibrani 2:9 “...supaya oleh kasih karunia Allah Dia mengalami maut bagi semua orang”. Ayat ini sekilas memang tampak mendukung penebusan universal, tetapi penyelidikan konteks yang lebih teliti menunjukkan hal yang sebaliknya. Setelah menyatakan bahwa Kristus mati bagi semua orang, penulis kitab Ibrani selanjutnya menjelaskan tujuan dari tindakan ini, yaitu “membawa banyak anak-anak kepada kemuliaan” (ayat 9, KJV/ASV/RSV/NASB). Frase yang berada dalam kutipan di atas sayangnya tidak diterjemahkan dalam NIV dan diterjemahkan secara kurang jelas dalam LAI:TB (“membawa banyak orang pada kemuliaan”). Terjemahan “anak-anak” merupakan hal yang penting, karena di ayat 11-12 dijelaskan bahwa Penebus dan yang ditebus adalah saudara, karena berasal dari Satu sumber. Lebih jauh, ayat 13 menjelaskan bahwa mereka adalah “anak-anak yang diberikan Allah kepada Yesus” (band. Yoh 6:37; 17:6). Dengan kata lain, “semua orang” di ayat 9 tidak merujuk pada setiap individu di dunia melainkan semua orang yang ditebus Yesus, menjadi saudara dan dengan demikian sekaligus menjadi anak-anak Allah yang akan dibawa pada kemuliaan (band. Yoh 11:52).
Penyelidikan lebih lanjut justru semakin menguatkan doktrin penebusan terbatas. Ayat 14-15 mengajarkan bahwa Kristus mati anak-anak itu (ayat 14a “karena anak-anak itu adalah anak-anak dari darah dan daging, ...”). Siapa yang dimaksud “anak-anak itu” di ayat 14-15? Dari analisa konteks terlihat jelas bahwa “anak-anak” di ayat 14-15 adalah mereka yang diberikan Bapa kepada Yesus di ayat 13. Dengan demikian, ayat 13-15 semakin meneguhkan konsep penebusan terbatas.
Keempat, Yohanes 1:29 (Yesus adalah anak domba Allah yang menghapus dosa seluruh dunia) dan 3:16 (Allah mengasihi dunia). Dua teks ini sengaja dibahas secara bersamaan karena terdapat dalam kitab yang sama dan memiliki solusi yang sama pula. Kita perlu memahami bahwa kata “dunia” (kosmos) dalam Injil Yohanes memiliki beragam arti, misalnya “planet bumi” (1:10; 21:24-25), “orang-orang yang memberontak terhadap Allah” (7:7), “prinsip/sistem yang menentang Allah” (8:23), dsb. Menurut D. A. Carson, penggunaan kata “dunia” di 1:29 menyiratkan bahwa tujuan dan efektivitas penebusan Kristus tidak dibatasi pada etnis Yahudi (PNTC: The Gospel According to John, 151). Arti seperti ini tampaknya didukung oleh perkataan orang-orang Samaria bahwa Yesus adalah juru selamat dunia; dalam arti “tidak hanya bagi orang Yahudi, tapi bagi orang Samaria juga” (4:42). Sehubungan dengan Yohanes 3:16, kata “dunia” dalam ayat ini juga memiliki arti yang tidak berbeda dengan kata “dunia: di 1:29. Kasih Allah bukan hanya mencakup orang Yahudi saja, tetapi orang berdosa dari bangsa lain (Carson, The Gospel, 205).
