
(Lanjutan tgl 29 Maret 2020)
Pemikiran anak gadis Lot (utamanya yang sulung) adalah demikian:
- Sodom dan Gomora tempat tinggal mereka telah hancur: hujan belerang dan api (ay. 23)
- Penumpasan daerah lembah Yordan: kota, penduduk bahkan tumbuh-tumbuhan (ay. 24)
- Asap dari area Sodom, Gomora dan lembah Yordan ibarat asap dapur peleburan (ay. 28)
Dengan kata lain melihat kondisi area lembah Yordan dan sekitarnya, anak gadis Lot melihat tidak adanya kehidupan yang tersisa (ay. 24). Kita pun tidak tahu berapa lama Lot dan kedua anak gadisnya bertahan di gua tersebut hingga anak sulungnya berpikir tidak akan ada lagi laki-laki yang akan dapat ‘tidur’ dengan mereka. Hal ini dipertegas dengan frase ‘seperti kebiasaan seluruh bumi’, yang berarti bahwa anak gadis sulung Lot tahu jika keturunan akan diperoleh jika seorang laki-laki ‘tidur’ dengan seorang perempuan. Anak gadis Lot tidak melihat potensi kemungkinan hal itu terjadi. Dia hanya menggaungkan salah satu isue yang sering atau mendominasi tema kitab Kejadian yaitu berkembang biak. Tidak heran jika akhirnya keinginannya ‘tidur’ dengan ayahnya bertujuan untuk menyambung keturunan (ay. 32). Dia melihat satu-satunya lelaki yang berpotensi untuk melanjutkan keturunan mereka adalah ayah mereka. Dan anak gadis Lot mengeksekusi potensi tersebut.
MENGAPA ALLAH SEOLAH TIDAK MENGHUKUM MEREKA?
Mengapa Allah tidak menghukum perbuatan mereka? Jawaban yang sesungguhnya TIDAK TAHU. Allah seakan ‘membiarkan’ Lot dan anak gadisnya larut dalam dosa yang mereka lakukan. Harus dipahami, tidak semua dosa langsung memperoleh penghukuman dari Allah. Bayangkan jika ada orang berdosa langsung dihukum oleh Tuhan, maka dapat dipastikan bahwa Alkitab akan sangat tebal berisi bentuk-bentuk penghukuman dari Tuhan karena semua manusia pasti berbuat dosa.
Namun pahami juga secara komprehensif, yaitu bahwa setelah kejatuhan manusia, berkat berkembang biak memenuhi bumi (Kej. 1:28) kadangkala harus diwujudkan bahkan dengan cara dan motif yang berdosa sekalipun. Berkat itu harusnya benar-benar menjadi berkat yang menyukakan hati Allah dan manusia. Namun karena dosa, berkat itu terus berlangsung walaupun dilakukan dengan motif berdosa. Contohnya:
- Lea dan Rahel saling bersaing untuk memberikan banyak keturunan bagi Yakub
- Tamar melakukan tipu daya untuk dapat tidur dengan ayah mertuanya demi untuk memperoleh keturunan (Kej 38)
Kej. 38 memberikan contoh yang bagus tentang penghukuman Allah. Allah menghukum Onan yang tidak mau melanjutkan keturunan (bagi nama baik kakaknya, bentuk adat di era itu) dengan cara membunuh Onan (ay. 9-10). Tetapi di pasal yang sama Allah seakan membiarkan Tamar yang melalukan berbagai cara agar dapat tidur dengan ayah mertuanya demi melanjutkan keturunan buat suaminya yang telah meninggal. Di dalam Alkitab sendiri terutama kitab Kejadian, dosa-dosa yang berhubungan dengan perkawinan dan perkembangbiakan umat manusia ditampilkan dengan cara yang sebagaimana seharusnya (monogami) maupun di luar batasan yang Allah berikan (poligami, dll). Lamekh adalah orang pertama yang dicatat Alkitab yang memulai perkawinan poligami (Kej. 4:19). Alkitab tidak mencatat bagaimana cara Allah menghukum pelanggaran yang dilakukan Lamekh.
Ada juga beberapa peraturan tentang perkawinan yang tidak disampaikan Allah secara detil, misalnya tentang perkawinan yang dikategorikan dengan ‘perkawinan incest.’ Perkawinan incest baru dilarang di era Musa, yaitu di Imamat 18:6 dst. Di era kitab Kejadian dan Keluaran, ada beberapa jenis perkawinan yang dapat dikategorikan incest:
- Kain dan saudara-saudaranya (lihat beberapa artikel sebelumnya)
- Abraham menikahi Sara yang adalah saudara tirinya, satu bapak, lain ibu (Kej. 20:12)
- Nahor mengawini keponakannya, Milka (Kej. 11:29)
- Yakub mengawini 2 sepupunya yang notabene adalah kakak beradik, Lea dan Rahel
- Ayah Musa, Amram, mengawini bibinya sendiri (Kel. 6:20)
Namun Allah tidak memberikan detil larangan terhadap peraturan incest. Kemungkinan larangan tersebut berbentuk hukum oral yang menjadi batasan etika di antara orang-orang yang hidup di era itu. Salah satu hukum yang terkenal, Code of Hammurabi no. 154 menyebutkan, “If a seignior (sebutan untuk pria yang mulia di Babel) has had intercourse with his daughter, they shall make that seignior leave the city". Apakah anak Lot mengetahui adanya hukum itu? Mungkin tidak. Anak sulung Lot mungkin tahu tentang batasan etika sosial itu di kalangan mereka sendiri namun dia tetap melakukannya dengan alasan berbeda. Lot pun juga tidak mengetahui atau mungkin tidak akan menyetujuinya (jika dia tahu rencana dua anak gadisnya).