Keluarga Yang Bertumbuh Dalam Kristus (Efesus 4:16)

Posted on 16/02/2020 | In Teaching | Ditulis oleh Pdt. Yakub Tri Handoko | Leave a comment

https://i0.wp.com/rec.or.id/images/article/keluarga-yang-bertumbuh-dalam-kristus-efesus-4-16.jpg Keluarga Yang Bertumbuh Dalam Kristus (Efesus 4:16)

Gereja adalah keluarga besar dan keluarga adalah gereja kecil. Prinsip pertumbuhan yang sama berlaku pada keduanya. Memang begitulah seharusnya. Kerohanian sejati bisa dilihat dari kehidupan sehari-hari. Jika kita ingin mengetahui kerohanian seseorang yang sesungguhnya, tanyakanlah kepada mereka yang selalu bersama-sama dengan dia; anggota keluarganya.

Teks kita hari ini memang tidak langsung berbicara tentang keluarga. Paulus sedang membicarakan tentang pertumbuhan gereja (tubuh Kristus). Namun, prinsip yang diajarkan tentang gereja tetap relevan bagi keluarga. Sama seperti gereja, keluarga juga harus bertumbuh. Sama seperti setiap anggota dalam tubuh Kristus perlu mengalami pertumbuhan, demikian pula setiap anggota keluarga.

Inti dari Efesus 4:16 terletak pada pertumbuhan seluruh tubuh. Pertumbuhan ini terdiri dari dua bagian: yang bersifat pasif (dikerjakan oleh Kristus) dan aktif (dikerjakan oleh setiap anggota). Dua-duanya harus ada untuk menghasilkan pertumbuhan yang baik.

 

Karya Kristus

Peranan sentral Kristus dalam pertumbuhan terlihat dengan jelas melalui berbagai macam cara. Ayat 16 dimulai dengan kata “daripada-Nyalah”. Penerjemah LAI:TB memberi tambahan titik di akhir ayat 15, seolah-olah ayat 15 secara tata bahasa terpisah dari ayat 16. Kesan ini kurang tepat. Ayat 16a menggunakan kata ganti penghubung yang merujuk balik pada Kristus di ayat 15. Sesuai teks Yunani yang ada, terjemahan hurufiah yang lebih tepat untuk ayat 16a adalah “yang dari-Nya” (ex hou). Jadi, seluruh bagian dan proses di ayat 16 (kesatuan dan pertumbuhan) bersumber dari Kristus.

Cara lain yang digunakan oleh Paulus untuk menekankan peranan sentral Kristus adalah penggunaan dua partisip pasif: rapi tersusun (synarmologoumenon) dan terikat menjadi satu (symbibazomenon). Bentuk pasif di sini menyiratkan bahwa Allah (melalui Kristus) adalah subjeknya.

Kata synarmologeomai memiliki arti dasar “bergabung menjadi satu kesesuaian”. Kata ini sebelumnya juga sudah digunakan oleh Paulus untuk pembangunan bait Allah secara rohani (2:21). Seluruh bangunan rapi tersusun (synarmologoumenÄ“). Jadi, ide yang tersirat seperti orang sedang membuat suatu bentuk dari lego. Setiap bagian memang sudah dirancang sedemikian rupa, sehingga cocok satu dengan yang lain. Tidak asal dibuat. Tidak asal sama. Tidak juga berbeda secara asal-asalan.

Kata symbibazō memiliki arti “mengikat menjadi satu”. Paulus memakai kata ini di suratnya yang lain dalam kaitan dengan kasih (Kol. 2:2 “diikat menjadi satu dalam kasih”). Di tempat lain dia mengaitkannya dengan tubuh Kristus (Kol. 2:19 “dari mana seluruh tubuh, yang ditunjang dan diikat menjadi satu oleh urat-urat dan sendi-sendi”).

Dari penggunaan di atas terlihat bahwa arti symbibazō mirip dengan synarmologeomai. Sebagian penafsir memandang dua kata ini sebagai sinonim. Beberapa menganggap keduanya komplimentaris (saling melengkapi): yang satu dari metafora bangunan, yang satu dari anatomi tubuh manusia. Poin penekanannya juga mungkin berlainan: yang satu kesesuaian, yang satunya kesatuan.

Bentuk present pada dua partisip di atas juga menyiratkan suatu tindakan yang terus-menerus. Kristus bukan hanya menghadiahkan kesesuaian dan kesatuan lalu menyerahkannya total pada manusia. Dia tetap bekerja untuk menjaga keadaan itu.

Sehubungan dengan kesesuaian, Paulus sangat mungkin memikirkan beragam karunia dalam tubuh Kristus (ayat 7-11). Memang beda, tetapi saling memerkaya. Masing-masing memainkan peranan sesuai dengan keadaan. Sehubungan dengan kesatuan, Paulus pasti sedang merujuk balik pada kesatuan rohani dalam diri orang-orang yang percaya: satu iman, baptisan, Roh, Tuhan, pengharapan, dsb (ayat 4-6).

Baik kesesuaian maupun kesatuan, semua berasal dari Kristus dan terus-menerus dikerjakan oleh Kristus. Tugas kita hanyalah memelihara apa yang sudah ada. Kita tidak dituntut untuk menciptakan kesesuaian dan kesatuan. Itu porsi Tuhan sepenuhnya.

