Salah satu pelayanan yang seringkali dipandang paling menantang adalah pelayanan misi. Ada tantangan eksternal maupun internal. Berjumpa dengan orang-orang baru dengan budaya mereka yang unik, tinggal di lokasi terpencil dengan iklim yang berbeda, dan berbagai bahaya natural maupun supranatural yang kerap dijumpai di ladang pelayanan merupakan beberapa contoh saja dari tantangan eksternal dalam ladang misi. Para misionaris juga menghadapi tantangan internal. Kesepian, keraguan dan kekecewaan tidak jarang menjadi godaan besar untuk ditaklukkan.
Puji Tuhan! Allah tidak pernah membiarkan hamba-hamba-Nya sendirian, apalagi di tengah tantangan yang besar. Mereka mungkin merasa kesepian, tetapi bukan berarti ditinggalkan sendirian. Selalu ada penyertaan Tuhan di setiap tantangan. Ada konfirmasi ilahi bagi siapa saja yang memberi hati dan diri untuk pekerjaan misi. Persoalan memang tidak selalu dihilangkan, tetapi penyertaan dan kekuataan untuk bertahan selalu disediakan.
Teks kita hari ini menceritakan tentang awal pelayanan Yesus Kristus. Allah yang menjadi manusia kini siap memulai pelayanan-Nya. Ada tantangan besar di depan, bahkan di sepanjang jalan. Walaupun demikian, Bapa selalu menyediakan peneguhan, bahkan dari sejak awal pelayanan.
Awal pelayanan yang tidak mudah (ayat 13-15)
Peristiwa Yesus dibaptis oleh Yohanes merupakan salah satu kisah yang selalu muncul di setiap kitab Injil. Walaupun detail kisah di masing-masing kitab agak berlainan, kisah ini secara konsisten dimunculkan oleh para penulis kitab Injil. Hal ini menyiratkan betapa pentingnya peristiwa baptisan ini.
Nilai penting baptisan tidak dapat dipisahkan dari misi yang diemban oleh Yesus Kristus. Matius sudah menginformasikan sebelumnya bahwa Yesus datang ke dunia untuk menuntaskan sebuah misi, yaitu “menyelamatkan umat-Nya dari dosa mereka” (1:21). Dalam rangkaian proses pelaksanaan misi ini, baptisan merupakan langkah pertama yang harus Dia tempuh.
Kerelaan Yesus untuk dibaptis jelas bukan perkara yang mudah. Kerelaan-Nya mengajarkan beberapa poin penting tentang penuntasan misi dari Allah. Ada tiga hal yang diperlukan dalam pelayanan misi.
Pertama adalah kerendahhatian. Keengganan Yohanes untuk membaptis Yesus (3:13-14) sangat bisa dimaklumi. Yohanes menyadari superioritas Yesus atas dirinya. Dia hanyalah pembuka jalan bagi Sang Mesias (3:3). Yesus jauh lebih berkuasa dan mulia daripada Yohanes (3:11a). Yesus sendiri kelak akan memberikan baptisan yang lebih baik, yaitu “baptisan dengan Roh Kudus dan dengan api” (3:11b).
Terlepas dari semua superioritas yang ada, Yesus tetap datang kepada Yohanes untuk dibaptiskan. Tindakan ini mengajarkan kepada kita bahwa ada harga yang perlu dibayar dalam menuntaskan misi ilahi. Melepaskan ego adalah salah satunya. Pelepasan ego dan harga diri terbesar dilakukan oleh Yesus selama proses kematian-Nya. Dia diludahi, ditinju dan dipukuli (26:67). Orang-orang mempermainkan dan mengolok-olok Dia (26:68). Para prajurit tidak ketinggalan turut menghina, mengolok-olok dan menyiksa Dia (27:28-31). Penghinaan terus-menerus Dia terima bahkan ketika Dia tergantung di atas kayu salib (27:39-44). Tidak heran, Paulus menjadikan salib sebagai simbol kerendahhatian terbesar (Flp. 2:6-8).
Kedua adalah solidaritas. Yohanes Pembaptis tidak hanya menolak untuk membaptiskan Yesus. Dia juga menyadari kebutuhannya untuk dibaptiskan Yesus. Dia berkata: “Akulah yang perlu dibaptis oleh-Mu” (3:14). Dalam teks Yunani perkataan ini sangat ditekankan. Kata “aku” (egō) muncul secara khusus seolah-olah ingin menekankan “aku, aku memiliki kebutuhan untuk dibaptis oleh-Mu” (terjemahan hurufiah). Kata “kebutuhan” (chreia) juga muncul tepat sesudah kata egō untuk penekanan. Yohanes memang memiliki kebutuhan untuk dibaptis.
