Apakah gereja harus memiliki ornamen salib?

Posted on 06/11/2016 | In Do You Know ? | Ditulis oleh Pdt. Yakub Tri Handoko | Leave a comment

https://i0.wp.com/rec.or.id/images/article/Apakah-gereja-harus-memiliki-ornamen-salib.jpg Apakah gereja harus memiliki ornamen salib?

Salib telah menjadi simbol penting dalam kekristenan. Makna di baliknya tentu saja berkaitan dengan pengorbanan Kristus Yesus karena dosa-dosa kita. Studi seksama terhadap kesenian Kristiani maupun arsitektur gereja-gereja kuno menunjukkan bahwa ornamen salib merupakan bagian tak terpisahkan. Kekristenan telah lekat dengan salib.

Di tengah situasi seperti ini, sangat wajar apabila beberapa orang pernah menanyakan dan mempersoalkan ketidakadaan ornamen salib di beberapa gereja. Kalaupun ada simbol salib, hal itu kadangkala tidak berbentuk kayu yang nyata (misalnya melalui permainan lampu atau desain tertentu). Ini dapat ditemukan pada beberapa gereja dengan desain gedung yang kontemporer maupun gereja-gereja tertentu yang tidak memiliki gedung sendiri. Apakah memang setiap gereja harus memiliki salib? Benarkah yang tidak memilikinya berarti kurang berpusat pada Kristus?

Untuk menjawab pertanyaan ini, pertama-tama kita perlu membedakan antara simbol dan makna. Ibadah Kristiani dipenuhi dengan banyak simbol, baik yang berbentuk ornamen tertentu, benda, liturgi, maupun sikap dalam beribadah. Semua simbol ini seringkali mengandung muatan theologis, historis, dan kultural yang kental. Setiap simbol menyampaikan sebuah pesan tertentu yang indah. Inilah yang disebut dengan makna. Simbol adalah pelayan makna. Tidak ada simbol yang tanpa makna. Jika suatu simbol ternyata tidak bermakna, hal itu bukan simbol, melainkan dekorasi.

Hal yang sama berlaku pada simbol salib. Yang dipentingkan adalah makna di baliknya. Salib mengingatkan orang-orang Kristen pada karya penebusan Kristus dengan segala aspeknya. Dalam taraf tertentu, salib dapat disebut sebagai injil yang visual. Menempatkan salib pada posisi sentral di sebuah gedung ibadah berarti mengingatkan jemaat tentang sentralitas Kristus dalam kehidupan mereka.

Walaupun demikian, apa yang berguna dan baik ini tidak boleh dijadikan aturan baku yang berotoritas sama dengan firman Allah. Tidak ada ayat yang memerintahkan orang-orang Kristen untuk memasang salib di gedung gereja. Ibadah gereja mula-mula bahkan dilakukan di rumah-rumah, bukan di ruangan khusus seperti sekarang. Yang penting bagi mereka adalah persekutuan antar orang percaya, bukan gedung atau ornamen. Pada masa itu sangat aneh apabila ada orang yang menempelkan tanda salib di rumah mereka, karena salib adalah lambang kekejaman dan kehinaan. Lagipula, sampai sekarang para theolog masih belum sepakat tentang bentuk salib yang digunakan oleh Tuhan Yesus. Ada beberapa variasi bentuk. Tidak ada cara untuk memastikan bentuk yang mana yang pada waktu itu dipakai pada penyaliban Kristus.

Daripada menggunjingkan persoalan ini, kita sebaiknya lebih berfokus pada makna salib. Apakah makna ini tersampaikan dengan baik dalam setiap elemen ibadah? Apakah lirik lagu yang dinyanyikan memuat berita injil yang murni dan jelas? Apakah karya penebusan Kristus menjadi fokus dalam pemberitaan firman Tuhan (bukan sekadar moralitas humanis atau solusi praktis kehidupan)? Apakah interaksi antar jemaat mencerminkan kasih, belas kasihan, dan kesucian Kristus? Apakah para pelayan dan jemaat menunjukkan karakter Kristus di dalam kehidupan mereka? Dengan kata lain, kita harus menjadikan Injil Yesus Kristus sebagai pusat dan nafas dalam ibadah.

Secara pribadi saya mendukung gereja-gereja tertentu yang kaya dengan simbol. Hanya saja, mereka perlu memberi penjelasan secara berkala kepada jemaat supaya keindahan dan makna dari simbol-simbol itu dapat diapresiasi. Di lain pihak, saya juga menyadari bahwa penyampaian makna-makna historis, theologis, dan kultural yang indah tersebut perlu dilakukan dengan kepekaan terhadap situasi kontemporer. Kita tidak boleh terpaku pada cara-cara tradisional saja. Pilihlah cara-cara lain yang lebih relevan, tanpa mengabaikan makna yang ingin diutarakan. Soli Deo Gloria.

https://i0.wp.com/rec.or.id/wp-content/uploads/2020/12/logo.png logo writter

Pdt. Yakub Tri Handoko

Reformed Exodus Community