Setelah cerita tentang pembunuhan Kain terhadap saudaranya, Habel, ternyata ada bentuk pembunuhan lain yang dilakukan oleh orang lain lagi, yaitu oleh Lamekh. Lamekh pun adalah keturunan Kain (4:17-18). Kisah pembunuhan yang dilakukan Lamekh disampaikannya dalam bentuk puisi diperuntukkan kepada kedua istrinya (poligami pertama yang dicatat Alkitab).
Berkatalah Lamekh kepada kedua isterinya itu: "Ada dan Zila, dengarkanlah suaraku: hai isteri-isteri Lamekh, pasanglah telingamu kepada perkataanku ini: Aku telah membunuh seorang laki-laki karena ia melukai aku, membunuh seorang muda karena ia memukul aku sampai bengkak; sebab jika Kain harus dibalaskan tujuh kali lipat, maka Lamekh tujuh puluh tujuh kali lipat."
Seiring dengan perkembangan musik (4:21), tidak mengherankan apabila kita menemukan perkataan puitis yang indah dari Lamekh. 4:23-24 berisi kesejajaran yang indah:
Ada dan Zila = isteri-isteri Lamekh
dengarlah suaraku = pasanglah telingamu pada perkataanku
membunuh laki-laki = membunuh seorang muda
karena ia melukai aku = karena ia memukul aku sampai bengkak
Inilah yang dipahami sebagai salah satu karakteristik puisi Ibrani, yaitu paralelisme.
Sayangnya, keindahan puisi ini berbanding terbalik dengan isinya. Perkataan Lamekh memberikan nuansa yang sangat berbeda dengan apa yang ada sebelumnya. Kontras ini memang disengaja untuk menunjukkan bahwa di tengah perkembangbiakan manusia dan kebudayaan sebagai bagian dari realisasi 1:26-28 ternyata dibarengi dengan perkembangan dosa pula. Pola ini sama dengan perikop sebelumnya (4:1-16): perkembangbiakan keturunan Adam dan Hawa beserta dengan kemajuan kehidupan mereka (4:1-2) dinodai dengan kejahatan Kain (4:8). Keterkaitan ini juga diperkuat dengan penyebutan nama Kain di akhir perkataan Lamekh.
Dalam berbagai versi perkataan Lamekh menyiratkan bahwa ia sudah melakukan pembunuhan. Apa yang ia katakan kepada dua isterinya merupakan sebuah laporan peristiwa. Hal ini didasarkan pada penggunaan tense perfek pada kata “membunuh” (hÄragtî) di 4:23 yang biasanya memang merujuk pada tindakan yang sudah dilakukan.
Beberapa penerjemah dan penafsir mencoba mengkritisi pandangan popular ini (bdk. GNV “I would slay”; REV “I kill”). Berpijak pada situasi kehidupan yang nomadik, perkataan ini lebih baik dipahami sebagai bentuk ancaman (Lamekh tidak segan-segan membunuh jika ada yang mencoba melukai dia). Pertimbangan lain adalah penggunaan kata kerja perfek dalam kalimat pengandaian (42:38; Hak 9:9).
Bersambung………….