Kesalehan hidup merupakan hal yang baik dan harus diusahakan sedemikian rupa oleh setiap orang percaya, karena kesalehan merupakan bukti nyata dari iman kepada Kristus. Rasul Petrus menegaskan bahwa kesalehan harus menjadi karakteristik dari setiap orang yang telah hidup di dalam kebenaran Kristus (2Pet. 1:5-6). Apakah itu berarti bahwa setiap orang yang hidup saleh pasti telah memiliki kebenaran? Sama sekali tidak. Orang benar pasti saleh, tetapi orang saleh belum tentu benar. Mengapa demikian? Tidak semua bentuk kesalehan adalah produk kebenaran. Kesalehan yang bersifat legalistik justru sangat bertentangan dengan kebenaran, dan celakanya adalah dengan nature dosanya, kesalehan manusia pada dasarnya bersifat legalistik (Yes 64:6).
Apa artinya kesalehan yang bersifat legalistik? 1. (berkaitan dengan tujuan) Legalisme adalah suatu konsep bahwa seseorang dapat mencapai kesempurnaan di hadapan Allah melalui usaha mentaati hukum sebaik-baiknya untuk mendapatkan keselamatan. Ini berarti bahwa keselamatan seseorang dapat diusahakan oleh dirinya sendiri. 2. (berkaitan dengan fungsi) Ketaatan terhadap hukum, tidak lagi ditempatkan sebagai sarana bagi manusia untuk mengenal dan mengasihi Allah, tetapi hukum itu sendiri yang dijadikan tujuan. Dengan kata lain, kepatuhan manusia kepada Allah digantikan dengan kepatuhan manusia kepada hukum.
Hasil dari dari ketaatan yang legalistik adalah manusia semakin jauh dari kebenaran. Hukum tidak lagi menjadi instrumen bagi kebaikan hidup manusia, tetapi sebaliknya menjadi jerat yang membinasakan bagi manusia. Legalisme mengakibatkan seseorang dapat mengganti Allah yang hidup dengan buku hukum yang tidak bernyawa. Legalisme sama sekali tidak menghasilkan perkenaan Allah bagi manusia, tetapi hanya membawa manusia berakhir dalam kebinasaan.
Di tengah-tengah keadaan manusia yang sedang menuju kepada kebinasaan, Yesus Kristus datang dan memberikan undangan pengharapan, yang disertai dengan jaminan kehidupan.
Isi:
Struktur Matius 11:28-30 dapat dianalisa dalam tiga bagian. Dua bagian pertama (ay 28 dan 29) memiliki kesamaan isi, yakni undangan dan janji, lalu bagian ketiga (ay. 30) memberikan alasan lebih lanjut untuk meresponi undangan. Dengan demikian garis besarnya sebagai berikut:
1. undangan untuk datang kepada Yesus dan janji kelegaan (ay. 28);
2. undangan untuk mengikuti Yesus dalam pemuridan dan janji ketenangan (ay. 29);
3. beban ringan bagi mereka yang mengikuti Yesus (ay. 30).
1. Undangan untuk datang kepada Yesus dan janji kelegaan (ay. 28)
Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat (28a). Dalam ayat ini, Jelas sekali bahwa satu-satunya solusi bagi setiap orang yang letih lesu dan berbeban berat adalah datang pada Yesus. Beberapa orang Kristen cenderung menekankan ayat ini sebagai jawaban atas pergumulan-pergumulan jasmani (sakit penyakit, ekonomi, keluarga, dsb), tetapi pemahaman tersebut adalah di luar konteks. Memang Yesus sanggup memberikan kelepasan dari masalah-masalah jasmani, tetapi frasa "letih lesu dan berbeban berat" dalam konteks ini adalah merujuk pada:
orang yang mengeluh karena beratnya hukum Taurat yang penuh dengan ritual-ritual dan tradisi orang-orang Farisi dan ahli Taurat yang terikat legalisme (bdk: Mat. 23:4, Luk. 11:46 Kis. 15:10).
orang yang merasa bisa melunasi hutang dosanya dengan usaha sendiri, sehingga orang tersebut berusaha mati-matian untuk taat kepada Tuhan secara sempurna, tetapi selalu gagal. kegagalannya membuat ia hidup dalam ketakutan.
