Perkembangan teknologi yang pesat tidak dilewatkan oleh sebagian besar gereja, kecuali beberapa gereja sektarian yang masih menganggap teknologi sebagai alat antikristus untuk mengawasi dan mengontrol semua orang. Salah satu terobosan teknologi yang digunakan oleh beberapa gereja adalah khotbah lewat streaming video yang direlay ke beberapa tempat sekaligus. Pro dan kontra bermunculan dalam menanggapi hal ini. Bagi sebagian orang, khotbah streaming tidak hanya berseberangan dengan model ibadah tradisional yang menekankan pertemuan langsung antara pengkhotbah dan umat, tetapi juga dinilai sebagai ide yang tidak Alkitabiah.
Bagaimana respon yang tepat terhadap terobosan yang sudah dilakukan oleh beberapa gereja di Indonesia maupun luar negeri ini? Apakah ada dasar Alkitabiah dan akal budi Kristiani yang menyalahkan maupun membenarkan khotbah streaming?
Memperjelas isu: khotbah streaming, bukan rekaman khotbah
Bagi beberapa orang, penggunaan khotbah streaming dan rekaman khotbah sama-sama tidak dibenarkan. Tidak ada perbedaan antara dua hal tersebut. Keduanya sama-sama kurang selaras dengan tradisi ibadah Kristen yang mengutamakan persekutuan.
Demi kejelasan dan keadilan, dua hal di atas sebaiknya dibedakan. Dalam khotbah streaming si pengkhotbah tahu dengan persis kepada siapa ia menyampaikan firman Tuhan. Khotbah lewat streaming juga disampaikan secara langsung (live). Yang menjadi isu hanyalah lokasi yang berbeda antara pengkhotbah dan jemaat yang mendengarkan. Jika diibaratkan, khotbah streaming mirip dengan situasi suatu ibadah di mana jumlah jemaat melebihi kapasitas ruangan, sehingga sebagian duduk di ruangan lain dan menyaksikan khotbah melalui televisi/layar yang dihubungkan ke ruangan utama. Materi dan waktu khotbah sama persis. Yang berbeda hanyalah tempatnya.
Penggunaan rekaman khotbah sebagai substitusi pemberitaan firman Allah secara langsung agak berbeda dengan khotbah streaming. Tatkala suatu rekaman khotbah diputar, si pengkhotbah seringkali tidak mengetahui kapan dan kepada siapa khotbah itu disampaikan. Dengan demikian ia tidak mungkin bisa mendoakan khotbahnya secara spesifik. Isi khotbah yang situasional (sesuai dengan konteks asli pada waktu khotbah itu direkam) seringkali menciptakan jurang antara pengkhotbah dan jemaat yang mendengar rekaman khotbah tersebut. Jadi, ada beberapa perbedaan esensial antara khotbah streaming dan rekaman khotbah.
Kesatuan dalam ibadah: secara lokal atau spiritual?
Mereka yang pro maupun kontra terhadap penggunaan khotbah streaming sebenarnya sama-sama mengakui nilai penting kesatuan antara seluruh umat (rohaniwan dan jemaat). Ibadah bukan hanya membangun relasi vertikal, tetapi juga relasi horizontal (Ibr 10:24-25). Tanpa persekutuan dengan sesama orang percaya, ibadah akan kehilangan maknanya.
Walaupun demikian, mereka yang berselisih pendapat memandang bentuk kesatuan itu secara berbeda. Kelompok yang mendukung khotbah streaming lebih menekankan kesatuan secara spiritual, sedangkan kelompok yang lain menganggap bahwa kesatuan secara spiritual hanya bisa terjadi dalam konteks kesatuan secara lokal (ada tatap muka). Perbedaan lokasi (seperti dalam kasus khotbah streaming) akan menghalangi terciptanya kesatuan secara spiritual.
