Setiap kita pasti pernah mengalami kehilangan orang yang dikasihi. Pengalaman ini mengakibatkan kita merasa sangat sedih dan kesedihan itu kita ungkapkan dengan berbagai cara. Hal yang sama juga dialami oleh perempuan-perempuan yang mengikuti Yesus dari Galilea ketika mereka berangkat menuju kubur tempat Yesus dibaringkan. Injil Lukas 24:1 mencatat pada pagi-pagi benar, mereka pergi ke kubur membawa rempah-rempah yang telah mereka persiapkan. Mengapa mereka membawa rempah-rempah?
Rempah-rempah atau dapat diterjemahkan “minyak aromatik” (Yun. arōmata) merupakan produk yang diimpor dari Arab Selatan (Sheba) (2Taw. 9:1). Rempah-rempah digunakan sebagai minyak urapan (Kel. 30:23). Tanaman ini diidentifikasikan dengan Commiphora opobalsamum atau balsem Gilead yang merupakan semak atau pohon kecil yang bukan asli Gilead tetapi dari Arabia Selatan. Tanaman ini tumbuh hingga 4,5 meter dan memiliki cabang kuat, memiliki tiga daun, dan bunga berwarna putih. Cabang-cabangnya memancarkan getah berbau harum yang segera mengeras saat terkena udara. Getah digunakan untuk parfum dan tujuan pengobatan. Pada zaman Alkitab, itu dibudidayakan di lembah Yordan dekat Yerikho, mungkin juga di Gilead (Fauna and Flora of the Bible, 177 dan Robert G. Bratcher dan Eugene A. Nida, A Handbook on the Gospel of Mark, 501). Lalu, rempah-rempah jenis apa yang mereka bawa? Markus 16:1 menambahkan bahwa rempah-rempah itu digunakan untuk “meminyaki Yesus.” Kata “meminyaki” menggunakan kata dasar Yunani aleiphō merujuk pada salep/balsam (ointment) atau parfum cair (bdk. Mrk. 14:3) (R. T. France, The Gospel of Mark, 676). Rempah-rempah dalam bentuk cair ini merupakan campuran mur dan gaharu dengan berat kira-kira lima puluh kati (Yoh. 19:39) (James R. Edwards, The Gospel according to Mark, 491).
Ketika mereka pergi ke kubur dengan membawa rempah-rempah yang telah mereka beli pada saat matahari terbenam pada hari Sabtu (berakhirnya hari Sabat), mereka membawa rempah-rempah bukan untuk membalsem tubuh Yesus dan mengawetkannya, tetapi untuk membantu mengurangi bau busuk mayat Yesus yang dibaringkan. Mereka berusaha untuk memperbaiki apa yang diabaikan oleh Yusuf dari Arimatea pada penguburan (Mrk. 15:46 tidak menyebutkan penggunaan rempah-rempah dalam penguburan Yesus yang tergesa-gesa, tetapi lih. Yoh. 19:39–40). Ini menunjukkan Yusuf Arimatea hanya memenuhi kebutuhan minimum untuk memenuhi kewajiban menguburkan orang mati. (Robert H. Stein, Mark, 729 dan R. Alan Culpepper, Mark, 584). Penggunaan rempah-rempah untuk mengurangi bau busuk mayat Yesus ini ternyata merupakan kebiasaan orang Yahudi pada waktu itu. Hal ini dibuktikan dengan di banyak kuburan Palestina yang berasal dari abad pertama, banyak terdapat benda-benda penguburan seperti botol parfum, buli-bulu salep/balsam, dan bejana lain dari tanah liat dan kaca yang dirancang untuk mengandung minyak aromatik. Rempah-rempah yang dibawa oleh para perempuan ini akan dituangkan ke atas kepala Yesus (William L. Lane, Mark, 585).
Mengapa mereka membawa rempah-rempah ke kubur Yesus? Alasan historis dan ilmiah yaitu iklim Yerusalem/Palestina yang panas mengakibatkan pembusukan secara cepat mayat Yesus yang telah ditinggal selama dua malam dan satu hari (Lane, Mark, 585 dan James A. Brooks, Mark, 268). Oleh karena itu, mereka membawa rempah-rempah (dalam bentuk cair) dan menuangkannya ke atas kepala (atau seluruh tubuh) mayat Yesus sebagai tanda bahwa mereka menghormati Yesus dan mungkin untuk menjaga agar mayat Yesus tetap segar selama mungkin (France, The Gospel of Mark, 676). Alasan teologis yaitu mereka sebenarnya tidak berharap bahwa Yesus akan bangkit (Lane, Mark, 585). Bahkan Darrell Bock menafsirkan bahwa mereka sebenarnya tidak percaya bahwa Yesus akan bangkit (Darrell L. Bock, Luke, IVP New Testament Commentary). Namun ketika mereka tidak percaya dan berharap bahwa Yesus akan bangkit, Yesus benar-benar bangkit. Di sini, kita melihat bukti bahwa kebangkitan Yesus bukan peristiwa khayalan (atau halusinasi) atau rekaan para murid-Nya (Stein, Mark, 729), tetapi peristiwa historis.