Mesias Yang Dinantikan (Mazmur 2:1-12)

Posted on 02/12/2018 | In Teaching | Ditulis oleh Pdt. Yakub Tri Handoko | Leave a comment

https://i0.wp.com/rec.or.id/images/article/mesias-yang-dinantikan-mazmur-2-1-12.jpg Mesias Yang Dinantikan (Mazmur 2:1-12)

Kemelut seringkali membuat sebagian orang takut. Tatkala situasi semakin semrawut, mereka bahkan acap kali menjadi kalut. Memandang ke depan menjadi hal yang menakutkan. Jangankan untuk mengarahkan pandangan ke depan, memikirkan keadaan sekarang saja sudah cukup menegangkan. Masih adakah harapan bagi mereka yang tertekan?

Teks kita hari ini menunjukkan bahwa tidak ada satu peristiwa pun di dunia ini yang membuat Allah terkejut, apalagi takut dan kalut. Keadaan tidak bisa menjadi lebih buruk atau lebih liar di mata Allah. Dia tetap tenang sambil mengarahkan setiap peristiwa untuk menggenapi tujuan-Nya dan bagi kemuliaan-Nya. Kehadiran Mesias ke dalam dunia lebih dari 2000 tahun yang lalu merupakan bukti bahwa Allah mengontrol segala sesuatu secara penuh tanpa berpeluh.

 

Latar belakang Mazmur 2

Teks tidak menyediakan petunjuk eksplisit tentang latar belakang penulisan mazmur ini. Tidak ada keterangan tentang penulis. Tidak ada penjelasan tentang peristiwa historis di baliknya. Tidak ada rujukan tentang penggunaan mazmur ini.

Di antara beragam spekulasi dan opsi yang ditawarkan oleh para penafsir, saya memilih untuk memahami mazmur ini sebagai mazmur penahbisan raja yang bernuansa mesianik. Berdasarkan petunjuk yang tersedia di dalam teks, mazmur ini pada awalnya mungkin digunakan pada momen pergantian raja di Israel. Pada momen-momen transisi seperti ini, keadaan bisa menjadi buruk. Negara-negara bawahan biasanya berupaya untuk melepaskan diri dari belenggu penjajahan. Mereka bermufakat untuk menentang raja yang baru (2:1-3).

Jika mazmur ini benar-benar ditulis oleh Daud (lihat Kis. 4:25-26), sangat mungkin mazmur ini pertama kali digunakan pada saat penahbisan Salomo sebagai raja Israel. Hal ini sesuai dengan janji TUHAN kepada Daud bahwa anak yang akan menggantikan dia memiliki relasi Bapa – anak dengan TUHAN (2Sam. 7:12-14, terutama ayat 14a “Aku akan menjadi Bapa-Nya, dan Ia akan menjadi Anak-Ku”).

Seiring dengan waktu, umat TUHAN memahami bahwa mazmur ini bersifat mesianik. Bukan sekadar berbicara tentang raja Israel secara politik. Kekuasaannya bukan hanya terbatas di Israel saja. Dia akan menguasai seluruh dunia dan atas segala raja (Mzm. 2:8, 10).

Ada banyak dukungan bahwa mazmur ini memang mesianis. Kata “mesias” muncul secara eksplisit di ayat 2 (‘al-mešîhô; LAI:TB “yang diurapi”). Dalam Septuaginta (LXX), kata ini diterjemahkan dengan “Kristus” (kata tou christou autou diapsalma). Berbagai tulisan Yahudi kuno mengaitkan teks ini dengan Mesias (Talmud Babilonia Sukkah 52a; Genesis Rabbah 44:8; ). Para penulis Perjanjian Baru juga memahami teks ini dengan cara yang sama. Beberapa kali teks ini dikutip dan dikenakan pada Kristus (Kis. 4:25-28, ayat 27 “Sebab sesungguhnya telah berkumpul di dalam kota ini Herodes dan Pontius Pilatus beserta bangsa-bangsa dan suku-suku bangsa Israel melawan Yesus, Hamba-Mu yang kudus, yang Engkau urapi”; 13:32-33 “Dan kami sekarang memberitakan kabar kesukaan kepada kamu, yaitu bahwa janji yang diberikan kepada nenek moyang kita, telah digenapi Allah kepada kita, keturunan mereka, dengan membangkitkan Yesus, seperti yang ada tertulis dalam mazmur kedua: Anak-Ku Engkau! Aku telah memperanakkan Engkau pada hari ini”; Ibr. 1:5 “Karena kepada siapakah di antara malaikat-malaikat itu pernah Ia katakan: ‘Anak-Ku Engkau! Engkau telah Kuperanakkan pada hari ini?’ dan ‘Aku akan menjadi Bapa-Nya, dan Ia akan menjadi Anak-Ku?’”).