Kepada setiap orang-orang yang demikian, Yesus mengudang untuk datang kepada-Nya. Undangan Yesus menunjukan besar kasih setia-Nya. Dia memahami ketidakberdayaan manusia (bdk: Maz. 103:14), dan mau menanggung segala kelemahan manusia dalam mentaati hukum-hukum Allah.
Aku akan memberikan kelegaan kepadamu (28b). Undangan Yesus bukan tanpa jaminan. Dengan Jelas Yesus menjanjikan Kelegaan (rest) kepada mereka yang mau menanggalkan legalisme dan beriman kepada Kristus. Kelegaan yang Kristus janjikan bukan sekedar beristirahat dari kelelahan fisik, tapi kelepasan dari segala hukum-hukum yang membinasakan.
Orang-orang Yahudi hidup dalam Taurat dan tradisi lisannya. Tafsiran dan aplikasi dari keduanya menghasilkan 613 (atau 621) peraturan yang harus ditaati tanpa terkecuali. Undang-undang dan perintah hukum bertumpuk-tumpuk, peraturan diatas peraturan dan membentuk piramida hukum: Pentateukh (5 kitab Musa) ke Midrash (adalah istilah Yahudi untuk suatu cara penelaahan kitab suci secara homiletik) dan Mishna (kumpulan Hukum Lisan Yudaisme pertama yang ditulis) ke Talmud (catatan tentang diskusi para rabi yang berkaitan dengan hukum Yahudi, etika, kebiasaan dan sejarah). Semua hukum-hukum ini harus dilakukan tanpa ada pengecualian. Teolog Protesstan, Joshep Fletcher (Penulis menolak ide "etika situasi" nya dan pandangannya terhadap etika Kristen Protestan) menegaskan bahwa legalisme Yahudi telah buta dalam melihat faktor keraguan dan kebingungan yang dialami seseorang dalam hidupnya. Legalisme Yahudi lebih mudah menghukum daripada menolong seseorang yang mengalami kesulitan dalam hidup. Jelas ini sangat melelahkan jiwa manusia, tetapi di dalam Kristus manusia hidup dalam hukum yang memerdekakan (bdk: Gal. 5:1).
2. Undangan untuk mengikuti Yesus dalam pemuridan dan janji ketenangan (ay. 29)
Pikullah kuk yang Kupasang dan belajarlah pada-Ku (29a). Bagian ini melengkapi undangan Yesus di ayat 28. Undangan untuk datang kepada Yesus tidak berhenti pada kelepasan dari legalisme, tetapi sekaligus manusia diundangan menjadi murid yang mengikuti Yesus serta ajararan-Nya. "Kuk" (zugos) adalah metafora umum untuk hukum, baik dalam Yudaisme dan dalam PB (mis: Kis. 15:10, Gal. 5:1). Ketika Yesus mengundang orang-orang dengan ungkapan "ambilah kuk yang Kupasang dan belajarlah pada-Ku" maka Yesus sesungguhnya mengajak mereka untuk mengikuti ajaran-Nya sebagai interpretasi yang definitif terhadap hukum-hukum Allah. (bdk: Mat. 5:17 - 20). Ini berarti bahwa penafsiran atau interpretasi terhadap seluruh hukum Allah, jika tidak didasarkan pada iman di dalam Kristus, hanya akan melahirkan kesalehan yang legalistik.
Di sisi lain, bagian ini juga menegaskan kepada kita bahwa kelegaan yang Yesus janjikan di ayat 28, sama sekali tidak membawa manusia kepada ekstrim yang lain, yakni meninggalkan Legalisme dan masuk kepada Antinomianism (cara hidup bebas yang anti hukum/aturan).
karena Aku lemah lembut dan rendah hati dan jiwamu akan mendapat ketenangan (29b).