Untuk memahami pendapat mana yang lebih tepat, kita perlu melihat konsep kesatuan ibadah seperti yang diajarkan dalam Alkitab. Beberapa jenis kesatuan lain tidak akan dibahas dalam tulisan ini (Kol 2:5; Flp 1:5). Kita hanya fokus pada kesatuan dalam ibadah. Inti persoalan yang ingin dijawab adalah sebagai berikut: “Apakah perbedaan tempat dalam ibadah menghalangi kesatuan ibadah?”
Bagi Paulus, perbedaan lokasi ternyata bukanlah suatu masalah serius, sejauh semua pihak yang terkait saling memahami apa yang dilakukan dan bersehati untuk melakukannya. Contoh yang paling jelas adalah pemberian disiplin gereja kepada orang cabul di jemaat Korintus (1 Kor 5:1-2). Paulus memerintahkan jemaat untuk menyerahkan orang itu kepada Iblis agar tubuhnya binasa tetapi rohnya diselamatkan (1 Kor 5:5). Konteks penyataan disiplin ini jelas adalah ibadah. Paulus menyinggung tentang berkumpul dalam roh (1 Kor 5:4). Bagian lain Alkitab pun menunjukkan bahwa pemberian disiplin dilakukan di depan jemaat dalam konteks ibadah (Mat 18:17-20).
Jika konteksnya memang ibadah, kita dapat melihat sesuatu yang menarik di sini. Paulus pada waktu itu sedang berada di tempat lain. Walaupun demikian, ia hadir secara rohani dan turut mendeklarasikan hukuman (1 Kor 5:3). Tatkala jemaat Korintus berkumpul dalam nama Tuhan Yesus, Paulus secara rohani juga hadir bersama mereka (1 Kor 5:4).
Mengapa kesatuan secara spiritual di atas dapat tercipta? Pertama, karena mereka memiliki tujuan yang sama. Kedua, karena mereka sepakat dalam otoritas Tuhan Yesus. Jadi, kesatuan rohani di dalam ibadah tidak dibatasi oleh lokasi.
Beberapa peringatan
Walaupun penggunaan khotbah streaming pada dirinya tidak bertabrakan dengan prinsip Alkitab, namun kita tetap harus memperhatikan beberapa kaidah yang penting. Pertama, khotbah streaming tidak boleh didasarkan pada pengultusan individu. Tidak ada seorang pengkhotbah pun yang sedemikian hebat sehingga tidak diperlukan pengkhotbah-pengkhotbah yang lain. Khotbah secara tradisional dari hamba-hamba Tuhan tetap harus dipertahankan. Dengan demikian khotbah streaming sebaiknya tidak dilakukan di setiap kebaktian oleh pengkhotbah yang sama. Ini pada akhirnya akan memupuk kultus individu.
Kedua, khotbah streaming tidak boleh menggantikan aspek penggembalaan yang tradisional. Pada waktu khotbah streaming dilakukan, hamba Tuhan setempat seyogyanya ada bersama dengan jemaatnya. Selain untuk berjaga-jaga apabila terjadi kendala teknis dan streaming tidak dapat dituntaskan (lihat poin berikutnya), hamba Tuhan setempat juga bisa menjalankan peranan pastoral. Dia bisa memperhatikan jemaat secara langsung, berinteraksi dengan mereka, bahkan memberikan konseling.
Aspek pastoral ini juga berlaku pada tingkat sesama jemaat. Mereka membutuhkan interaksi dengan sesama anggota tubuh Kristus. Itulah sebabnya mendengarkan khotbah via TV atau internet sendirian di rumah tidak dapat dianggap sebagai substitusi bagi ibadah di Hari Minggu. Ibadah mencakup pembangunan relasi horizontal dengan anggota gereja yang lain.
