Kanaan, Mengapa Bukan Ham?
Tetapi sebenarnya, mengapa Kanaan yang dikutuk dan bukan Ham? Atau mengapa bukan anak-anak ham lainnya? Ada beberapa penafsiran.
Pertama, Kanaan dikutuk Nuh karena Kanaan merupakan hasil incest antara Nuh dan ibunya. Penafsiran ini diambil dengan kesimpulan bahwa istilah Ham ‘melihat keterlanjangan ayahnya’ merupakan bahasa kiasan yang sebenarnya merujuk pada tindakan Ham yang berhubungan seksual dengan ibunya sendiri. Hasil dari tindakan seksual Ham dan ibunya menghasilkan anak, yaitu Kanaan. Itulah sebabnya, menurut penafsiran ini, Kanaan yang dikutuk, bukan Ham. Penafsiran ini terlihat paling cocok untuk menjadi jawaban namun dalam bagian ayat selanjutnya tidak ada indikasi bahwa tindakan itu merupakan bahasa kiasan. Ay. 23 menyatakan : sesudah itu Sem dan Yafet mengambil sehelai kain dan membentangkannya pada bahu mereka berdua, lalu mereka berjalan mundur; mereka menutupi aurat ayahnya sambil berpaling muka, sehingga mereka tidak melihat aurat ayahnya. Tidak ada gambaran bahasa kiasan yang menggiring pada penafsiran bahwa tindakan Ham yang ‘melihat keterlanjangan ayahnya’ diartikan sebagai Ham yang berhubungan seksual dengan ibunya sendiri. Seandainya pun tindakan Ham merupakan tindakan incest dengan ibunya, bukan merupakan karakteristik kitab Kejadian untuk menyembunyikan hal-hal tersebut dalam bahasa kiasan (bandingkan 19:30-35). Bahasa yang dipakainyapun terlihat seperti seharusnya (19:5; 34:2) tanpa perlu memperhalusnya. Selain itu pula tidak ada kisah yang mendukung bahwa Kanaan merupakan hasil incest Ham dan ibunya (bdg. Lot dan kedua anak perempuannnya serta asal usul bangsa Amon dan Moab).
Kedua, tidaklah mungkin mengutuk orang yang telah diberkati oleh Allah (bdg. 9:1 Allah memberkati Nuh dan anak-anaknya, termasuk Ham). Ham telah mendapat berkat dari Tuhan, jadi tidaklah mungkin Tuhan menarik berkatNya dan mengubahnya menjadi kutuk (bdg. Kej. 27:33, 37-38). Dengan demikian kutukan itu ditimpakan kepada anak Ham, yaitu Kanaan. Penafsiran ini nampaknya hampir masuk akal juga, namun penafsiran ini tetap tidak menjawab mengapa Kanaan yang dikutuk, bukan anak-anak Ham lainnya.
Ketiga, pola yang diberikan sama yaitu bahwa Ham adalah anak paling bungsu (Kej. 9:24), maka ketika kutuk itu tidak dapat diarahkan kepadanya, maka anak bungsu Ham, yaitu Kanaan (Kej. 10:6), mendapat ganti sasaran kutukannya. Peletakan Kanaan sebagai anak bungsu hanya diketahui berdasarkan urutan anak Ham, yaitu: Put, Misraim, Kush dan Kanaan. Dari susunan ini seakan Kanaan adalah anak terakhir. Bagaimana dengan susunan frase nama anak Nuh: Sem, Ham dan Yafet? Ternyata tidak konsisten dalam kemunculannya. Yafet justru adalah anak tertua (Kej. 10:21), Ham, baru kemudian Sem sebagai anak terkecil. Jadi susunannya bukanlah dari yang tertua ke yang paling muda melainkan dari yang paling muda ke yang paling tua (bdg. Kej. 5:32; 6:10; 7:13; 9:18; 11:10 1 Taw. 1:4). Posisi Ham bukan sebagai anak termuda. LAI menerjemahkan Kej. 9:24 dengan ‘anak bungsu’ sehingga memberi kesan Ham adalah anak paling kecil. Beberapa terjemahan bahasa Inggris juga membingungkan karena ada yang menerjemahkan ‘the younger’ tapi ada pula yang ‘the youngest’. Dengan demikian teori bahwa lolosnya kutukan Ham sebagai anak termuda akan dilimpahkan juga kepada anak termudanya yaitu Kanaan, justru tidak berjalan konsisten.
Dari berbagai penafsiran yang ada dan beraneka macam, sejenak kita memahami apa yang dinamakan dengan corporate personality, dalam hal ini kesatuan antara ayah dan anak. Karakter seorang ayah mendahului perbuatan anak-anak ke depannya. Dalam pemahaman orang Ibrani kuno, pengaruh orang tua bagi generasi selanjutnya sangatlah besar. Anak akan meniru apa yang dilakukan orang tuanya, entah itu baik atau buruk. Dalam kisah ini, perhatikan kemunculan frase ‘Ham, bapa Kanaan’ (9:18,22). Kata ‘Kanaan’ belum pernah muncul sebelumnya, jadi ketika disebutkan ‘Ham, bapa Kanaan’, orang akan mempertanyakan siapakah Kanaan itu? Apakah hubungannya dengan Ham? Frase ‘Ham, bapa Kanaan’ yang muncul dua kali dalam Kej. 9:18,22 telah ada sebelum pemaparan tentang anak-anak Ham itu sendiri, yaitu Put, Misraim, Kush dan Kanaan (10:6). Kemunculan frase ‘Ham, bapa Kanaan’ (9:18,22) sebenarnya merupakan semacam jembatan yang menghubungkan tindakan Ham dan kutukan yang diterima oleh Kanaan. Frase tersebut ditampilan sebenarnya untuk mempersiapkan pembaca memahami hubungan antara Ham dan Kanaan. Dan jika ditelusuri ke depan memang terbukti bahwa karakteristik bangsa Kanaan merupakan pengejawantahan dari tindakan Ham. Apapun yang mereka lakukan dalam konteks dunia kafir selalu dilambangkan dengan tindakan Ham (Ima. 18:3-30).
Intinya adalah dalam menyatakan kutukan dan berkatnya, Nuh menilai tindakan anak-anaknya sebagai ciri khas mereka pada saat itu dan hal itu dianggap sebagai sifat yang akan diteruskan kepada keturunan mereka masing-masing. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kutukan Nuh bersifat profetik. Kutukan dan berkat Nuh tidak ditujukan kepada perorangan (Kanaan, Sem dan Yafet) melainkan bersifat nasional (menyangkut bangsa). Memang tujuan seluruh kisah ini (9:18-29) adalah untuk melukiskan karakteristik 3 akar bangsa yang muncul setelah peristiwa air bah, yaitu bangsa-bangsa yang yang berasal dari Sem, Ham, dan Yafet (Kej. 10). Kej. 10:32 mengatakan: “Itulah segala kaum anak-anak Nuh menurut keturunan mereka, menurut bangsa mereka. Dan dari mereka itulah berpencar bangsa-bangsa di bumi setelah air bah itu”.