Kelima, Yesaya 53:6. Ayat ini memang mengajarkan bahwa setiap kita telah menyimpang dan Kristus mati menggantikan kita sekalian. Bagaimanapun, seperti biasa, kita perlu memahami arti “kita sekalian” dalam bagian ini. Kata “kita” dalam konteks ini dipakai untuk membedakan antara Mesias yang menderita dengan orang berdosa yang hukumannya Dia gantikan (ayat 4-5, Scott Clark). Dengan memahami relasi antara dua kategori ini kita dapat melihat bahwa kata “kita sekalian” bukan merujuk pada setiap orang yang pernah hidup di dunia ini, tetapi semua orang yang hukumannya digantikan oleh mesias yang menderita. Siapa saja yang hukumannya digantikan oleh mesias? Kita memperoleh jawabannya dari ayat 11-12. Dua ayat ini menyatakan bahwa objek karya penebusan adalah banyak orang (bukan semua/setiap orang).
Sanggahan paling serius terhadap doktrin penebusan didasarkan pada 1Timotius 4:10 dan 1Yohanes 2:2. Dalam dua teks ini disebutkan dua kategori manusia: semua orang di dunia dan orang percaya. Kedua kategori ini sama-sama menjadi objek penebusan Kristus. Bagaimana kita mengharmonisasikan dua teks ini dengan ajaran Alkitab yang jelas tentang penebusan terbatas? Kuncinya – sekali lagi – terletak pada penyelidikan konteks.
Dalam kasus 1Timotius 4:10 kita perlu memahami adanya perbedaan makna juru selamat semua manusia dan juru selamat orang percaya. Perbedaan ini terlihat dari kata “terutama” (malista) di ayat ini. Kata ini menyiratkan bahwa relasi Kristus sebagai juru selamat semua manusia berbeda dengan relasi Kristus sebagai juru selamat bagi orang-orang percaya. Seandainya “semua manusia” di sini berarti setiap individu yang pernah hidup di dunia, maka Paulus tidak perlu membedakan antara “semua manusia” dan “orang percaya”, apalagi memakai kata “terutama”.
Bagaimana kita menjelaskan perbedaan relasi di atas? Ada beberapa cara untuk menjelaskan. Jika istilah juru selamat (swthr) di sini dalam arti rohani (penyelamat dari kematian rohani menuju pada kehidupan kekal), maka perbedaan relasi terletak antara orang-orang pilihan yang belum percaya (semua manusia) dengan orang-orang pilihan yang sudah percaya. Tafsiran ini didukung oleh fakta bahwa yang sedang dibandingkan dalam ayat ini bukanlah orang-orang non-pilihan dengan orang-orang pilihan. Paulus sedang membandingkan kelompok orang yang tidak tertentu (semua manusia) dengan yang sudah percaya. Kontras seperti ini menyiratkan bahwa “semua orang” dalam ayat ini adalah mereka yang belum percaya. Seandainya Paulus ingin menyatakan bahwa Kristus adalah juru selamat orang yang tidak percaya, maka ia akan memakai kata apistwn (“orang yang tidak percaya”, Luk 12:46; 1Kor 6:6; 7:12-13) dan bukan pantwn anqrwpwn (“semua manusia”).
Cara kedua adalah dengan memahami istilah juru selamat (swthr) bukan dalam arti rohani. Steve Baugh menjelaskan bahwa istilah swthr bisa berarti “benefactor” (dermawan/penanggung hidup) dan dapat dipakai untuk kaisar maupun dewa. Secara khusus di Efesus telah ditemukan sebuah patung yang didedikasikan untuk Julius Caesar dengan tulisan “the universal benefactor of human life”. Berdasarkan pencerahan dari sejarah ini kita mendapat dukungan yang cukup untuk menafsirkan bahwa ungkapan “juru selamat semua manusia” di ayat ini tidak harus berarti juru selamat secara rohani yang memberi kehidupan atau keselamatan kekal. Ungkapan ini harus dipahami dalam konteks anugerah umum. Dalam kaitan dengan orang percaya, swthr di sini jelas merujuk pada juru selamat secara rohani, apalagi ayat ini dikaitkan dengan pengharapan yang bersifat kekal (ayat 8, 10a).
