Ketaatan yang Berpusat Pada Injil (Bagian 1)

Posted on 08/05/2022 | In QnA | Ditulis oleh Ev. Denny Teguh Sutandio | Leave a comment

https://i0.wp.com/rec.or.id/wp-content/uploads/2022/06/priscilla-du-preez-x_jAYPjskYI-unsplash-scaled.jpg Ketaatan yang Berpusat Pada Injil (Bagian 1)

Tanggal 3 Februari 2021, CNN Indonesia memberitakan bahwa Pemkab Bogor memberi sanksi denda Rp 20 juta kepada manajemen salah satu sinetron karena dinilai melanggar protokol kesehatan pencegahan Covid-19 saat syuting di wilayah Gunung Geulis, Megamendung. Mengapa melanggar? Karena mereka tidak taat prokes.

 

Definisi Ketaatan

Ngomong-ngomong tentang ketaatan, apa artinya ketaatan? Menurut KBBI dan Kamus Oxford, saya mencoba mendefinisikan ketaatan sebagai, “tindakan melakukan secara buta apa yang telah diperintahkan oleh orang lain” (Klik di sini untuk melihat arti 'taat' menurut KBBI dan menurut Kamus Oxford). Dari definisi ini, ada dua aspek ketaatan, yaitu:

Pertama, apa yang diperintahkan orang lain.  KBBI mendefinisikan perintah, “perkataan yang bermaksud menyuruh melakukan sesuatu; suruhan” atau/dan “aturan dari pihak atas yang harus dilakukan” (https://kbbi.web.id/perintah). Intinya adalah perintah berkaitan dengan aturan atau suruhan. Ini berarti perintah bukan himbauan atau saran, tetapi perkataan yang mutlak. Dickon Stone menjelaskan bahwa salah satu karakteristik budaya Timur adalah budaya Timur percaya adanya sistem hierarki yang memiliki lebih banyak level dan setiap level benar-benar memiliki arti. Apa yang dikatakan orang-orang yang berada di level paling atas dianggap sangat penting. Senioritas benar-benar penting (https://www.goabroad.com/articles/intern-abroad/east-vs-west-corporate-cultural-differences-for-interns-abroad). Bagi budaya Timur, perkataan big boss, orangtua, dll bukan sebuah himbauan atau saran, tapi perintah. Mengapa? Karena budaya Timur cenderung mengilahkan senioritas. Mereka menganggap orang-orang senior entah dalam usia atau tingkatan kuliah sudah bisa disamakan seperti Tuhan.

Kedua, melakukan secara buta. Karena bersifat perintah, maka orang yang diperintah harus melakukan secara buta apa yang telah diperintahkan. “Melakukan” berarti orang yang diperintah bukan hanya menyetujui perintah tersebut, tetapi harus melakukannya. Kedua, “buta” berarti bersifat mutlak. Artinya orang yang diperintahkan untuk melakukan sesuatu tidak boleh banyak tanya/protes, ia harus melakukan apa yang diperintahkan. Di dalam relasi anak-orangtua, konsep ini paling nampak dalam ajaran Kong Fu Tzi, “Bila ayah masih hidup, ayahlah yang mengawasi dan mengarahkan cita-cita anaknya. Jika ayah sudah tiada, anak harus mengawasi dirinya sendiri, apakah dia masih mengikuti nasihat almarhum ayahnya atau tidak. Kalau mampu bertahan selama tiga tahun tidak menyimpang dari nasihat ayahnya, baru bisa dikatakan dia adalah anak yang menaati nasihat ayahnya” (Andri Wang, The Wisdom of Confucius, I.11, 6). Selain itu, junior harus menaati seniornya bahkan berujung malapetaka. Misalnya, tentang plonco/OSPEK, pada tahun 2000, Erry Rahman menjadi korban kekejaman senior dalam masa OSPEK di Sekolah Tinggi Pemerintah Dalam Negeri (STPDN). Dua tahun kemudian, Wahyu Hidayat juga menjadi korban selanjutnya (https://tirto.id/plonco-adalah-budaya-penjajah-dan-pki-pernah-memeranginya-efMc).

 

Konsep Alkitab Tentang Ketaatan

Alkitab mengajarkan ada dua objek ketaatan, yaitu Allah dan orang-orang yang dipercayakan Allah untuk memegang otoritas. Pada bagian pertama, kita akan mempelajari objek pertama ketaatan yaitu Allah. Pada bagian kedua, kita akan mempelajari objek kedua ketaatan.

