Kalimat ini merupakan salah satu kalimat yang terkenal di dalam kitab Kidung Agung. Dengan kemunculan ayat ini ada kesan seakan wanita yang dimaksud dalam kitab Kidung Agung adalah seorang wanita yang beretnis kulit hitam. Kesan lain yang muncul adalah walaupun dia hitam, tetapi dia cantik karena ada kata sambung yang menghubungkan kata hitam dan cantik yaitu kata sambung tetapi. Kesan lebih jauh yang dapat ditimbulkan adalah munculnya pertanyaan: ‘memangnya kalau hitam tidak cantik?’ sehingga memang perlu ditambahkan kata tetapi yang mengandung arti semacam kontras atau ketidakselarasan.
Kesan yang dapat ditimbulkan ini memang menjadi permasalahan bukan hanya di terjemahan Alkitab Bahasa Indonesia. Rata-rata terjemahan bahasa Inggris juga memakai kata sambung ‘but’ untuk menghubungkan kata ‘black’ dan ‘beautiful’ atau ‘sweet’ atau ‘comely’ atau ‘lovely’. Ada satu terjemahan yang cukup mengubah terjemahan pada edisi revisinya, yaitu Revised Standard Version (RSV). Revised Standard Version yang diterbitkan tahun 1952 menerjemahkan Kidung 1:5a dengan ‘I am very dark, but comely’. Dalam edisi revisinya yang dinamakan New Revised Standard Version (NRSV) yang terbit pada tahun 1989, Kidung 1:5a diterjemahkan dengan ‘I am black and beautiful’. Ada perwakilan dari komite yang melakukan revisi itu yang memberi petunjuk bahwa perubahan itu terjadi untuk menghindari sindiran bahwa hitam dan cantik itu merupakan sesuatu yang kontradiksi. Ada pula yang menyebutkan perpindahan pola dari ‘tapi’ menjadi ‘dan’ itu merupakan akibat kekuatiran terhadap semakin panansnya gerakan melawan rasialisme di Amerika.
Dari pilihan yang ada, yaitu menggunakan kata ‘hitam dan cantik ’ atau ‘hitam tetapi cantik’ itu sendiri, mari setidaknya kita melihat bagaimana naskah-naskah kuno menggunakan katanya. Dalam bahasa Ibrani, kata sambung yang dipakai untuk menghubungkan kata ‘hitam’ dan ‘cantik’ adalah waw, yang artinya bisa banyak, antara lain ‘dan, tetapi, jadi, sekarang dll’. Pemakaian kata waw di bagian ini membuat pilihan arti antara ‘dan’ (conjunctive) atau ‘tetapi’ (adversative) akhirnya harus bergantung pada konteks. Sedangkan Septuaginta (LXX) lebih jelas memakai kata kai yang artinya lebih tegas ke arah conjunctive, yaitu ‘dan’. Intinya versi Alkitab Ibrani dapat menerjemahkan dengan ‘hitam dan/tetapi cantik’, Septuaginta menerjemahkannya dengan ‘hitam dan cantik’.
Ketika bahasa Yunani akhirnya digantikan dengan bahasa Latin melalui peralihan imperialisme dari Yunani ke Romawi, maka Alkitab juga perlu diterjemahkan dari bahasa Yunani ke bahasa Latin. Adalah Jerome yang diberikan tugas untuk membuat sebuah terjemahan resmi ke dalam bahasa Latin yang kelak akan diberi nama: terjemahan Latin Vulgata. Dalam terjemahannya terhadap Kidung 1:5a, Jerome menerjemahkannya langsung dari bahasa Ibraninya, shechorah ani venavah, ke dalam bahasa Latin yaitu nigra sum sed formosa. Yang menarik adalah penggunaan kata sed yang artinya ‘tetapi’ (dalam bahasa Latin, seharusnya ada kata lain yang dapat dipergunakan, yaitu et yang artinya ‘dan’). Dengan demikian kalimat yang muncul dari Kidung 1:5 adalah nigra sum sed formosa (I am black but beautiful) daripada nigra sum et formosa (I am black and beautiful).
Sebelum Jerome membuat terjemahan Latin Vulgata, dia diberi tugas merevisi terjemahan Latin lainnya yang dinamakan Vetus Latina. Proyek Vetus Latina diterjemahkan dari versi Yunani Septuaginta, bukan dari bahasa Ibraninya dan untuk Kidung 1:52 Jerome mempergunakan kalimat ‘fusca sum et formosa‘ (I am dark and beautiful). Intinya ada 2 perubahan yang dilakukan oleh Jerome:
Vetus Latin : fusca sum et formosa (I am dark and beautiful)
Latin Vulgata : nigra sum sed formosa (I am black but beautiful)
Ada 2 bagian yang mengalami perubahan yaitu kata ‘dark’ menjadi ‘black’ dan kata ‘and’ menjadi ‘but’.