
Dunia menawarkan dua macam kesatuan. Di satu sisi, kesatuan sebagai keseragaman. Segala sesuatu harus sama. Perbedaan berarti penyimpangan dan pertikaian. Di sisi lain, kesatuan tanpa pijakan. Semua perbedaan diabaikan. Tidak ada pedoman. Tidak ada kebenaran.
Kekristenan menyediakan kesatuan yang seimbang. Kesatuan memang tidak identik dengan keseragaman, tetapi tetap memerlukan kebenaran sebagai pijakan. Kasih memang menempati posisi sentral, tetapi kasih bukan musuh dari kebenaran. Keduanya seyogyanya berjalan beriringan.
Teks kita hari ini merupakan doa yang dipanjatkan oleh Yesus Kristus kepada Bapa sesaat sebelum Dia ditangkap dan disalibkan (bdk. 18:1-12). Dia tidak hanya memberikan teladan dan ajaran (pasal 13-16). Dia juga menyerahkan para pengikut-Nya ke dalam tangan Bapa. Dia mendoakan kesatuan untuk mereka.
Doa di atas bukan hanya untuk para pengikut yang awal, tetapi juga orang-orang Kristen generasi berikutnya (ayat 20b). Yesus Kristus mengetahui dari awal bahwa salib bukanlah akhir dari misi keselamatan. Sebaliknya, tatkala Dia ditinggikan dari bumi, Dia akan menarik banyak orang kepada-Nya (12:32). Orang banyak ini membutuhkan perlindungan dan kesatuan, sama seperti para pengikut yang mula-mula.
Kesatuan seperti apa yang dirindukan oleh Tuhan? Untuk apa kesatuan yang seperti itu?
Karakteristik kesatuan Kristiani
Jika kita membaca seluruh doa Yesus Kristus di pasal 17 ini, kita akan menemukan dua ide kunci yang sering kita jumpai, yaitu perlindungan dan kesatuan. Dalam dunia yang membenci kebenaran (17:14), para pengikut Tuhan sangat membutuhkan pemeliharaan dan penjagaan (17:11, 12, 15). Selain itu, mereka juga membutuhkan kesatuan. Frasa “supaya mereka menjadi satu” muncul berkali-kali (17:11, 21, 22, 23). Di antara dua ide ini – yaitu perlindungan dan kesatuan – yang terakhir terlihat lebih dominan.
Kesatuan tersebut memiliki beberapa karakteristik. Yang pertama adalah dilandaskan pada kebenaran (ayat 20b). Di ayat bagian ini orang-orang Kristen generasi berikutnya disebut sebagai orang-orang yang menerima pemberitaan (logos) para rasul. Kata logos sudah muncul sebelumnya dan merujuk pada firman Allah sebagai kebenaran: “Firman-Mu adalah kebenaran” (ho logos ho sos alÄ“theia estin, ayat 17b). Logos yang sama sudah diberikan oleh Yesus Kristus kepada murid-murid-Nya (17:14a). Ada kesinambungan ajaran dari Yesus Kristus kepada para rasul dan akhirnya pada orang Kristen di segala zaman. Dengan kata lain, kesatuan yang benar adalah kesatuan yang didasarkan pada kebenaran.
Konsep ini diajarkan secara konsisten oleh para rasul. Gereja yang benar dibangun di atas dasar para nabi dan para rasul dengan Yesus Kristus sebagai batu penjuru (Ef. 2:20). Kesatuan yang dirindukan oleh Tuhan mencakup “kesatuan iman dan pengetahuan yang benar tentang Anak Allah” (Ef. 4:13). Inilah yang disebut dengan kesatuan doktrinal.
Karakteristik kesatuan Kristiani yang kedua adalah berpusat pada Allah (teosentris). Bukan kebetulan kalau kata sambung “sama seperti” yang menggambarkan relasi antara Bapa dan Kristus muncul berulang-ulang dalam bagian ini. Ayat 21 “sama seperti Engkau, ya Bapa, di dalam Aku dan Aku di dalam Engkau”. Ayat 22b “sama seperti Kita adalah satu”. Ayat 23 “sama seperti Engkau mengasihi Aku”. Semua ini mengajarkan bahwa kesatuan Kristiani dimulai dari kesatuan kekal dalam diri Allah Tritunggal.
Poin ini seringkali dengan mudah dilupakan. Kesatuan dipandang semata-mata sebagai pencapaian manusia. Tentang apa yang kita lakukan. Dibatasi pada kegiatan-kegiatan. Jika ini yang terjadi, kesatuan yang tercipta hanya ada di permukaan belaka. Kesatuan semacam ini pasti tidak akan bertahan lama.