 

Bagian Pertama - Allah: Sumber Otoritas yang Harus Ditaati Mutlak

Alkitab dengan konsisten mengajarkan bahwa Allah hanyalah satu-satunya sumber otoritas tunggal yang harus ditaati mutlak oleh semua orang baik anak, dewasa, orangtua. Dari Kejadian 1-3, kita dijelaskan bahwa ketika Adam dan Hawa tidak taat kepada perintah Allah, mereka dihukum dan diusir dari Eden (Kej. 3:16-19, 23). Ketidaktaatan manusia berujung dengan pembuatan Menara Babel di Kejadian 11. Namun Kejadian 22 mengisahkan janji berkat Allah kepada Abram yang menaati-Nya (ay. 18). Perintah untuk menyembah dan mengasihi Allah Ia ajarkan sendiri kepada orangtua Yahudi agar mereka mengajarkannya kepada para anak mereka di segala waktu di Ulangan 6:4-9. Di PB, ketaatan kepada Allah difokuskan kepada ketaatan kepada Kristus. Di Injil, kita membaca Kristus berkuasa atas segala sesuatu, termasuk angin pun taat kepada-Nya (Mat. 8:27). Paulus dan Petrus pun mengajarkan pentingnya ketaatan kepada Kristus (2Kor. 10:5; 1Ptr. 1:2). Mengapa ketaatan difokuskan kepada Kristus? Karena Ia sendiri belajar taat kepada Bapa (Ibr. 5:8) (William D. Mounce, Mounce’s Complete Expository Dictionary of Old and New Testament Words, 477). Dari bukti singkat tentang ketaatan difokuskan kepada Allah dan Kristus, kita akan menyelidiki aspek-aspek ketaatan di dalamnya:

Pertama, ketaatan dimulai dari … Berbeda dengan agama-agama non-Kristen yang mengajarkan bahwa ketaatan itu melulu soal hal-hal superfisial dan dilakukan oleh manusia, Alkitab mengajarkan konsep yang berbeda tentang ketaatan. Pembeda pertama ketaatan versi Alkitab adalah ketaatan dimulai dari inisiatif Allah yang menjumpai umat-Nya. Allah menghendaki Abram taat kepada perjanjian-Nya (Kej. 17:9) dimulai dari inisiatif Allah yang mengikat perjanjian dengannya (ay. 4-8). Di dalam konsep perjanjian Alkitab, Allah selalu berinisiatif mengikat perjanjian dengan umat-Nya dan mereka secara responsif menganggapi perjanjian-Nya dengan menaati-Nya. Hal yang sama terjadi pada umat Israel di mana sebelum umat Israel diperintahkan-Nya untuk menaati atau berpegang kepada perintah-Nya didahului oleh karya Allah yang telah menyelamatkan mereka dari Mesir (Kel. 19:4-6). Di Perjanjian Baru, Paulus berkata di Efesus 2:10 bahwa kita telah dipersiapkan untuk berbuat baik sesuai kehendak Allah, namun sebelum itu, ia berkata bahwa kita telah diselamatkan hanya oleh anugerah Allah melalui iman kepada Kristus (ay. 8-9). Di Filipi 2:12-13, kita juga belajar konsep Paulus bahwa kita bisa taat kepada kehendak Allah karena Allah yang mengerjakan terlebih dahulu kehendak maupun pekerjaan untuk kita kerjakan menurut kerelaan-Nya.

Dunia mengajarkan: ada hukum/perintah, maka kita taat. Alkitab mengajarkan: ada kasih karunia Allah yang menebus kita, maka kita bisa taat. Apa bedanya dua konsep ini? Dunia mengajarkan bahwa manusia mau tidak mau harus taat, kalau tidak, nanti dihukum. Alkitab mengajarkan bahwa manusia taat bukan karena mereka mau taat, tetapi mereka terlebih dahulu dimampukan oleh anugerah-Nya untuk taat. Mengapa Allah harus mulai terlebih dahulu? Karena kita semua manusia berdosa yang mustahil bisa menginginkan kehendak Allah apalagi menaati-Nya. Di dalam teologi Reformed, kita mengenal istilah Kerusakan Total yang berarti semua aspek hidup manusia telah dirusak dan dicemari oleh dosa, sehingga tidak ada satu manusia pun yang menginginkan Allah (Rm. 3:10-18).

Kedua, ketaatan didukung oleh … Ketaatan pertama-tama didukung oleh anugerah Allah. Anugerah Allah bukan hanya mendorong kita untuk taat kepada Allah, tapi juga mendukung kita untuk taat kepada Allah. Ketika kita diperintahkan Allah untuk taat kepada-Nya, hal itu tidak mudah Kita sering kali jatuh bangun. Hari ini taat, besok tidak taat, besok lusa taat, dst. Ketika kita mau taat pun, kita berusaha keras mengalahkan kedagingan kita dan mengarahkan mata rohani kita kepada kehendak Allah. Ketika kita mau taat, eh, ternyata kita lemah secara kedagingan, akhirnya kita jatuh lagi ke dalam dosa. Waktu kita berjuang seperti itu, kita bisa minta Allah menguatkan kita.

