Tindakan Ham terhadap Nuh (Kejadian 9:21-23) (Bagian 5)

Posted on 24/07/2022 | In Do You Know ? | Ditulis oleh Ev. Nike Pamela | Leave a comment

https://i0.wp.com/rec.or.id/wp-content/uploads/2022/06/Tindakan-Ham-terhadap-Nuh-Kejadian-9-21-23.jpg Tindakan Ham terhadap Nuh (Kejadian 9:21-23) (Bagian 5)

Kutukan Nuh

Berbeda dengan gambaran kutuk dalam masyarakat modern, dalam masyarakat kuno kutuk memiliki kuasa yang sama nilainya dengan orang yang melakukannya. Setiap orang bisa mengutuk, tetapi kutukan itu akan efektif apabila ada keterlibatan kekuatan supernatural/ilahi di dalamnya. Ada beberapa hal yang menyebabkan seseorang mengutuk orang lain:

  1. mengutuk adalah reaksi seseorang terhadap perilaku orang lain yang salah agar orang tersebut benar-benar menjauh dari perilaku dan tindakannya
  2. seseorang yang dikutuk adalah seseorang yang posisinya lebih rendah yang melalui tindakan dikutuk tersebut, otomatis ia akan dikeluarkan dari hubungan masyarakat dimana ia mendapatkan kedamaian, keadilan dan keberhasilan
  3. kutukan tidak berhubungan dengan dendam pribadi tetapi diterapkan untuk mempertahankan peraturan maupun adat yang sakral dalam masyarakat kuno
  4. kutuk hanya efektif oleh intervensi ilahi

Dalam konteks orang Israel kuno, kutuk merupakan bagian dari sumpah untuk melindungi institusi. Seseorang yang melakukan pelanggaran serius terhadap syarat-syarat perjanjian, maka orang tersebut akan mengalami kemalangan yang sebenarnya  dilakukan secara aktif oleh Allah sendiri (Ul. 28; Yos. 6:26; 1 Sam. 26:19). Dengan demikian kutuk dianggap sebagai satu sarana untuk menilai apakah kehendak Allah sudah terlaksana dalam bentuk penghukuman terhadap seseorang yang mencemarkan sesuatu yang kudus.  Kutuk adalah ekspresi iman melalui peraturan adil dari Allah karena  orang yang mengutuk  sudah tidak lagi memiliki sumber daya yang lain. Kata-kata itu sendiri tidak memiliki kekuatan kecuali Tuhan yang melakukannya. Baik berkat atau kutuk, Allah-lah yang aktif  berperan untuk melakukan sekaligus melarang seseorang untuk mengucapkan berkat atau kutuk (Bil. 23-24). Ketika seseorang atau satu kelompok bangsa dikutuk, bentuk yang dihasilkan dapat berupa ekskomunikasi (pengucilan), hilangnya kehormatan (loss of honor) ataupun larangan.

Ketika Nuh mendapati apa yang diperbuat anaknya, Ham, maka kehormatan Nuh sekaligus kesakralan keluarga, salah satu institusi awal yang dibuat Allah, mengalami ancaman dan akibatnya lembaga keluarga itu ternodai. Itulah sebabnya Nuh melakukan apa  yang seharusnya memang dia lakukan, dalam hal ini, melakukan tindakan mengutuk anaknya (sekaligus memberkati anaknya yang lain). Akibat kutukan yang diucapkan Nuh kepada Ham, maka keturunan Ham akan berada dalam status sebagai budak bagi keturunan anak-anak Nuh lainnya.  Dalam status sebagai budak, maka keturunan Ham akan berada dalam penindasan, kehilangan kebebasan untuk merdeka, jatuh dalam ketergantungan dengan keinginan pihak lain.

Isi Kutukan Nuh

Dalam kisah yang telah dipaparkan di atas, telah dijelaskan bahwa Ham telah bersalah dengan melihat keterlanjangan ayahnya. Ham layak dihukum karena kesalahannya tersebut. Namun Alkitab menuliskan bahwa setelah sadar dari mabuknya dan mengetahui apa yang diperbuat anak-anaknya, Nuh langsung menyatakan kutuk (dan berkat): "Terkutuklah Kanaan, hendaklah ia menjadi hamba yang paling hina bagi saudara-saudaranya." Mengapa Kanaan yang dikutuk, bukan Ham selaku pelaku aktifnya? Mengapa Kanaan, yang notabene adalah anak Ham? Seandainya kutuk itu harus ditimpakan kepada anaknya, kenapa Kanaan, bukan anak-anak Ham lainnya? Alkitab mencatat bahwa Ham memiliki anak-anak lainnya selain Kanaan, yaitu Kush, Misraim, dan Put (Kej. 10:6). Mengapa bukan Kush, Misraim atau Put yang dikutuk?

Dalam dunia penyelidikan Alkitab, bagian ini merupakan salah satu dari beberapa pertanyaan yang sulit dijawab. Bahkan karena sulitnya menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas, issue yang dimunculkan beralih ke hal lain, yaitu issue perbudakan. Kemunculan nama Kanaan sebagai keturunan yang dikutuk Ham merupakan upaya justifikasi terhadap perbudakan. Setelah peristiwa air bah yang memusnahkan umat manusia di eranya, keturunan selanjutnya dari keberlangsungan umat manusia berasal dari 3 anak Nuh, yaitu Sem, Ham dan Yafet (Kej. 9:19). Karena Ham merupakan bapa leluhur orang-orang Afrika (setelah persebaran perbudakan di antara orang Arab, Eropa dan Amerika), maka ayat yang berisi kutukan terhadap keturunan Kanaan yang akan menjadi budak, dianggap sebagai pembenaran keberadaan perbudakan di dunia. Bahkan salah satu penafsiran orang Yahudi terhadap kutukan Nuh kepada Kanaan dikalimatkan sebagai bentuk percakapan Nuh dengan Ham sebagai berikut: “Karena kamu telah membalikkan kepadamu untuk melihat keterlanjanganku, maka rambut cucumu akan kusut, mata mereka akan merah; karena bibirmu mempermalukan kemalangan, maka bibir keturunan cucumu akan membengkak; karena kamu mengabaikan keterlanjanganku, maka keturunanmu pun akan telanjang dan kulitnya akan digelapkan; anggota tubuh dari keturunan laki-lakimu akan memanjang dengan memalukan.” Dan memang, bagian ini dianggap sebagai upaya pembenaran terhadap eksistensi perbudakan.

https://i0.wp.com/rec.or.id/wp-content/uploads/2020/12/logo.png logo writter

Ev. Nike Pamela

Reformed Exodus Community