Jika mazmur ini memang mesianik dan ditulis oleh Daud, kita mendapatkan sebuah alasan yang kokoh untuk berserah kepada Allah. Dia setia pada janji-Nya. Janji ini ditulis sekitar seribu tahun sebelum Kristus lahir. Rentang waktu yang sangat panjang dan memuat banyak peristiwa yang menegangkan. Bagaimana seandainya Daud terbunuh di dalam sebuah peperangan sebelum Salomo menjadi raja? Bagaimana jika Herodes Agung berhasil membunuh bayi Yesus? Bagaimana jika……..? Bagaimana jika…..? Kita tentu saja masih bisa melanjutkan pengandaian ini tanpa batas. Ada banyak “bagaimana jika?” tetapi kita hanya butuh satu fakta: TUHAN mengontrol segala peristiwa secara sempurna.

 

TUHAN yang setia pada janji-Nya

Mengapa Allah bisa dipercaya? Mengapa Dia bisa setia kepada janji-janji-Nya? Mengapa tidak ada satupun yang mampu menggagalkan rencana-Nya? Karena Dia adalah Allah yang berkuasa! Kekuasaan-Nya diterangkan dalam beragam cara di Mazmur 2.

Pertama, mufakat bangsa-bangsa akan sia-sia (ayat 1-3). Perlawanan terhadap Allah di bagian ini bersifat universal; mencakup bangsa (ayat 1a), orang (ayat 1b; versi Inggris “people”; LAI:TB “suku bangsa”), raja-raja (ayat 2a) dan para penguasa (ayat 2b). Dari rakyat sampai pejabat. Bukan hanya satu bangsa, tetapi bangsa-bangsa. Pendeknya, ini adalah serangan global.

Selain bersifat universal, serangan ini juga terorganisir. Serangan yang besar tidak akan ada artinya jika tidak disertai dengan perencanaan yang matang. Tidak ada meningkatkan kekuatan tanpa ada kebersamaan. Para pemberontak di ayat 1-3 bukan hanya mempunyai sekutu yang besar. Mereka juga merencanakan perlawanan mereka secara integratif (ayat 2b). Mereka merasa diri sudah siap menghadapi pertempuran (ayat 2a).

Apa sebenarnya yang menggerakkan mereka? Kegagalan untuk memahami kebaikan Allah! Mereka menganggap kekuasaan dan pemeliharaan Allah sebagai perbudakan. Mereka menganggap hal tersebut sebagai tali yang perlu diputuskan dan belenggu yang perlu digugurkan (ayat 3). Mereka menginginkan kebebasan padahal mereka sebelumnya tidak pernah tertawan. Mereka tidak sadar bahwa mereka akan ditawan oleh kebebasan yang sedang mereka perjuangkan. Betapa ironisnya usaha manusia! Betapa piciknya hati manusia!

Terlepas dari besarnya usaha manusia, semua itu akan sia-sia (ayat 1b). Bagi Allah perlawanan satu orang atau semua orang sama sekali tidak ada perbedaan. Menambah kekuatan untuk melawan Allah tidak akan menambahkan kekuatan dari perlawanan tersebut. Allah tidak pernah bisa dikagetkan dan dibingungkan. Sebelum upaya manusia dilaksanakan, Allah sudah menentukan bahwa hal itu akan menjadi sebuah kesia-siaan.

Kedua, TUHAN berdaulat penuh atas seluruh dunia (ayat 4-6). Kerusuhan yang terjadi di dunia (ayat 1-3) berbanding terbalik dengan ketenangan di sorga (ayat 4-6). TUHAN tertawa (ayat 4). Keseriusan serangan manusia tidak lebih dari sebuah gurauan di hadapan Allah. Dia sama sekali tidak bingung dan cemas, apalagi takut dan kalut.

TUHAN bukan hanya tertawa. Dia duduk di atas tahta-Nya (ayat 4a, LAI:TB “bersemayam”). Posisi duduk menyiratkan ketenangan dan jaminan yang penuh. Dia tidak sedang mondar-mandir dalam kebingungan. Dia tidak sedang berdiri untuk mengamat-amati keadaan dalam kecemasan. Dia duduk saja. Dia duduk karena Dia tidak perlu melakukan apapun. Dia hanya berfirman, dan itu sudah cukup untuk mengagetkan dan menakutkan para penentang (ayat 5-6).

Dia bukan hanya tertawa. Dia bukan hanya duduk di atas tahta. Dia bertahta di sorga (ayat 4 “bersemayam di sorga”). Tahta-Nya bukan di dunia ini. Para penentang telah salah memilih lawan. Dia menguasai seluruh tahta yang ada di dunia. Tidak ada satu pun yang tidak berada di bawah kekuasaan-Nya.

