Sebagian besar dari kita mungkin sudah pernah mendengar atau membaca nasihat Paulus di 1 Korintus 10:31 “Aku menjawab: Jika engkau makan atau jika engkau minum, atau jika engkau melakukan sesuatu yang lain, lakukanlah semuanya itu untuk kemuliaan Allah”. Pembacaan secara sekilas cukup untuk memberi kesan bahwa nasihat ini bersifat inklusif. Artinya, nasihat ini berlaku untuk tindakan apapun yang kita lakukan, termasuk hal yang sepele dan biasa kita lakukan (makan dan minum).
Beberapa orang mencoba bersikap konsisten dengan inklusivitas nasihat ini, dan menarik nasihat ini lebih jauh. Apakah hal-hal sepele lain, misalnya bersin, menguap, batuk, dan sebagainya juga harus dilakukan untuk kemuliaan Allah? Jikalau iya, bagaimana tindakan ini dapat memuliakan Allah?
Sebelum mengupas persoalan ini secara lebih detil, ada baiknya kita lebih dahulu memahami konteks pemunculan nasihat ini. 1 Korintus 8-10 membicarakan isu tentang memakan daging persembahan berhala. Dalam pemaparannya, Paulus tidak mau berkutat pada aspek “benar – salah” semata-mata. Bukan berarti hal itu tidak penting. Hanya saja, etika Kristen melampaui batasan semacam itu. Ada dimensi lain yang juga patut diperhitungkan, yaitu “baik – buruk bagi orang lain”. Aspek inilah yang sedang disorot oleh Paulus. Terlepas dari beberapa pertimbangan theologis yang mungkin bisa diajukan oleh sebagian jemaat Korintus untuk membenarkan tindakan mereka (10:29-30), hati nurani orang lain tetap perlu dipertimbangkan. Seandainya suatu tindakan berpotensi menjadi syak atau batu sandungan bagi orang lain (10:29a, 32-33), kita sebaiknya tidak melakukannya.
Motivasi di balik tindakan ini bukanlah kesenangan kita sendiri. Bukan hanya kesenangan orang lain dalam arti kenyamanan. Semua berkaitan dengan keselamatan di dalam Kristus (10:33b “supaya mereka beroleh selamat”). Nah, melakukan segala sesuatu untuk kemuliaan Tuhan terutama harus dimengerti dalam konteks seperti itu. Kita melakukan sesuatu demi Injil Yesus Kristus. Segala sesuatu yang membawa manfaat bagi injil harus kita lakukan. Apa saja yang bisa menjadi penghalang bagi kemajuan injil perlu dihindari.
Apakah bersin, menguap, dan batuk termasuk ke dalam kategori tindakan yang berkaitan dengan injil? Tentu saja! Paulus memang memaksudkan nasihatnya secara inklusif. Apa saja yang seseorang lakukan. Jangan sampai menahan bersin berdampak buruk bagi kesehatan kita, sehingga kita terganggu dalam memberikan kontribusi bagi injil. Sebaliknya, jangan sampai bersin sembarangan menimbulkan syak di dalam hati orang lain. Prinsip yang sama kita bisa terapkan pada tindakan menguap dan batuk.
Kebingungan dan kesulitan untuk menghubungkan suatu hal sepele dengan injil (atau Allah) mungkin disebabkan oleh salah satu atau semua hal berikut ini. Pertama, sebagian orang kurang terbiasa menjadikan Allah sebagai pusat kehidupan. Mereka menganggap kehidupan merupakan sebuah rangkaian aktivitas alamiah yang rutin.
Hanya ada beberapa aktivitas dalam kehidupan yang bersentuhan dengan Allah. Selebihnya termasuk kategori alamiah yang rutin tadi.
Hal di atas tidak akan terjadi apabila seseorang menjadikan Allah sebagai poros kehidupan. Pengetahuan tentang Allah bukan sekadar kumpulan informasi, melainkan sebuah perspektif kehidupan. Melaluinya kita memandang segala sesuatu. Melaluinya kita menemukan nilai, makna, dan tujuan kehidupan.
Saya akan memberikan sebuah contoh kokrit di sini. Tatkala kita mulai mengantuk dan menguap, pelajaran rohani apa yang kita dapatkan? Apakah kita melihat rutinitas tidur sebagai sebuah aktivitas spiritual atau natural? Ketika tidur, kita belajar melepaskan kontrol atas diri sendiri dan menyerahkan pada Allah. Tidur sekaligus mengingatkan tentang kelemahan dan keterbatasan kita. Tidak ada seorang pun yang sanggup menjalani hidup tanpa tidur yang cukup. Kita membutuhkan istirahat.
Kedua, masih berkaitan dengan poin di atas, sebagian orang gagal melihat seluruh kehidupan dan alam semesta sebagai sebuah sistem global yang dikendalikan oleh Allah. Alam semesta terlalu luas untuk ditelusuri dan dipahami oleh pikiran manusia yang sempit. Kita tidak mampu memahami bagaimana setiap hal berkaitan dengan yang lain. Apa yang kita pandang sepele, ternyata tidak demikian. Hal yang sepele dapat menimbulkan dampak besar. Persentuhan beberapa hal yang sepele tidak jarang menghasilkan peristiwa yang besar.
Sebagai contoh adalah persebaran penyakit melalui dahak atau udara pada waktu seseorang batuk atau bersin. Jika kita sedang mengidap suatu penyakit menular dan kita bersin atau batuk sembarangan, tindakan ini dapat membahayakan kesehatan dan keselamatan orang lain.
Masih seputar bersin. Penelitian medis berhasil mengungkap manfaat bersin bagi kesehatan (misalnya, membersihkan hidung, memberikan ‘restart’ untuk tubuh, mengeluarkan bakteri atau penyakit dari tubuh, dsb). Selain itu, bahaya menahan bersin juga sudah diketahui dalam dunia medis (misalnya, mimisan, kerusakan gendang telinga, vertigo). Masihkah kita menganggap bersin sebagai sesuatu yang sepele?
Ketiga, seseorang hanya hidup oleh injil, tetapi bukan untuk injil. Injil Yesus Kristus memang merupakan kekuatan Allah yang sanggup memberikan kebenaran dan kehidupan kekal (Rm. 1:16-17). Kita hidup melalui injil. Benar sekali! Walaupun demikian, kita tidak boleh melupakan bahwa kita juga hidup untuk injil. Keselamatan rohani bukanlah tujuan. Ini hanyalah sebuah sarana untuk mencapai sesuatu yang lain, yaitu penggenapan seluruh rencana kekal Allah. Salah satunya adalah persebaran injil ke semua tempat. Kita perlu mengambil peranan – sekecil apapun itu – di dalam proyek ilahi yang global ini.
Dengan pemahaman seperti ini kita pasti akan berhati-hati dengan tindakan apapun - tidak peduli sepenting atau sepele apapun tindakan itu – yang berpotensi memberikan dampak buruk bagi diri sendiri dan orang lain maupun perluasan injil. Kita juga akan melakukan tindakan-tindakan positif lain demi kepentingan Allah. Soli Deo Gloria.