Mengapa orang-orang Yahudi mengambil daun palem di Yohanes 12:13?

Posted on 30/05/2021 | In Do You Know ? | Ditulis oleh Ev. Denny Teguh Sutandio | Leave a comment

https://i0.wp.com/rec.or.id/wp-content/uploads/2021/06/Mengapa-orang-orang-Yahudi-mengambil-daun-palem-di-Yohanes-12-13.jpg Mengapa orang-orang Yahudi mengambil daun palem di Yohanes 12:13?

Setiap kita pasti pernah memuji seseorang, namun bagaimana cara kita memuji orang tersebut? Bisa saja kita memuji dengan cara memuji melalui perkataan positif atau memberikan hadiah khusus sambil menulis kartu ucapan yang memuji orang tersebut. Namun ada bentuk pujian yang unik yang dilakukan oleh orang-orang Yahudi yang menyambut Yesus yang masuk ke Yerusalem. Mereka menyambut Yesus dengan mengambil daun palem dan bersorak, “Hosana” (Yoh. 12:13). Pertanyaannya, mengapa mereka mengambil daun palem?

“Daun-daun palem” (LAI) dalam teks Yunaninya phoinikōn dari kata phoenix yang diterjemahkan “cabang-cabang pohon palem” (ESV dan NASB). Pohon palem (Phoenix dactylifera) merupakan pohon yang unik di antara pohon-pohon di Timur Tengah, khususnya di Palestina dan Mesir. Batangnya lurus, tunggal, tinggi, kuat, dan tidak bercabang. Daunnya sangat besar sering kali sepanjang lebih dari 2,7 meter. Tinggi pohon ini sekitar 18-24 meter. Akarnya kuat dan berserat. Semua karakteristik ini membuat pohon palem menjadi pohon yang mencolok dan menarik terutama saat berada di gurun dengan sedikit tumbuh-tumbuhan lain. Pohon ini juga merupakan dasar keberadaan di daerah gurun yang menyediakan bahan bangunan dengan daun untuk ilalang, kayu gelondongan untuk konstruksi (meskipun batangnya kecil nilainya sebagai kayu gergajian), dan tempat untuk berteduh. Singkatnya, ini adalah ikon peradaban gurun. Pohon ini dapat hidup hingga dua ratus tahun dan baru berkembang sempurna setelah tiga puluh tahun (Lytton John Musselman, A Dictionary of Bible Plants, 48 dan Fauna and Flora of the Bible, 160-161).

Pohon palem liar tersebar luas di dekat sungai payau dan mata air di sepanjang Sahara dari Samudera Atlantik hingga Teluk Persia, membentuk oasis liar yang dihuni oleh komunitas tumbuhan saline (mengandung garam) atau semi-saline. Dari oasis yang baru terbentuk inilah (yang berlimpah dengan Lembah Aravah), pohon palem ditanam. Sebagai pohon dataran dan lembah, palem saat ini secara intensif dibudidayakan di Lembah Jordan dan Aravah, kawasan Laut Mati dan Dataran Pesisir, terutama di distrik El Arish dan Gaza. Ini adalah bagian penting dari pertanian di bagian Israel yang panas dan hangat (Michael Zohary, Plants of the Bible, 60).

Pohon palem yang biasanya tumbuh di sekitar Yerusalem, yaitu Yerikho ini pada umumnya melambangkan kebenaran (Mzm. 92:13). Di dalam PL, cabang palem tidak dikaitkan dengan Paskah, tetapi dengan Hari Raya Pondon Daun (Im. 23:40), namun pada masa Yesus, cabang ini telah menjadi simbol Yahudi nasional (Josephus, Ant. 3.10.4 §245; 13.13.5 §372; bdk. Jub. 16:31). Cabang-cabang palem ini merupakan ciri yang menonjol pada pendedikasian kembali Bait Suci oleh orang-orang Makabe pada tahun 164 SM (2Mak. 10:7). Selain itu, pohon ini juga digunakan untuk menyambut para pahlawan Yahudi yang kembali dari pertempuran atau pada saat kegembiran yang tidak biasa (lih. upacara penyambutan kemenangan Simon atas Suriah pada tahun 141 SM dalam 1Mak. 13:51 dan pada permulaan Hanukkah dengan saudaranya Yudas Maccabeus dalam 2 Macc 10: 7; cf. juga 2Mak. 14:4). Pohon palem muncul di koin yang dicetak oleh para pemberontak selama perang Yahudi melawan Roma (66–70 dan 132–135 M) dan pada koin Romawi itu sendiri. Dari sini, kita belajar bahwa pohon palem merupakan simbol kemenangan dan kingship (Colin G. Kruse, John, 266). Oleh karena itu, ketika orang-orang Yahudi melambai-lambaikan ranting/cabang palem mungkin menandakan harapan nasionalis bahwa Yesus, Sang Pembebas Mesianik akan membebaskan mereka dari penjajahan Romawi (lih. Yoh. 6:14-15) (Andreas J. Köstenberger, John, Baker Exegetical Commentary on the New Testament, 369 dan Gerald L. Borchert, John 12-21, The New American Commentary, 41).

Meskipun orang-orang Yahudi menyambut Yesus dengan pengharapan yang salah, namun kita bisa belajar dari cara mereka menyambut Yesus. Sebagai orang percaya, kita bukan hanya menyambut Yesus, tetapi me-Raja-kan Yesus di dalam setiap aspek kehidupan kita di mana Ia memerintah dan mengontrol apa pun yang kita pikirkan, katakan, dan lakukan, sehingga setiap aspek kehidupan kita benar-benar memuliakan-Nya sebagai satu-satunya Raja dan Tuhan dalam hidup kita.

Photo by Pixabay from Pexels
https://i0.wp.com/rec.or.id/wp-content/uploads/2020/12/logo.png logo writter

Ev. Denny Teguh Sutandio

Reformed Exodus Community