Selain itu, ketaatan kita didukung oleh teladan Kristus. Karena Kristus sudah taat kepada Bapa dengan menyerahkan diri-Nya sebagai tebusan bagi banyak orang, maka Ia juga menjadi teladan ketaatan orang percaya. Anugerah Allah mendukung kita untuk taat kpd-Nya dgn cara menyediakan teladan hidup yang dapat kita teladani yaitu Kristus. Di sini letak pembeda ketaatan Kristen yang ketiga yaitu kita taat sebagaimana Kristus taat. Ada pemimpin agama juga taat kepada Tuhan lho, lalu apa bedanya? Bedanya ketaatan para pemimpin agama adalah ketaatan yang tidak sempurna karena mereka pasti pernah tidak taat, sedangkan ketaatan Kristus adalah ketaatan yang sempurna. Di Roma 5:19, Paulus berkata, “Jadi sama seperti oleh ketidaktaatan satu orang semua orang telah menjadi orang berdosa, demikian pula oleh ketaatan satu orang semua orang menjadi orang benar.” “Satu orang” di sini jelas merujuk kepada Kristus (ay. 15b). Paulus mengontraskan dua pribadi: Adam yang tidak taat berdampak kepada semua orang berdosa, namun Kristus yang taat berdampak kepada mereka yang ada di dalam Kristus menjadi orang benar. Ketaatan Kristus ini benar-benar signifikan, mengapa? Kalau Kristus taat tidak sempurna, maka orang-orang yang di dalam Kristus tidak mungkin menjadi orang benar. “Benar” (dikaios) di sini bukan benar secara moral, tapi “… bebas dari semua tuduhan, di dalam penghakiman sorgawi” (Douglas J. Moo, The Epistle to the Romans, 345) atau “berdiri benar di hadapan Allah” (Robert H. Mounce, Romans, 145). Coba kita bayangkan: kalau Kristus taat sebagian, mungkinkah orang-orang yang ada di dalam Kristus bisa bebas dari semua tuduhan? Tidak mungkin. Mereka pasti separuh dituduh, separuh tidak dituduh. Kalau begitu, keselamatan mereka tidak tuntas.

Setiap tindakan atau perkataan Kristus menunjukkan ketaatan-Nya kepada Bapa. Tidak ada satu inci pun Ia tidak taat kepada Bapa. Memang kita bukan Kristus yang taat secara sempurna, tetapi Kristus dapat kita teladani dalam ketaatan. Misalnya, ketika Kristus menyembuhkan orang sakit di hari Sabat di dalam rumah ibadat orang Yahudi (Mat. 12:9-13), Matius mencatat orang-orang Farisi bersekongkol ingin membunuh-Nya (ay. 14), tetapi bagaimana reaksi Kristus? Matius mencatat di ayat 15a, “Tetapi Yesus mengetahui maksud mereka lalu menyingkir dari sana. …” Apakah ini berarti Ia ketakutan? Tidak. Kalau Dia ketakutan, maka tidak mungkin Ia menyembuhkan orang-orang yang sakit yang datang kepada-Nya (ay. 15b). Craig L. Blomberg menafsirkan, “Waktu Yesus untuk mati belum tiba” (Craig L. Blomberg, Matthew, 200). Ini berarti Kristus yang adalah Allah yang mengerti bahwa waktu-Nya sekaligus waktu yang telah Bapa tetapkan belum tiba.

Ketiga, ketaatan ditujukan untuk… Anugerah Allah bukan hanya mendorong dan mendukung ketaatan orang percaya, tapi mengarahkan kita yang taat untuk melihat tujuan akhirnya yaitu kemuliaan Allah. Pembeda keempat ketaatan Kristen dgn ketaatan non-Kristen adalah tujuan akhir. Kalau orang-orang dunia taat kepada Tuhan yang mereka percayai agar mereka mendapat pahala/keselamatan, sedangkan kita taat bukan agar kita mendapat keselamatan, tapi memuliakan Allah. Tujuan ini jelas membedakan sikap dan nilai ketaatan. Orang-orang non-Kristen yang taat agar diselamatkan/dapat pahala akan taat sebagai kewajiban orang beragama dan kitab suci mereka memerinci tindakan, pikiran, perkataan, dll yang dianggap taat vs tidak taat. Dengan kata lain, bagi mereka, ketaatan dinilai dari apa yang superfisial. Kekristenan mengajarkan hal yang sangat berbeda. Orang-orang Kristen taat untuk memuliakan Allah. Tujuan ini mendorong orang percaya taat bukan sebagai kewajiban, tapi sukacita. Lalu tujuan ini juga menunjukkan nilai ketaatan bukan pada apa yang superfisial, tapi pada apa yang di dalam hati alias internal. Mengapa? Karena Allah yang harus dimuliakan adalah Allah yang melihat hati (1Sam. 16:7b), maka ketaatan kita pun bukan hanya superfisial, tapi internal.

Photo by Priscilla Du Preez on Unsplash
https://i0.wp.com/rec.or.id/wp-content/uploads/2020/12/logo.png logo writter

Ev. Denny Teguh Sutandio

Reformed Exodus Community