Karakteristik berikutnya adalah melibatkan keintiman. Semua frasa “sama seperti” di atas secara jelas menunjukkan ide tentang keintiman. Ada kebersamaan (ayat 21, 23a). Ada kesatuan (ayat 22). Ada kasih (ayat 23b). Keintiman seperti itulah yang Allah inginkan dari komunitas orang percaya. Bukan sekadar kesatuan doktrinal yang abstrak dan kering (berdasarkan ajaran). Bukan pula sekadar kesatuan institusional (berdasarkan denominasi atau merk gereja).
Karakteristik yang melibatkan keintiman ini sayangnya semakin sukar untuk ditemukan di banyak gereja sekarang. Banyak gereja justru berlomba menjadi gereja yang besar. Perkumpulan yang besar dianggap sebagai simbol kebersamaan yang besar.
Hal ini tentu saja tidak benar. Jumlah yang besar tidak akan berarti apa-apa tanpa keintiman yang mendalam. Gereja yang besar memiliki tugas yang lebih besar untuk menyatukan seluruh jemaat ke dalam sebuah keintiman yang personal.
Yang terakhir, kesatuan yang sejati berpusat pada Kristus (Kristosentris). Fokus pada poin ini sedikit berbeda dengan sebelumnya (teosentris). Poin ini lebih menyoroti pada apa yang dilakukan oleh Kristus.
Kesatuan Kristiani tidak mungkin direalisasikan tanpa Kristus. Kita bahkan seharusnya mengatakan bahwa kesatuan ini merupakan karya Kristus. Dia yang berdoa untuk kesatuan ini (17:20). Dia yang menunjukkan kemuliaan (17:22a). Terlepas dari bagaimana kita menafsirkan kemuliaan di sini, tujuannya tetap jelas yaitu “supaya mereka menjadi satu”. Dia juga yang berkenan berdiam di dalam kita untuk menyempurnakan kesatuan kita (17:23 “Aku di dalam mereka….supaya mereka sempurna menjadi satu”).
Kebenaran ini sangat menguatkan. Kita seringkali pesimis dengan pencapaian kesatuan. Ada begitu banyak persoalan yang membuat kesatuan seolah-olah sangat sukar untuk diwujudkan. Melalui poin ini kita diingatkan bahwa kesatuan lebih merupakan karya Kristus daripada usaha kita. Setiap doa-Nya pasti dikabulkan oleh Bapa (11:41-42). Dia juga sudah berdiam di dalam diri orang percaya melalui Roh Kebenaran (14:16-17; 20:22).
Tujuan kesatuan Kristiani
Kesatuan seringkali dipahami secara internal. Tentang apa yang ada dalam gereja. Tentang apa yang dilakukan oleh dan di dalam komunitas orang percaya. Hanya tentang sesama orang percaya. Tidak ada tujuan yang bersifat eksternal.
Situasi ini sangat disayangkan. Kesatuan bukan hanya keadaan yang dinikmati oleh orang-orang percaya. Titik akhir kesatuan bukan terletak di gereja, tetapi di dunia. Kesatuan yang benar bersifat misional. Artinya, kesatuan merupakan salah satu bentuk kesaksian bagi dunia. Frasa “supaya dunia percaya” (ayat 21) dan “supaya dunia tahu” (ayat 23) menunjukkan tujuan ultimat dari kesatuan tersebut. Kehidupan di antara orang percaya seharusnya menjadi sebuah panggung pertunjukan untuk kasih ilahi yang besar yang dinyatakan oleh Allah Tritunggal.
Jika komunitas orang percaya hidup dalam kebenaran dan keintiman yang memancarkan karya penebusan Allah Tritunggal, dunia akan dituntun untuk mengenal Allah yang benar. Dunia akan tahu bahwa mereka adalah benar-benar pengikut Yesus Kristus (13:34-35). Kecuali gereja benar-benar hidup di dalam kesatuan, bagaimana mereka bisa memberikan kesaksian yang otentik tentang keselamatan yang dikerjakan oleh Allah Tritunggal? Pertikaian jelas menghancurkan kesaksian. Perselisihan mengaburkan pengenalan terhadap Allah Tritunggal.
Gereja mula-mula berhasil menghidupi kebenaran ini (Kis. 2:42-47). Mereka hidup di dalam kesatuan yang benar. Mereka bertekun dalam pengajaran rasul-rasul. Mereka selalu mengingat karya penebusan Kristus (“memecahkan roti”). Kesatuan diwujudkan dalam hal saling bersekutu dan membantu. Tidak heran, banyak orang tertarik dengan gaya hidup mereka, dan melalui hal itu Tuhan membawa mereka pada pertobatan (ayat 47). Kesatuan yang benar merupakan kesaksian yang sulit terbantahkan.
Bagaimana dengan gereja Anda? Bagaimana pula dengan Anda sebagai gereja? Sudahkah Anda dan gereja Anda menjadi kesaksian bagi dunia? Sudahkah kesatuan yang ada didasarkan pada kebenaran, berpusat pada Allah, diwarnai dengan keintiman dan berpusat pada Kristus? Soli Deo Gloria.