Ketika saya sedang menjelaskan keselamatan melalui iman di dalam Tuhan Yesus, seorang sopir taxi bertanya: “Koq terlalu gampang begitu?” Pertanyaan ini menyiratkan bahwa ada dua macam jalan keselamatan: yang mudah (kekristenan) dan yang sulit (kepercayaan lain). Lalu saya menerangkan bahwa persoalannya bukanlah memilih jalan yang mana, tetapi keselamatan oleh anugerah Allah melalui iman kepada Tuhan Yesus merupakan satu-satunya solusi bagi manusia yang berdosa. Penjelasan ini lebih logis dan sesuai Alkitab.
Untuk memperjelas kekuatan jawaban saya dari sisi logis, saya membuat pengandaian. Seandainya kita memiliki tiga anak yang sama-sama kita larang untuk makan permen. Anak ke-1 ditawari temannya sebuah permen dan ia menolak dengan alasan takut dihukum bapaknya kalau ketahuan melanggar aturan. Anak ke-2 juga menolak, namun dengan alasan kuatir tidak dibelikan hadiah ayahnya jika ketahuan melanggar peraturan. Anak ke-3 pun menolak permen itu, tetapi dengan mengatakan: “Aku tidak mau menyakiti hati ayahku hanya gara-gara sebuah permen. Ayah sudah terlalu baik bagiku”. Di antara tiga anak ini, mana yang memberikan jawaban paling baik? Anak ke-3 bukan? Ya. Semua orang pasti akan memilih anak ke-3. Anak ini melakukan sesuatu yang baik (tidak mau melanggar larangan ayah), karena ia menyadari bahwa ia sudah menerima begitu banyak kebaikan dari ayahnya.
Konsep keselamatan di dalam kekristenan tercermin dalam diri anak ke-3. Keselamatan merupakan pemberian Allah. Ia memberikan Anak-Nya yang tunggal untuk menggantikan hukuman dosa di kayu salib (Yoh 3:16 “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal supaya barangsiapa yang percaya kepada-Nya tidak binasa melainkan beroleh hidup yang kekal”). Allah menarik kita untuk datang dan percaya kepada Tuhan Yesus (Yoh 6:35, 44, 66). Dengan kata lain, keselamatan kita adalah pekerjaan dan pemberian Allah, bukan hasil usaha kita (Ef 2:8-9). Sebaliknya, kita diselamatkan untuk atau supaya berbuat baik (Ef 2:10). Perbuatan baik hanyalah respon terhadap keselamatan yang Allah sudah berikan atau ucapan syukur atas keselamatan dari Allah.
Kekuatan konsep di atas juga terlihat dari koherensi dengan realita. Kita semua bersalah dalam banyak hal (Yak 3:2). Di hadapan Allah yang mahakudus, kesalehan kita hanyalah ibarat kain kotor (Yes 64:6). Orang-orang yang berusaha sekuat tenaga untuk “menyiksa diri” dengan cara menjauhi semua keinginan pun tetap merasakan ada sesuatu yang kurang. Jikalau keselamatan adalah melalui perbuatan baik, maka tidak ada seorang pun di muka bumi ini yang akan merasakan kepastian keselamatan. Kita akan selalu dihantui oleh kecemasan, bahkan keputusasaan.
Hal lain yang perlu digarisbawahi adalah motivasi egoistik yang tersirat dalam konsep keselamatan melalui perbuatan baik. Kesalehan ditunjukkan dengan tujuan untuk mendapatkan hadiah (hidup kekal di surga) atau untuk menghindari hukuman. Bukankah sebuah hal yang logis apabila kita sebagai ciptaan menaati keinginan Allah sebagai Pencipta tanpa maksud apa pun yang menyenangkan kita? Kita menaati Allah karena memang Allah menciptakan kita untuk memuliakan Dia. Menaati Allah dengan maksud untuk mendapatkan sesuatu dari Dia bukanlah motivasi ideal.