
Gambaran mata seperti merpati pernah juga muncul di 1:15 dan 4:1 dan ditujukan kepada wanita. Hanya saja ada yang membedakan; di 1:15 dan 4:1 dikatakan ‘matamu adalah merpati’ sedangkan di 5:12 ‘matamu seperti merpati’. Hal lain yang membedakan adalah baru kali inilah dalam kitab Kidung Agung, mata seseorang (entah laki atau perempuan) diperumpamakan seperti merpati yang ada ‘pada batang air (sungai)’, ‘bermandi susu’ dan ‘duduk di kolam penuh’. Sulit membayangkan seekor merpati yang berada di 3 kegiatan di atas. Hanya yang menarik adalah, 3 kegiatan merpati itu berhubungan dengan sesuatu yang mengandung air, yaitu sungai, susu dan kolam air.
Penggunaan merpati bukan merupakan sesuatu yang diambil secara sembarangan. Kemunculannya setelah burung gagak di ay. 11b memiliki signifikansi tersendiri, yaitu menekankan kontras. Jika rambutnya digambarkan seperti burung gagak yang berwarna hitam pekat, maka mata sang pria diibaratlkan seperti merpati (yang biasanya diidentikkan dengan warna putih) yang tercelup di susu dan berkilau ibarat air sungai dan air kolam.
Pipinya bagaikan bedeng rempah-rempah, petak-petak rempah-rempah akar.
Bunga-bunga bakung bibirnya, bertetesan cairan mur.
Kedua kalimat di atas sebenarnya memiliki formula yang sama yang jika diterjemahkan hasilnya akan seperti kalimat berikut:
Pipinya bagaikan bedeng rempah-rempah yang mencurahkan rempah-rempah akar,
Bibirnya bagaikan bunga bakung yang meneteskan cairan mur
Jadi perumpamaan itu hanya memiliki satu variabel, yaitu pipi dengan bedeng rempah dan bibir dengan bunga bakung. Hanya saja, baik bedeng rempah maupun bunga bakugnya memiliki kondisi tersendiri, yaitu bedeng yang mencurahkan rempah serta bunga bakung yang meneteskan mur.
Ketika dikatakan ‘pipinya bagaikan bedeng rempah, hak itu merujuk pada semacam janggut yang mengitari bagian wajah sang pria. Gambaran janggut dengan tanaman sebenarnya telah didukung dengan pemakaian istilah ‘bedeng’. Bedeng itu semacam petak-petak atau teras yang biasa dibuat para petani ketika mereka menanami hasil bumi mereka. Metafora pipi sang pria yang diibaratkan dengan bedeng rempah mewakili penggambaran seorang laki-laki dengan janggut yang lebat, diibaratkan seperti mencurahkan rempah-rempah. Kelebatan janggutnya dinyatakan dengan mengumpamakan pipi itu dipenuhi dengan bedeng rempah.
Sedangkan pujian ‘bibirmu seperti bunga bakung’ nampak semacam sesuatu yang agak janggal dan kikuk. Memang, Kidung Agung banyak menampilkan metafora bunga bakung. Namun penggambaran via bunga bakung acapkali diberikan kepada wanita, bukan pria. Ketika pada bagian ini kembali ditampilkan pujian kepada seorang pria dengan bibir yang diibaratkan bunga bakung, hal ini menjadi sesuatu yang menarik. Metafora bunga bakung pada bibir meliputi 2 cakupan, yaitu pada fungsi dan visualisasi. Bunga bakung terkenal memiliki bau yang sangat tajam harumnya. Dan ini sangat cocok dikenakan sebagai pujian bagi sang pria. Sang wanita memuji bau harum yang keluar dari bibir sang pria dan itu akan sangat berhubungan dengan ay.16 nantinya. Dari sisi penampilannya, bunga bakung dan kelopaknya memiliki bentuk yang hampir sama dengan bibir manusia. Warnanya pun sangat indah, merah muda atau putih dengan garis merah muda di tengahnya, seperti kulit manusia. Jika dikatakan bibir sang pria seperti bunga bakung yang berteteskan mur, hal ini kembali menarik. Di 5:5, tangan sang wanita yang diibaratkan berteteskan mur. Nah jika di 5:13 dikatakan bibir sang pria berteteskan mur, maka itu merupakan gambaran bibir yang pria yang kebasah-basahan.
Jika disimpulkan secara keseluruhan, pujian dari sang wanita pada bagian wajah dan kepala laki-laki adalah sebagai berikut: kulit wajahnya putih kemerah-merahan, penampilannya ketika keluar sangat mencolok, rambutnya hitam pekat, matanya terlihat putih berkilau, dengan bibir berwarna merah mudah basah.
NK_P