Kelebihan Kita Untuk Kekurangan Mereka (Ulangan 24:19-22)

Posted on 18/07/2021 | In Teaching | Ditulis oleh Ev. Edo Walla | Leave a comment

https://i0.wp.com/rec.or.id/wp-content/uploads/2021/07/Kelebihan-Kita-Untuk-Kekurangan-Mereka-Ulangan-24-19-22.jpg Kelebihan Kita Untuk Kekurangan Mereka (Ulangan 24:19-22)

Ulangan 24 berisi daftar perintah Tuhan kepada bangsa Israel di Tanah Perjanjian. Benang merah dari perintah-perintah ini adalah keadilan bagi sesama. Yang kuat memperdulikan yang lemah. Yang kaya membagi dengan yang miskin. Teks kita berbicara mengenai kaum yang dianggap paling lemah dan rentan oleh masyarakat pada jaman itu yaitu orang asing, anak yatim, dan janda.

Pada saat Tuhan membawa bangsa Israel ke dalam Tanah Perjanjian, mereka diberi porsi tanah atau ladang. Jika seseorang memiliki ladang, maka dia memiliki sarana untuk mendapat penghasilan dengan bercocok tanam. Dia dapat menikmati tuaian hasil bumi itu sendiri atau menjual hasil panennya.

Berbeda dengan para pemilik tanah, ada sekelompok orang yang tidak memiliki ladang atau pun anggota keluarga yang dapat menghidupi mereka. Mereka tidak memiliki kekuatan sosial-ekonomi. Mereka adalah orang asing, anak yatim, dan janda. Perlu diketahui orang asing disini bukan orang yang tidak dikenal melainkan orang non-Yahudi, orang yang berasal dari bangsa lain, yang tinggal di Tanah Perjanjian bersama dengan orang Israel. Mungkin persamaan terdekat di jaman modern adalah para pengungsi (akibat perang misalnya). Kemungkinan besar ketiga kelompok orang ini hidup dibawah garis kemiskinan. Maka, jika ada sedikit saja goncangan sosial seperti kelaparan atau peperangan, mereka sulit sekali untuk bertahan hidup. Pada jaman itu, belum tersedia sistem bantuan atau jaminan sosial.

Bagaimana Tuhan ingin bangsa Israel memperlakukan meraka? Saat menuai, jika terlupa seberkas panen, jangan memungutnya kembali (ayat 19). Seberkas adalah kumpulan hasil panen yang telah diikat. Lalu jika sudah memetik buah dari pohon zaitun, tidak perlu memeriksa dahan-dahannya lagi (ayat 20). Dan terakhir, jangan memetik ulang hasil kebun anggur (ayat 21).

 

Esensi Perintah Tuhan Bagi Mereka Yang Kekurangan

Apa yang digambarkan di ayat-ayat ini terdengar tidak adil. Mereka sudah bekerja keras menanam, memelihara, dan menjaga ladang mereka. Bukankah mereka berhak menikmati seluruh hasil panen saat dituai? Tuhan sedang mendidik bangsa Israel untuk menyisakan sebagian hasil bumi kepada mereka yang kekurangan. Allah sepertinya menghendaki orang-orang pilihan-Nya menjadi bangsa yang murah hati dan penuh belas kasihan, tidak kikir dan tidak tamak. Saya rasa ini baik dan perlu. Tetapi esensi perintah Tuhan lebih dari sekedar mengajak kita beramal.

Perhatikan pengulangan kata “itulah bagian” sebanyak tiga kali. Hal ini menunjukkan bahwa di mata Tuhan, hasil panen itu adalah milik dari mereka yang kekurangan. Mereka tidak memiliki ladangnya, karena semua ladang sebetulnya milik Tuhan, namun dipercayakan kepada orang Israel. Walaupun mereka yang berkekurangan tidak berhak atas ladang itu, mereka berhak atas sebagian hasil panen. Jika sang pemilik ladang tidak menyisakan sama sekali, maka sebetulnya bukan saja sang pemilik ladang tidak beramal, dia sudah bertindak tidak adil.

Maka esensi pertama dari perintah Tuhan adalah keadilan. Kita tidak boleh lupa bahwa semua yang kita punya hari ini berasal dari Tuhan. Setiap kemampuan, kesempatan, dan keberhasilan adalah anugrah Tuhan. Maka jika kita sudah diberikan lebih dari Tuhan dan tidak membagikannya kepada mereka yang kekurangan, kita telah berlaku tidak adil.

Kemudian perhatikan metode orang asing, anak yatim, dan janda ini mendapatkan hasil panen yang disisakan. Mereka tidak mengemis atau menunggu dibagikan jatah. Mereka bekerja di ladang. Perintah Tuhan disini memberi kesempatan untuk mereka bekerja, bukan meminta-minta. Memungut dan mengumpulkan berkas-berkas panen bukanlah pekerjaan yang ringan.

Inilah esensi kedua dari perintah Tuhan yaitu penghormatan. Mereka yang kekurangan adalah ciptaan Tuhan yang bernilai dan berharga. Tidah hanya itu, kitab Ulangan menggambarkan Tuhan sebagai Allah yang membela dan mengasihi anak yatim, janda, dan orang asing (Ul. 10:18). Jika kita berani jujur, pada saat kita mempunyai lebih, kita cenderung menghakimi mereka yang kekurangan. Kita menganggap mereka lebih inferior. Kita melihat mereka sebagai orang malas atau ada sesuatu yang salah dengan mereka. Tetapi perintah Tuhan ini tidak hanya mengangkat martabat orang miskin, tetapi juga menyelamatkan orang kaya dari kesombongan. Karena hidup dan mati mereka tidak ada di tangan orang kaya sepenuhnya. Nasib mereka ada di tangan mereka sendiri.