Perkataan Yohanes di atas tidak boleh dipisahkan dari fakta bahwa baptisan Yohanes adalah “tanda pertobatan” (3:11a). Orang-orang yang akan dibaptis harus mengakui dosa-dosa mereka (3:6) dan berkomitmen untuk menghasilkan “buah yang sesuai dengan pertobatan” (3:8). Yohanes menyadari bahwa diri-Nya adalah orang berdosa. Dia memerlukan baptisan sebagai tanda pertobatan.
Yesus tidak memerlukan baptisan sebagai tanda pertobatan. Dosa tidak ada dalam diri-Nya (2Kor. 5:21; 1Yoh. 3:5). Walaupun demikian, Dia harus menerima baptisan sebagai simbol bahwa Dialah yang akan menanggung dosa-dosa umat-Nya. Baptisan Yesus merupakan baptisan solidaritas. Dia sedang mengidentifikasikan diri-Nya dengan orang-orang yang akan Dia selamatkan. Di tempat dalam kitab Injilnya Matius mengutip nubuat Yesaya: “Dialah yang memikul kelemahan kita dan menanggung penyakit kita” (8:17).
Ketiga adalah ketaatan. Poin ini merupakan inti dari dua poin sebelumnya. Di balik kerendahhatian dan solidaritas yang ditunjukkan oleh Yesus ada ketaatan kepada Bapa-Nya. Yesus meyakinkan Yohanes dengan perkataan: “Demikianlah sepatutnya kita menggenapkan seluruh kehendak Allah” (3:15). Frasa “seluruh kehendak Allah” secara hurufiah berarti “seluruh kebenaran” (pasan dikaiosynēn). Baptisan hanyalah salah satu wujud ketaatan kepada Allah. Walaupun hanya salah satu, baptisan merupakan simbol kerelaan dan kesiapan Yesus untuk menaati seluruhnya. Tidak heran, ketaatan Yesus yang sempurna memberikan kebenaran ilahi kepada umat-Nya.
Panggilan membutuhkan ketaatan. Pelayanan misi memerlukan ketetapan hati. Tanpa ketaatan pada kebenaran, pelayanan hanyalah selubung rohani untuk menutupi kehidupan yang duniawi. Ketaatan seharusnya mendahului penampilan, kemampuan, dan pencapaian. Jika urutannya dibalik, pelayanan akan jungkir-balik.
Konfirmasi dari Allah (ayat 16-17)
Kerelaan Yesus untuk dibaptis bukan satu-satunya yang disorot dalam kisah ini. Apa yang terjadi sebelum baptisan sama pentingnya dengan apa yang terjadi sesudahnya. Yesus menaati Bapa. Bapa mengerjakan bagian-Nya. Bapa memberikan peneguhan.
Konfirmasi ini diberikan secara cepat dan tepat waktu. Begitu Yesus keluar dari air, saat itulah Allah memberikan peneguhan (3:16). Kehadiran Roh Kudus secara visual membuktikan bahwa Yesuslah yang benar-benar akan membaptis dengan Roh Kudus dan dengan api (3:11b). Di samping itu, Dia adalah Sang Mesias yang dinubuatkan oleh Nabi Yesaya (11:2; 42:1; 61:1).
Perlu dicatat, kisah ini bukanlah catatan pertama tentang pekerjaan Roh Kudus dalam diri Yesus. Sejak awal inkarnasi-Nya, Roh Kudus sudah bekerja, seperti yang dikatakan oleh malaikat Tuhan kepada Yusuf: “Janganlah engkau takut mengambil Maria sebagai isterimu, sebab anak yang di dalam kandungannya adalah dari Roh Kudus” (1:20; juga 1:18).
Pengakuan verbal dari Bapa bahwa Yesus adalah Anak Allah yang dikasihi dan diperkenan juga berfungsi untuk memberikan peneguhan bahwa Yesus adalah Mesias yang menggenapi misi Allah. Secara khusus, Dia adalah Hamba TUHAN yang dinubuatkan oleh Nabi Yesaya (42:1 “Lihat, itu hamba-Ku yang Kupegang, orang pilihan-Ku, yang kepadanya Aku berkenan. Aku telah menaruh Roh-Ku ke atasnya, supaya ia menyatakan hukum kepada bangsa-bangsa”). Peneguhan secara verbal seperti ini juga dicatat oleh Matius pada saat Yesus berubah wajah penuh kemuliaan di sebuah gunung (17:5b “Inilah Anak yang Kukasihi, kepada-Nyalah Aku berkenan, dengarkanlah Dia”).
Konfirmasi ilahi merupakan penghiburan besar bagi para pelayan Tuhan. Jalan ketaatan memang tidak gampang, karena itu Allah tidak pernah meninggalkan kita sendirian. Allah yang memanggil kita kepada misi-Nya adalah Allah yang memberikan konfirmasi-Nya bagi kita. Kita mungkin kelelahan, tetapi tidak pernah sendirian. Soli Deo Gloria.
Photo by Ethan Sykes on Unsplash