Hal yang sama berlaku pada keluarga. Tuhan sudah mengatur setiap anggota keluarga sedemikian rupa. Baik kesamaan maupun perbedaan antar anggota sudah berada dalam rencana-Nya. Allah tidak mungkin memberikan anggota-anggota yang tidak sesuai satu dengan yang lain. Bukan berarti sama, tetapi sesuai dengan tujuan Tuhan. Awalnya mungkin terlihat tidak cocok, tetapi lama-kelamaan kita akan menemukan kesesuaian itu. Tuhan tidak pernah salah mengatur.

 

Karya setiap anggota

Karya Kristus tidak meniadakan peranan manusia. Dalam anugerah dan hikmat-Nya, Allah berkenan melibatkan kita dalam proses pertumbuhan. Apa saja yang menjadi bagian kita?

Pertama, bekerja sesuai dengan posisi masing-masing. Frasa “sesuai dengan kadar pekerjaan tiap-tiap anggota” (LAI:TB kat’ energeian en metrō henos hekastou merous) menyiratkan sebuah sinergi yang dinamis. Ide tentang dinamika ini muncul dari kata “pekerjaan” (energeia). Kata ini berkali-kali muncul dalam kaitan dengan kuasa (1:19; 3:7; Flp. 3:21; Kol. 1:29; 2:12). Jadi, makna dalam kata ini bukan sekadar asal bekerja. Energeian lebih mengarah pada kuasa yang sedang bekerja (KJV “the effectual working”). Ada keseriusan. Ada dampak.   

Dinamika di atas disertai dengan sinergi. Pekerjaan tersebut melibatkan tiap-tiap anggota. Paulus tampaknya menekankan poin ini. Dia menggunakan kata henos (“satu”) dan hekastou (“tiap”) secara bersama-sama. Tidak ada satu anggota yang mengganggur. Tidak ada yang menjadi petarung tunggal. Semua harus terlibat.

Salah satu tugas berat dalam membangun sebuah keluarga yang harmonis adalah mengoptimalkan kapasitas setiap anggota dan menggabungkannya menjadi sebuah kekuatan yang dinamis. Kita cenderung tidak mau menambah pekerjaan dengan membimbing anggota keluarga yang lain supaya optimal. Mendiamkan dipandang lebih memberikan kemudahan dan kenyamaman. Akibatnya, yang berperan secara signifikan hanyalah sebagian. Yang lain seringkali hanya menjadi beban. 

Kedua, membangun dirinya dalam kasih. Dalam teks Yunani, yang dirujuk oleh “dirinya” (heautou) sebenarnya tidak terlalu jelas. Kata ini bisa merujuk pada “tubuh” (sōma, secara general) atau “tiap-tiap anggota” (meros, secara partikular). Penerjemah LAI:TB tampaknya mengasumsikan opsi terakhir (“sesuai dengan kadar pekerjaan tiap-tiap anggota menerima pertumbuhannya dan membangun dirinya dalam kasih”). Jika kita lebih menekankan analisa konteks daripada tata bahasa, opsi yang pertama justru lebih konsisten. Dari awal sampai akhir Paulus berbicara tentang pertumbuhan tubuh Kristus secara umum (4:12). Pertumbuhan lebih bersifat komunal (bersama-sama) daripada personal (sendiri-sendiri). Hanya saja, setiap anggota perlu memainkan peranannya masing-masing. Tatkala setiap anggota berperan, pada gilirannya seluruh tubuh akan menerima pertumbuhannya.

Pertumbuhan ini terjadi di dalam kasih (LAI:TB “membangun dirinya dalam kasih”). Tanpa kasih, keragaman merupakan ancaman. Dengan kasih, keragaman adalah kekayaan. Kasih adalah pemersatu. Jangan membangun kesatuan di atas dasar yang lain, misalnya kecocokan karakter, kesamaan hobi, apalagi kesamaan musuh. Dasar lain pasti dengan cepat runtuh.

Kasih yang dimaksud di sini tidak dapat dipisahkan dari kebenaran. Di ayat 15 Paulus sudah mengingatkan perlunya “berpegang teguh pada kebenaran di dalam kasih” (lit. “mengatakan kebenaran dalam kasih”, bdk. mayoritas versi Inggris “speaking the truth in love”). Tanpa kebenaran, kasih tidak berbeda dengan kompromi. Tanpa kasih, kebenaran terlihat kering dan menyakitkan. Dua hal ini harus ada dalam komunitas orang percaya.

Demikian pula dengan keluarga. Mengasihi bukan berarti memanjakan. Bukan pula mengacuhkan kesalahan. Di dalam kasih ada teguran dan nasihat. Namun, pada saat memberikan teguran atau nasihat, kita perlu melakukannya dengan kasih pula. Jangan menghakimi. Jangan merasa diri lebih benar. Jangan kasar. Lakukan dengan belas kasihan dan kelemahlembutan. Soli Deo Gloria.

https://i0.wp.com/rec.or.id/wp-content/uploads/2020/12/logo.png logo writter

Pdt. Yakub Tri Handoko

Reformed Exodus Community