Ketiga, masing-masing hamba Tuhan setempat perlu mempelajari naskah khotbah yang akan disampaikan secara streaming. Seperti kita ketahui, teknologi tidak selalu bisa diandalkan. Sesuatu yang tidak diperhitungkan dapat terjadi, misalnya jaringan internet putus atau kendala teknis lainnya. Untuk mengantisipasi situasi semacam ini, pengkhotbah sebaiknya menyerahkan naskah khotbah kepada para hamba Tuhan setempat, sehingga mereka bisa langsung melanjutkan khotbah apabila streaming gagal dituntaskan.
Keempat, bagian ibadah yang di-streaming hanyalah khotbah. Elemen ibadah yang lain sebaiknya tetap dilakukan di masing-masing tempat secara terpisah. Jika keseluruhan ibadah berupa streaming, maka ibadah bisa terlihat seperti sebuah konser belaka, karena jemaat hanya pasif menonton dan menikmati ibadah.
Hal ini tidak boleh diabaikan, karena salah satu esensi ibadah adalah partisipasi aktif dari jemaat. Partisipasi ini terlihat jelas pada saat bacaan Alkitab secara bertanggapan, pujian, doa syafaat, pemberian persembahan, dsb. Dalam beberapa kasus, puji-pujian bersifat berbalas-balasan dan mengandung firman Tuhan di dalamnya (Ef 5:19-20; Kol 3:16), sehingga sulit dilakukan melalui streaming (kecuali ada terobosan teknologi baru yang luar biasa). Ini berbeda dengan pada saat pemberitaan firman Tuhan. Pada waktu khotbah, partisipasi umat memang berkurang secara signifikan. Mereka hanya duduk tenang, mendengarkan, dan meresponi firman Tuhan dalam hati mereka. Penggunaan streaming tidak akan menambah atau mengurangi kepasifan tersebut.
Alasan-alasan yang valid bagi khotbah streaming
Pemakaian teknologi streaming dalam khotbah didorong oleh beragam alasan. Tidak semua alasan itu dapat dibenarkan, misalnya pengultusan individu. Beberapa alasan yang valid antara lain:
Keterbatasan secara lokasi. Streaming sangat diperlukan apabila suatu gereja tidak memiliki ruangan yang cukup besar untuk seluruh jemaat atau sebagian jemaat tinggal sangat jauh dari gereja induk. Mereka bisa beribadah di salah satu gereja cabang dan mendengarkan khotbah melalui streaming.
Kesatuan antar gereja lokal. Beberapa gereja lokal yang terpisah tetapi mendengarkan khotbah yang sama melalui streaming akan memiliki rasa kesatuan dengan gereja-gereja lokal yang lain. Kesatuan bukan hanya pada nama denominasi, tetapi ibadah. Khotbah streaming juga berguna untuk memastikan bahwa seluruh anggota gereja dalam taraf tertentu mendapatkan makanan rohani yang sama.
Solusi untuk efisiensi pelayanan pastoral. Setiap hamba Tuhan membutuhkan durasi waktu persiapan untuk berkhotbah yang berlainan. Bagi yang tidak memiliki talenta mengajar atau berkhotbah, satu kali persiapan bisa memakan waktu berhari-hari. Jika ini dilakukan setiap minggu, maka tugas-tugas penggembalaan yang lain akan terbengkalai. Khotbah streaming oleh hamba Tuhan yang mempunyai talenta mengajar dan berkhotbah akan sangat menolong hamba-hamba Tuhan lain supaya fokus pada bidang pelayanan yang lain.
Yesus Kristus dan teknologi
Suatu kali saya berbincang-bincang dengan seorang CEO dari perusahaan teknologi berskala internasional yang cukup besar. Salah satu topik yang kami perbincangkan adalah tentang Yesus Kristus dan teknologi. Seandainya internet dan tablet sudah ada pada zaman Yesus, apakah Yesus akan menggunakan inovasi teknologi tersebut?