 

Dasar Perintah Tuhan Bagi Mereka Yang Kekurangan

Tuhan tidak memberikan instruksi tanpa motivasi. Mengapa perlu menyisakan bagi mereka yang kekurangan? Karena ada berkat tersedia. Ayat 19 berkata “supaya TUHAN, Allahmu, memberkati engkau dalam segala pekerjaanmu.” Bagi Tuhan, memperdulikan mereka yang lemah adalah tindakan yang begitu serius, sampai Tuhan menjanjikan berkat. Kitab Amsal bahkan mengajarkan, “Siapa menaruh belas kasihan kepada orang yang lemah, memiutangi TUHAN, yang akan membalas perbuatannya itu” (Ams. 19:17). Di dalam Perjanjian Baru, Yakobus menulis, “Ibadah yang murni dan yang tak bercacat di hadapan Allah, Bapa kita, ialah mengunjungi yatim piatu dan janda-janda dalam kesusahan mereka, dan menjaga supaya dirinya sendiri tidak dicemarkan oleh dunia” (Yak. 1:27). Dengan kata lain, memperhatikan yang kekurangan bukanlah pilihan atau tambahan, namun bagian esensial dalam iman Kristen.

Saat kita membagi, Tuhan tahu cara memelihara kita. Saat kita memberi, Tuhan tidak akan melupakan kebutuhan kita. Saat kita ingin hidup menjadi berkat, kita tidak akan kekurangan.

Alasan kedua mengapa perlu menyisakan bagi mereka yang kekurangan adalah pengalaman diselamatkan Tuhan. Ayat 22a berkata, “haruslah kauingat, bahwa engkau pun dahulu budak di tanah Mesir.” Sejarah bangsa Israel melibatkan pengalaman menjadi orang asing. Abraham pernah menyebut dirinya sebagai orang asing dan pendatang. Bapa leluhur bangsa Israel seperti Ishak, Yakub, dan Yusuf pernah disebut sebagai orang asing. Puncaknya adalah saat bangsa Israel dijajah oleh Mesir. Mereka tidak punya apa-apa, ditindas, dan dipermalukan.

Namun Tuhan menyelamatkan mereka dari perbudakan Mesir. Sekarang mereka sudah bebas dan bahkan diberi Tanah Perjanjian. Pengalaman pernah menjadi orang tertindas dan serba kekurangan harusnya membuat mereka berbelas kasihan kepada orang lain yang bernasib sama.

Dengan kata lain, saat kita gagal membagi kepada mereka yang kekurangan, kita sebetulnya sedang mengalami amnesia rohani. Kita lupa siapa kita dan lupa akan anugrah Tuhan dalam hidup kita. Kita boleh kaya dan berhasil di dunia, tetapi tanpa Kristus, kita sebetulnya orang miskin yang tak berdaya. Seperti kata Martin Luther, kita semua adalah pengemis. Namun Tuhan telah memberi kita roti kehidupan, yaitu Yesus Kristus sendiri. Kita yang sudah dikenyangkan oleh keselamatan dan belas kasihan Tuhan sekarang bergerak untuk mereka yang masih kelaparan.

Alasan terakhir mengapa perlu menyisakan bagi mereka yang kekurangan adalah ketaatan atas perintah Tuhan. Ayat 22b berkata, “itulah sebabnya aku memerintahkan engkau melakukan hal itu.” Beramal adalah saat orang memberi dengan sukarela. Ini adalah hal yang baik dan mulia. Namun kitab Ulangan tidak sedang memberi kita nasihat atau himbauan. Memberi surplus yang kita miliki adalah perintah. Bukan berarti yang kaya dipaksa untuk menjadi miskin. Itu tidak menjawab permasalahan. Ingat bahwa si pemilik ladang hanya diminta membagi apa yang sudah dia kerjakan. Dia tidak diminta lebih, hanya menyisakan. Seberapa banyak yang diberi sesuai dengan kemampuan dan keadaan si pemilik ladang.

Kebutuhan orang asing, anak yatim, dan janda begitu serius sehingga perlu mandat Tuhan. Dengan kata lain, Tuhan memberikan kita tanggung jawab moral untuk menolong mereka yang kekurangan. Bahkan di Ulangan 28, Tuhan menyediakan segala macam kutuk jika kita tidak melakukan dengan setia ketetapan Tuhan. Mengorbankan mereka yang kekurangan akan menyakiti kita sendiri di masa depan.

Siapakah yang termasuk orang asing, anak yatim, dan janda di sekitar saudara? Mungkin dia adalah orang yang anda anggap sebagai beban, atau orang yang mengusik kenyamanan anda, atau orang yang berbeda dengan anda. Apa yang dapat anda lakukan untuk mereka, apalagi di masa pandemi ini?

Sudahkah saudara menyisakan ruang dalam hidup anda? Mungkin itu artinya mengurangi waktu di depan gadget dan menggunakannya untuk menelpon teman yang berduka. Mungkin itu artinya menghemat pengeluaran dari hobi kita dan menggunakan uangnya utk mengirimkan makanan bagi mereka yang sedang isolasi mandiri. Mungkin itu artinya mengajarkan keahlian khusus dan memberi lapangan pekerjaan kepada mereka yang dikucilkan. Mari kita menata dan mengelola berkat ilahi yang limpah ruah dari Tuhan agar setiap orang menikmatinya secara adil, secukupnya, dan berkelanjutan.

https://i0.wp.com/rec.or.id/wp-content/uploads/2020/12/logo.png logo writter

Ev. Edo Walla

Reformed Exodus Community