Dua kemungkinan di atas sama-sama memiliki dukungan yang cukup kuat dan sama-sama menentang konsep penebusan universal. Bagaimanapun, solusi pertama tampaknya lebih bisa diterima. Solusi kedua memiliki beberapa kelemahan: (1) dalam PB kata swthr yang ditujukan untuk Kristus selalu berarti juru selamat secara rohani; (2) kaitan antara bukti arkheologis penemuan patung Julius Caesar dan ayat ini hanya merupakan dugaan yang belum terbukti atau mendapat dukungan dari konteks; (3) dari sisi hermeneutika sulit diterima mengapa dalam satu ayat suatu kata dapat memiliki dua arti yang berbeda.
Bagaimana dengan ungkapan “seluruh dunia” di 1Yohanes 2:2? Pertama-tama kita harus memahami konteks ayat ini dengan baik. Di ayat 1 Yohanes menjelaskan bahwa kalau kita berdosa, kita memiliki pengantara kepada Bapa. Hal yang mirip dengan nasehat ini sudah dia sampaikan di pasal 1:9. Untuk meyakinkan adanya pengampunan yang selalu tersedia, Yohanes menyatakan bahwa pendamaian Kristus bukan hanya cukup bagi segala dosa kita, tetapi juga untuk seluruh dunia. Yohanes mengakui bahwa kuasa penebusan Kristus sedemikian besar sehingga cukup untuk seluruh dunia (jika Allah menghendaki untuk menyelamatkan semua orang). Kuasa yang besar ini seharusnya meyakinkan orang percaya bahwa ada anugerah pengampunan yang selalu cukup bagi segala dosa kita. Dari konteks ini terlihat bahwa yang menjadi isu di sini bukanlah jangkauan penebusan Kristus, tetapi kuasa penebusan itu. Dengan demikian ayat ini sama sekali tidak bertentangan dengan konsep penebusan terbatas.
Manfaat praktis dari doktrin penebusan terbatas
Beberapa manfaat praktis yang kita dapat tarik dari doktrin ini antara lain:
- Seorang pekabar injil tidak harus (tidak boleh) memberitakan bahwa Kristus mati bagi semua orang berdosa (Palmer, 75). Dia hanya perlu menegaskan bahwa Kristus mati bagi orang berdosa.
- Seorang pekabar injil tidak boleh mengeksploitasi penderitaan Kristus sambil “mengemis-ngemis” penerimaan dari para pendengarnya.
- Seorang pekabar injil mendapatkan dorongan dan kepastian bahwa kematian Kristus tidak akan pernah sia-sia. Jika di antara pendengarnya ada yang dipilih oleh Kristus, maka berita yang dia sampaikan pasti akan memberi dampak bagi orang tersebut, entah Tuhan memakai dia atau orang lain untuk mempertobatkan orang tersebut.
- Kita semakin diyakinkan dengan kasih Allah yang begitu besar. Dia bukan hanya memilih kita karena kasih (Ef 1:4), tetapi Dia juga membuktikan kasih itu dengan jalan memberikan Anak-Nya yang tunggal bagi kita (Yoh 3:16; 1Yoh 4:9-10).
- Kita juga diyakinkan bahwa kalau Anak-Nya sendiri saja diberikan kepada kita, apalagi hal-hal lain yang kurang (tidak) penting dibandingkan dengan pengorbanan tersebut.
- Kita semakin diyakinkan tentang efektivitas penebusan Kristus. Efektivitas tersebut tidak ditentukan oleh iman kita. Sebaliknya, penebusan itu yang justru menentukan eksistensi iman kita. Dengan demikian kita semakin menyadari nilai anugerah dalam hidup kita.
- Kita semakin yakin dengan kelimpahan pengampunan di dalam Kristus. Penebusannya memang efektif untuk orang pilihan, namun kuasanya cukup bagi semua orang. Kuasa yang besar inilah yang menjadi penghiburan ketika kita merasa tidak layak lagi untuk dikasihi oleh Tuhan.