Terhadap pertanyaan hipotetikal ini jawaban saya bersifat positif. Saya menduga Yesus Kristus akan memanfaatkan teknologi. Pada dirinya sendiri teknologi bersifat netral. Tidak ada salahnya apabila Yesus Kristus memakai benda mati yang netral itu untuk tujuan tertentu.
Dugaan di atas didasarkan pada keragaman cara pelayanan Yesus Kristus. Misalnya, cara Dia menyembuhkan orang berbeda-beda. Ada yang diperintah pergi ke suatu kolam. Ada yang dijamah. Ada yang disembuhkan dari jauh. Ada yang secara aktif menjamah jubah-Nya. Ada pula yang harus pergi menemui para imam. Metode penyembuhan hanyalah ekspresi. Yang penting adalah esensi di dalamnya, yaitu iman kepada Yesus Kristus. Itulah sebabnya Yesus Kristus berkali-kali berkata kepada orang-orang yang Ia sembuhkan: “Imanmu telah menyelamatkan engkau”.
Contoh lain adalah pengumpulan dana untuk pelayanan Yesus Kristus. Dana pelayanan didapat dari persembahan sukarela (Luk 8:1-3). Kadangkala Yesus Kristus juga melakukan mujizat untuk menutupi kebutuhan keuangan atau makanan (Mat 17:27; Mar 6//Yoh 6). Tidak ada cara yang spesifik dan kaku. Lebih jauh, walaupun Ia bisa melakukan mujizat kapan pun Ia mau, Ia tetap menunjuk Yudas Iskariot untuk mengelola kas (Yoh 12:6; 13:29). Ia tetap menabung dan mengatur keuangan secara biasa.
Konklusi: esensi firman Tuhan yang satu, tapi dalam bentuk yang variatif
Dalam studi teologi, istilah “firman Tuhan” merujuk pada empat hal yang berlainan tetapi berkaitan erat: the Incarnated Word (firman yang menjadi manusia, Yoh 1:14), the Inscripturated Word (firman yang dituliskan, 2 Tim 3:16; 2 Pet 3:16), the Preached Word (firman yang diberitakan, Kis 18:5, 9; Rom 10:17), dan the Implanted Word (firman yang melahirbarukan, Yak 1:21). Bentuk dari masing-masing firman jelas berbeda, tetapi esensi dan kuasa dari tiap firman adalah sama.
Demikian pula dengan bentuk konkrit dari beberapa firman tersebut. Misalnya, dahulu kita semua menggunakan Alkitab cetakan, tetapi kini ada Alkitab elektronik. Apakah inovasi ini mengurangi kuasa firman yang ada di dalamnya? Sama sekali tidak! Kita tidak mempraktekkan penyembahan kepada bentuk fisik Alkitab (bibliolatri). Kita berpaut pada isinya.
Dengan cara yang sama, cara pemberitaan firman Allah juga mungkin akan berubah seiring perkembangan zaman. Dahulu khotbah tidak menggunakan pengeras suara, tetapi sekarang hal itu sudah menjadi sangat umum dan tidak terelakkan. Dahulu khotbah tidak menggunakan presentasi visual (misalnya slide powerpoint), sekarang banyak pengkhotbah memanfaatkan teknologi ini. Apakah kuasa firman Tuhan berubah? Sama sekali tidak! Kita justru memakai teknologi ini supaya firman Allah bisa disampaikan secara lebih jelas.
Jika elemen-elemen ibadah tradisional yang lain tidak diabaikan, penggunaan khotbah streaming dapat dianalogikan dengan contoh-contoh di atas. Khotbah streaming hanya masalah sarana. Ini cuma ekspresi belaka, bukan esensi. Kita boleh memakai teknologi ini. Kita juga boleh tetap mempertahankan cara berkhotbah tradisional. Jika memang ada manfaat lain yang dapat dipetik dari khotbah streaming, mengapa kita tidak berusaha berpikir di luar kotak (think out of the box) dan mencoba hal yang baru?
Soli Deo Gloria.