Apakah Menjadi Orang Kristen Membosankan? (Bagian 1)

Posted on 20/01/2019 | In QnA | Ditulis oleh Pdt. Yakub Tri Handoko | Leave a comment

https://i0.wp.com/rec.or.id/images/article/apakah-menjadi-orang-kristen-membosankan.jpg Apakah Menjadi Orang Kristen Membosankan? (Bagian 1)

Entah berapa kali pertanyaan seperti dilontarkan banyak orang. Jika dicermati, pertanyaan ini sangat wajar untuk diajukan. Orang-orang Kristen mendasarkan tingkah lakunya pada sebuah kumpulan kitab kuno. Bukankah budaya kuno terkesan kolot, kaku, dan naif? Apakah standar hidup seperti itu masih relevan sampai sekarang.

Pertanyaan menjadi lebih urgen bagi mereka yang bersentuhan langsung dengan orang-orang Kristen yang gaya hidupnya terlihat kadaluwarsa. Tidak boleh menonton TV atau film. Komputer, internet, dan penemuan teknologi lain adalah alat propaganda Anti-Kristus yang harus dihindari, minimal diwaspadai. Minum setetes minuman beralkohol pun bisa dianggap sebagai dosa yang besar. Pergi ke pesta adalah gaya hidup duniawi.

Saya bisa memahami situasi ini karena saya dahulu bertumbuh dalam aliran kekristenan seperti itu. Saya pernah ditegur oleh hamba Tuhan hanya gara-gara bermain kartu remi (tanpa taruhan). Permainan catur dipandang tidak pantas karena kemenangan diraih dengan cara menipu lawan. Bahkan membaca koran pun tidak dianjurkan, karena berita-berita di dunia bisa melemahkan iman kita. Yang diperlukan hanyalah kabar baik dalam Alkitab.

Jadi, apakah menjadi orang Kristen membosankan? Tentu saja tidak! Untuk memahami jawaban ini dengan baik, kita perlu mempertimbangkan beberapa hal.

Yang terutama tentu saja adalah keragaman kekristenan. Tidak semua orang Kristen sama. Beberapa memang berasal dari aliran dan tradisi tertentu yang benar-benar kolot. Bahkan orang-orang Kristen lain pun menilai mereka demikian. Kita perlu mengerti bahwa apa yang mereka praktekkan tidak selalu merupakan ajaran Alkitab dan tidak mewakili kekristenan secara umum. Ada banyak orang-orang Kristen yang benar-benar rohani tetapi terlihat memiliki kehidupan yang normal. Mereka berbaur dengan dunia tanpa menjadi duniawi.

Situasi ini mirip dengan abad ke-1 Masehi. Agama Yahudi (Yudaisme) pada waktu itu sangat beragam dan diwakili oleh berbagai aliran (Farisi, Saduki, Qumran, Essenes, dsb.). Menurut kacamata kultural dan relijius secara umum pada waktu itu, beberapa tindakan Yesus dapat dikategorikan duniawi. Misalnya, berpesta dengan orang-orang berdosa, tidak mencuci tangan pada saat makan, memetik gandum pada waktu Hari Sabat. Tidak heran, orang-orang Farisi dan ahli Taurat seringkali berselisih dengan Dia.

Hal kedua yang perlu diperhatikan adalah sifat kekristenan yang tidak legalistik. Berbeda dengan Yudaisme pada umumnya, penekanan kekristenan tidak terletak pada deretan perintah dan larangan.

Bersambung……..

https://i0.wp.com/rec.or.id/wp-content/uploads/2020/12/logo.png logo writter

Pdt. Yakub Tri Handoko

Reformed Exodus Community