Beberapa orang Kristen maupun non-Kristen dengan cepat mengidentikkan orang marah sebagai orang yang kurang mengasihi. Apalagi beberapa orang non-Kristen cepat menghakimi orang Kristen yang marah dan mengaitkannya bahwa sikap itu tidak sesuai dengan Kekristenan yang mengajarkan kasih. Tidak heran, mereka mungkin sinis membaca Markus 11:15-17 di mana Yesus mengusir para pedagang yang berjualan di halaman Bait Allah. Mereka mungkin akan menyimpulkan bahwa Yesus sangat marah dan tidak sesuai dengan berita-Nya tentang mengasihi sesama manusia. Benarkah demikian?
Markus 11:15-17 diawali dengan cerita Markus bahwa Yesus tiba di Yerusalem, kota di mana ada Bait Allah tempat ibadah orang-orang Yahudi. Namun ironisnya ketika Ia masuk ke Bait Allah, ada para pedagang berjualan di halaman Bait Allah (ay. 15). Bait Allah pada waktu itu memiliki empat bagian yang sangat besar. Bagian pertama yang terbesar adalah The Court of Gentiles yang merupakan tempat orang-orang non-Yahudi beribadah. Anehnya bagian ini dipakai sebagai tempat penukaran uang dan perdagangan burung merpati. Mengapa ada perdagangan burung merpati? Burung merpati merupakan salah satu kurban yang harus dipersembahkan oleh orang-orang Yahudi di Bait Allah. Ketika para peziarah (orang-orang Yahudi) dari luar negeri atau luar Yerusalem mau beribadah di Bait Allah, mereka diwajibkan membeli burung merpati yang dijual di Bait Allah dengan harga yang lebih mahal dari harga normal burung merpati. Apa tujuannya? Tujuannya agar keuntungan besar dipergunakan untuk membiayai pemeliharaan Bait Allah sekaligus menumpuk kekayaan orang-orang Saduki dan Sanhedrin waktu itu (James R. Edwards, The Gospel according to Mark, 341). Menanggapi hal itu, Yesus langsung mengusir semua pedagang dan penukar uang di halaman Bait Allah.
Tindakan pengusiran Yesus memang menunjukkan kemarahan Yesus, namun kemarahan-Nya bukan tanpa alasan dan dapat dibenarkan. Alasan kemarahan-Nya adalah Bait Allah diperuntukkan untuk beribadah kepada Allah (ay. 17). Oleh karena itu, Ia mengusir para pedagang dan penukar uang di halaman Bait Allah karena mereka mengganggu orang-orang non-Yahudi yang beribadah di halaman tersebut. Dengan kata lain, kemarahan-Nya disebabkan para penjual dan pembeli di halaman Bait berdagang di wilayah yang seharusnya dipakai oleh orang-orang non-Yahudi beribadah, bukan karena perdagangannya (R. T. France, The Gospel of Mark, 444).
Apa yang dapat kita pelajari dari kisah ini? Yesus marah bukan karena keinginan-Nya sendiri, tetapi kehendak Bapa. Di seluruh Injil, Yesus marah karena ada orang yang mau menghalangi kehendak Bapa. Misalnya, Yesus menegur keras Petrus yang berusaha menghalangi kehendak Bapa yang menetapkan Yesus harus disalib, “Enyahlah Iblis, sebab engkau bukan memikirkan apa yang dipikirkan Allah, melainkan apa yang dipikirkan manusia” (Mrk. 8:33). Sebagai murid Kristus pun, kita seharusnya meneladani Kristus yang marah bukan karena keinginan kita tak terpenuhi, tetapi karena kehendak Allah dihalangi.
Tentu saja, kemarahan kita tetap harus terkendali. Jangan menggunakan alasan kehendak Allah dihalangi, lalu kita dengan seenaknya sendiri marah dan mengumpat. Yesus yang mengusir para pedagang dan penukar uang hanya mengusir bukan mengumpat apalagi membunuh mereka (https://www.evidenceunseen.com/bible-difficulties-2/nt-difficulties/john-acts/jn-214-15-why-did-jesus-get-so-angry-was-his-anger-justified-cf-lk-1945-46-mt-2112-13-and-mk-1115-17/). Ini berarti kemarahan-Nya tidak membabi buta. Paulus di Efesus 4:26-27 berkata, “Apabila kamu menjadi marah, janganlah kamu berbuat dosa: janganlah matahari terbenam, sebelum padam amarahmu dan janganlah beri kesempatan kepada Iblis.” Paulus berkata bahwa orang percaya boleh marah, tetapi tidak boleh terus-menerus marah apalagi marah yang dikendalikan iblis. Mengapa? Karena kemarahan yang benar adalah kemarahan yang sesuai dengan kehendak Allah (yaitu tergenapinya kehendak Allah) dan cara Allah (yaitu mengasihi). Dari sini, kita bisa menyimpulkan, “Yang menjadi tanda kita kurang mengasihi bukanlah kemarahan biasa, tetapi kemarahan tanpa henti yang dikuasai iblis.”