Alkitab dengan jelas mengajarkan jalan keselamatan yang tunggal, yaitu melalui Yesus Kristus. Tuhan Yesus berkata: “Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku” (Yoh. 14:6). Dalam khotbahnya, Petrus dengan beran memberitakan: “Dan keselamatan tidak ada di dalam siapapun juga selain di dalam Dia, sebab di bawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita dapat diselamatkan” (Kis. 4:12).
Sebagian orang tidak bisa menerima ajaran di atas. Ada beragam sanggahan yang mereka kemukakan. Salah satunya adalah pertanyaan di atas. Mereka mempermasalahkan mengapa Allah tidak menyediakan beberapa jalan sekaligus sehingga lebih banyak orang bisa diselamatkan.
Bagaimana kita seharusnya menjawab keberatan ini?
Pertama, jika persoalan semua manusia sama dan Allah memang esa, jalan keselamatan yang Dia sediakan seharusnya tunggal dan terbuka untuk semua orang. Poin ini diuraikan dengan baik oleh Paulus di Roma 3:21-31. Persoalan manusia adalah sama, yaitu “semua telah berdosa dan kehilangan kemuliaan Allah” (3:23). Terlepas dari bagaimana para penganut agama memberi istilah atau menjelaskan “dosa”, kejahatan (termasuk hawa nafsu) adalah persoalan bersama yang diakui oleh banyak orang. Bukan hanya itu. Allah juga esa. Dia bukan hanya Allah bagi orang Yahudi, tetapi semua bangsa (3:29-30). Jika persoalan semua manusia sama dan Allah adalah esa, bukankah lebih masuk akal untuk mengharapkan jalan keselamatan yang tunggal dari Allah yang esa tersebut?
Sebaliknya, jika kita menerima semua ajaran agama sebagai jalan keselamatan yang valid, kita justru berpikir kurang masuk akal. Beragam jalan yang ditawarkan bukan hanya berbeda, tetapi berkontradiksi. Sebagian besar agama mengajarkan kebaikan sebagai jalan keselamatan. Kekristenan mengajarkan iman sebagai jalan keseamatan. Mungkinkah Allah yang esa menyediakan beberapa jalan yang saling kontradiktif untuk mengatasi persoalan yang sama?
Kedua, keberatan di atas dilandaskan pada beberapa asumsi yang keliru. Orang yang menyangkali jalan keselamatan yang tunggal biasanya beranggapan bahwa persoalan manusia adalah ketidaktahuan. Jika diberitahu, maka persoalan selesai. Jika banyak jalan keselamatan disediakan, lebih banyak orang akan mendapatkan keselamatan. Asumsi ini jelas keliru. Orang yang berkali-kali mendengarkan Injil belum tentu bertobat. Persoalan manusia bukan tidak tahu kebenaran, melainkan menindas kebenaran.
Asumsi lain yang keliru di balik keberatan di atas berkaitan dengan penyebab seseorang tidak diselamatkan. Berkali-kali saya ditanya: “Apakah orang yang tidak mengenal Yesus Kristus pasti binasa?” Pertanyaan ini perlu dikoreksi sedikit. Yang menyebabkan seseorang binasa adalah dosanya, bukan karena Dia mengenal Yesus Kristus atau tidak. Allah sudah menyatakan diri-Nya melalui berbagai wahyu, termasuk wahyu umum melalui ciptaan (Rm. 1:18-21) maupun hukum moral dalam hati manusia (Rm. 2:12-15). Tidak ada seorang manusia pun yang sanggup menuruti wahyu tersebut. Mereka binasa karena berdosa.
Ketiga, keselamatan melalui iman kepada Yesus Kristus justru terlihat lebih masuk akal. Semua orang mengakui ada tiga persoalan yang tidak bisa diselesaikan oleh manusia: kejahatan (dosa), penderitaan dan kematian. Tidak peduli semaju apapun teknologi dan pengetahuan manusia, tiga persoalan fundamental ini terus ada. Tidak ada solusi dari sisi manusia. Kejahatan kita selalu lebih banyak daripada kebaikan kita. Bukankah lebih masuk akal jika solusi disediakan oleh TUHAN sendiri? Bukankah lebih masuk akal apabila solusi itu terbuka untuk semua orang tanpa mereka harus melakukan ritual-ritual tertentu yang hanya bisa dilakukan oleh sebagian orang? Bukankah keselamatan melalui iman tergolong mudah dan terbuka bagi semua orang? Jika sampai manusia gagal beriman, hal itu menunjukkan betapa seriusnya dosa yang membutakan manusia. Soli Deo Gloria.