Ketiga, Mesias akan diberi otoritas atas segala bangsa (ayat 7-9). Bagian ini merupakan ucapan Mesias (ayat 7a “Aku mau menceritakan tentang ketetapan TUHAN; Ia berkata kepadaku”). Dia mengulang apa yang sudah ditetapkan dan diucapkan TUHAN kepada-Nya. Apa yang Mesias utarakan bukan hanya harapan, melainkan ketetapan TUHAN (ayat 7).

Isi ketetapan itu adalah relasi yang mendalam antara TUHAN dan Mesias. Mesias adalah Anak TUHAN. Istilah “diperanakkan” di sini jelas sebuah ungkapan figuratif, bukan hurufiah. Bagaimana mungkin seorang anak dilahirkan dan ditahbiskan sebagai raja oleh bapanya pada saat yang bersamaan? Relasi Bapa – Anak menyimbolkan keunikan dan keintiman. Mesias tidak diciptakan, seolah-olah Dia pernah tidak ada. Dia selalu ada sejak kekekalan. Relasi Bapa – Anak menunjukkan bahwa tidak ada satu makhluk pun yang berbagi relasi seperti itu dengan TUHAN, bahkan di antara makhluk sorgawi sekalipun (Ibr. 1:5).

Mesias akan diberikan otoritas atas segala bangsa di seluruh dunia (ayat 8). Kekuasaan-Nya sangat kokoh. Menentang Mesias sama saja dengan memukulkan sebuah bejana tanah liat pada sebuah besi yang kuat (ayat 9).

Penggenapan dari janji ini terlihat pada saat kelahiran Yesus. Dia lahir sebagai Raja (Mat. 2:2, 6). Raja Herodes gagal membunuh Dia (Mat. 2:12-14). Sebelum kenaikan-Nya ke sorga Tuhan Yesus berkata: “Kepada-Ku telah diberikan segala kuasa di sorga dan di bumi” (Mat. 28:18). Para malaikat berseru: “Pemerintahan atas dunia dipegang oleh Tuhan kita dan Dia yang diurapi-Nya, dan Ia akan memerintah sebagai raja sampai selama-lamanya” (Why. 11:15). Dia adalah Mesias yang berkuasa!

 

Respon yang tepat terhadap Mesias

Wahyu Allah bukan hanya sebagai pemuas rasa ingin tahu. Wahyu itu bukan hanya untuk membuat kita tahu. Yang paling penting, ada perubahan yang menyertai pengetahuan itu. Kita bukan hanya menjadi berpengetahuan, tetapi juga mempunyai kebijaksanaan (ayat 10).

Kebijaksanaan ini diwujudkan melalui pelayanan kepada TUHAN dengan penuh rasa hormat dan sukacita (ayat 11). Terjemahan “beribadahlah” (LAI:TB/NASB) sebenarnya lebih tepat dipahami sebagai “Layanilah” (hampir semua versi Inggris). Sama seperti bangsa-bangsa jajahan melayani bangsa penguasa, demikian pula kita melayani TUHAN.

Apakah ini berarti kita melayani dengan terpaksa? Sama sekali tidak! Istilah “dengan takut” di ayat ini merujuk pada ketakutan yang penuh hormat (NLT “reverent fear”). Ayat 11b menegaskan makna ini. Frasa “ciumlah kaki-Nya dengan gemetar” diterjemahkan “bersukacitalah dengan gemetar” (mayoritas versi Inggris). Ada kegentaran, tapi juga ada sukacita.

Makna ini ditegaskan ulang di ayat 12b. Mereka yang berlindung pada TUHAN adalah orang-orang yang berbahagia. Dalam teks Ibrani, maknanya lebih ke arah “diberkati”. Pemerintahan Mesias bukan tirani. Bukan belenggu yang mengganggu. Bukan ikatan yang melemahkan. Kematian dan kebangkitan-Nya justru membebaskan kita dari belenggu dosa. Kini kita berada di dalam Dia. Kuk yang Dia kenakan pada kita enak dan ringan, seperti yang Dia sendiri katakan: “Pikullah kuk yang Kupasang dan belajarlah pada-Ku, karena Aku lemah lembut dan rendah hati dan jiwamu akan mendapat ketenangan. Sebab kuk yang Kupasang itu enak dan beban-Kupun ringan” (Mat. 11:29-30). Soli Deo Gloria.

https://i0.wp.com/rec.or.id/wp-content/uploads/2020/12/logo.png logo writter

Pdt. Yakub Tri Handoko

Reformed Exodus Community