Janji bagi mereka yang mau menerima Kuk dan belajar dari Yesus adalah ketenangan jiwa. Belajar dan berinteraksi dengan pribadi yang lemah lembut dan rendah hati, pasti menghadirkan ketenangan jiwa seseorang. Tidak ada perasaan terancam, takut disalahpahami, ditolak, dsb. Pribadi Yesus adalah pribadi yang sangat memahami kekurangan, kelemahan, ketidakberdayaan kita. Bukan cuma bisa memahami, tetapi Kristus juga turut mengambil bagian dalam segala kesakitan kita, sehingga jiwa kita bisa mengalami ketenangan yang sejati, dalam segala keadaan. Inilah alasan terbaik untuk kita mau menerima kuk dan belajar dari Kristus saja.
Dalam teks Yunani, kata "Aku" mendapat penekanan. Ini artinya bahwa, hanya Yesus saja yang bisa memberi kelegaan/ketenangan bagi jiwa manusia. Mengapa hanya Yesus yang bisa? Ketika Yesus menjanjikan untuk memberikan istirahat kepada mereka yang datang kepada-Nya, Yesus tidak hanya berkapasitas sebagai orang bijak era PL (bdk: Sir 6:28; 51:27), tetapi Yesus berada dalam kapasitas yang sama seperti Yahwe berbicara kepada Musa (bdk: Kel. 33:14). Dalam undangan-Nya, panggilan untuk datang kepada Yesus mendahului panggilan untuk pemuridan. Ini menunjukan bahwa Yesus berdiri tidak hanya di tempat Kebijaksanaan dan kebenaran tapi Dia adalah kebenaran itu sendiri. Kerena itu, segala bentuk usaha manusia untuk mencari ketenangan jiwa di luar Yesus, hanya akan menghasilkan keputusasaan dan kehancuran jiwa.
3. Beban ringan bagi mereka yang mengikuti Yesus (ay. 30)
Sebab kuk yang Kupasang itu enak dan beban-Ku pun ringan. Fakta bahwa kuk Yesus adalah baik dan bebannya ringan tidak boleh disalahpahami bahwa pemuridan dan hidup dalam kebenaran adalah perkara mudah dan ringan. Pemuridan menuntut komitmen hidup dan penyangkalan diri yang total dan menyeluruh. Jika demikian apa yang dimaksud dengan "kuk yang enak, dan beban yang ringan"? Frasa ini merupakan ungkapan yang bersifat oksimoron untuk menjelaskan satu prinsip kebenaran bahwa segala bentuk ketaatan/kesalehan terhadap hukum-hukum Allah yang bersumber dari hati yang mengasihi Allah (lawan dari Legalisme) pasti menghasilkan sukacita. Segala perintah Allah jika dilakukan karena kasih pasti terasa ringan (1 Yohanes 5:3).
Aplikasi:
* Ketika segala usaha sudah dilakukan untuk mendapatkan ketenangan jiwa sudah dilakukan, namun kehidupan terus dicengkeram oleh ketakutan dan keputusasaan, bahkan selalui dihantui dengan rasa bersalah karena dosa, maka Saudara harus datang kepada Yesus. Hanya dia yang sanggup memberikan ketenangan jiwa.
* Ketika segala pelayanan dan aktivitas ibadah mulai terasa hambar dan membosankan, mungkin kadar kasih Saudara kepada Tuhan dan sesama mulai pudar dan terjebak dalam kesalehan yang legalistik. Mohon pertolongan Roh Kudus untuk membangunkan Saudara kembali pada kasih yang mula-mula
* Seruan dan pengakuan Kita terhadap Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Allah, jika tidak disertai dengan usaha untuk hidup dalam kesalehan, adalah suatu bentuk Legalisme.
* Keyakinan akan keselamatan kekal dalam kesalehan yang legalistik adalah keyakinan keselamatan yang palsu