Apakah Orang Kristen Boleh Meminum Alkohol?

Posted on 19/08/2018 | In QnA | Ditulis oleh Pdt. Yakub Tri Handoko | Leave a comment

https://i0.wp.com/rec.or.id/images/article/apakah-orang-kristen-boleh-meminum-alkohol.jpg Apakah Orang Kristen Boleh Meminum Alkohol?

Pertanyaan ini kerap kali diajukan kepada saya. Sesuatu yang sangat wajar tentunya. Kita seringkali menghadapi situasi di mana minuman beralkohol ditawarkan kepada kita. Dalam situasi seperti itu, apakah kita harus menolak mentah-mentah atau boleh mencicipi sedikit?

Jika kita membaca Alkitab dengan teliti, kita tampaknya tidak memiliki alasan yang kuat untuk melarang orang Kristen mengkonsumsi minuman beralkohol. Alkitab bahkan memberikan beberapa perintah yang melibatkan anggur. Anggur dipandang sebagai sebuah cara untuk mengekspresikan kebahagiaan maupun mengubah suasana hati. Mazmur 104:14-15 “Engkau yang menumbuhkan rumput bagi hewan dan tumbuh-tumbuhan untuk diusahakan manusia, yang mengeluarkan makanan dari dalam tanah dan anggur yang menyukakan hati manusia, yang membuat muka berseri karena minyak, dan makanan yang menyegarkan hati manusia”. Paulus menasihati Timotius: “Janganlah lagi minum air saja, melainkan tambahkanlah anggur sedikit, berhubung pencernaanmu terganggu dan tubuhmu sering lemah” (1Tim. 5:23). Tuhan Yesus menyediakan anggur yang terbaik secara mujizat di sebuah pesta pernikahan (Yoh. 2:1-11). Di atas kayu salib pun Yesus meminum anggur (Mat. 27:34, 48).

Sebagian orang menganggap teks-teks di atas sangat mengejutkan. Mereka memilih untuk menafsirkan bahwa “anggur” yang dimaksud di sana hanyalah jus anggur, bukan anggur yang beralkohol. Namun, upaya ini tampaknya tidak dapat dipertahankan. Anggur yang diminum pada saat pesta memang minuman yang beralkohol. Alkitab bahkan memberi petunjuk tersirat tentang hal ini: “Karena Yohanes datang, ia tidak makan, dan tidak minum, dan mereka berkata: Ia kerasukan setan.  Kemudian Anak Manusia datang, Ia makan dan minum, dan mereka berkata: Lihatlah, Ia seorang pelahap dan peminum, sahabat pemungut cukai dan orang berdosa. Tetapi hikmat Allah dibenarkan oleh perbuatannya” (Mat. 11:18-19). Kata “peminum” (oinopotēs) di sini lebih tepat diterjemahkan “pemabuk”. Dari gerutuan orang-orang Farisi kita dapat menarik kesimpulan bahwa pesta zaman dulu memang berkaitan dengan anggur yang bisa memabukkan. Tentu saja ketika Yesus minum, Dia tidak sampai mabuk. Namun, keterkaitan antara pesta, kebahagiaan, dan anggur yang beralkohol memang sukar untuk dibantah.

Apakah penjelasan di atas merupakan izin bagi orang-orang Kristen untuk minum alkohol sesuka hati mereka? Tidak juga! Ada beberapa hal yang tetap perlu dipertimbangkan.

Pertama, kemabukan. Alkitab yang sama memberikan kecaman terhadap kemabukan karena anggur (Ams. 20:1; Yes. 5:11, 22). Bahkan salah satu tanda orang yang dipenuhi oleh Roh Kudus adalah menjauhi kemabukan (Ef. 5:18). Alkitab tidak pernah berbicara secara netral atau positif tentang kemabukan.

Kedua, kecanduan. Di dalam Kristus memperoleh kebebasan. Berbagai aturan legalistik Perjanjian Lama tidak lagi mengikat kita. Namun, hal itu bukan berarti kita bisa berbuat dosa seenaknya. Sesuatu yang boleh dilakukan tidak berarti boleh terus-menerus dilakukan. Jika kita terikat pada sesuatu, hal itu sudah menjadi belenggu bagi kita. Apa yang tidak membawa manfaat (apalagi merugikan) harus dihindari. Paulus memberikan nasihat: “Segala sesuatu halal bagiku, tetapi bukan semuanya berguna. Segala sesuatu halal bagiku, tetapi aku tidak membiarkan diriku diperhamba oleh suatu apapun” (1Kor. 6:12).

Terakhir, hati nurani orang lain. Etika Kristiani bukan hanya tentang “boleh atau tidak”. Sesuatu yang boleh dilakukan bukan berarti perlu dilakukan. Jikalau suatu tindakan membuat orang lain syak, kita perlu mempertimbangkan ulang. Sebagai contoh adalah memakan daging bekas persembahan berhala. Menurut Paulus, pada dirinya sendiri hal itu tidak masalah (kecuali jika dimakan di kuil). Namun, Paulus memilih untuk tidak memakannya. Mengapa? Karena hal itu bisa berdampak buruk bagi orang lain (1Kor. 8:1-13). Dia berkata: “Karena itu apabila makanan menjadi batu sandungan bagi saudaraku, aku untuk selama-lamanya tidak akan mau makan daging lagi, supaya aku jangan menjadi batu sandungan bagi saudaraku” (1Kor. 8:13).    

Sebagai penutup, kita perlu memahami komunitas Kristen di mana Allah menempatkan kita. Apabila mereka sudah memahami kebenaran di atas dan tidak merasa tersandung, kita boleh minum bir atau minuman beralkohol lain. Mengunggah aktivitas minum di media sosial jelas bukan tindakan yang bijaksana, karena yang melihat unggahan itu sangat beragam. Kita tidak bisa memastikan bahwa semua yang berkawan atau mengikuti kita setuju dengan hal tersebut. Hal lain lagi, janganlah meminum alkohol menjadi kebiasaan bagi kita. Kita tidak bisa merasakan kebahagiaan kalau tidak meminum alkohol. Kita juga perlu mencamkan agar kita tidak minum secara berlebihan. Jangan sampai mabuk. Ini membahayakan diri sendiri maupun orang lain. Jadi, ingatlah perkataan Paulus yang lain: “Jika engkau makan atau jika engkau minum, atau jika engkau melakukan sesuatu yang lain, lakukanlah semuanya itu untuk kemuliaan Allah” (1Kor. 10:31).

https://i0.wp.com/rec.or.id/wp-content/uploads/2020/12/logo.png logo writter

Pdt. Yakub Tri Handoko

Reformed Exodus Community