Kasih Yang Tak Terpisahkan (Roma 8:31-39)

Posted on 09/07/2017 | In Teaching | Ditulis oleh Pdt. Yakub Tri Handoko | Leave a comment

https://i0.wp.com/rec.or.id/images/article/Kasih-Yang-Tak-Terpisahkan-Roma-8-31-39.jpg Kasih Yang Tak Terpisahkan (Roma 8:31-39)

Kata “semuanya itu” di 8:31 menyiratkan bahwa bagian ini merupakan penutup dari rangkain penjelasan doktrinal di pasal 5-8. Sesudah menjelaskan keberdosaan semua manusia (1:18-3:20) dan satu-satunya solusi terhadap persoalan itu melalui iman kepada Kristus Yesus yang sudah membereskan semua dosa di atas kayu salib (3:20-4:25), Paulus lalu menerangkan bagaimana kehidupan mereka yang sudah di dalam Kristus (5:1-8:30). Transformasi hidup di dalam Kristus ini diwarnai dengan kasih karunia, damai sejahtera, pengharapan, dan pembenaran (5:1-21). Orang-orang Kristen tidak lagi kalah oleh dosa maupun terkungkung dalam legalisme Taurat (pasal 6-7). Ini semua dimungkinkan karena Roh Kudus terus-menerus meyakinkan, menguatkan, dan memimpin mereka ke dalam kesucian (8:1-17). Bahkan penderitaan pun tidak akan mampu menggagalkan pengharapan keselamatan kita (8:18-24), karena Allah akan menolong kita (8:25-27) dan mengerjakan kebaikan di dalamnya (8:28-30).

Allah di pihak kita (ayat 31-32)

Semua berkat rohani yang luar biasa ini dirangkum oleh Paulus dalam sebuah kalimat pendek: “Jika Allah di pihak kita” (ei ho theos hyper hēmōn, 8:31). Terjemahan yang lebih hurufiah adalah “Jika Allah adalah untuk kita”. Bukan hanya di pihak kita, melainkan untuk kita. Ini merupakan ungkapan yang begitu luar biasa.

Jika ini yang terjadi, orang-orang Kristen bisa merasa aman. Tidak ada yang dapat melawan kita. Bukan berarti tidak ada perlawanan, namun tidak akan ada yang menang di dalam perlawanan tersebut. Dapat diserang, tetapi tidak dapat dikalahkan.

Apakah yang menjadi bukti bahwa Allah adalah untuk kita? Di ayat 32a Paulus mengatakan: “Ia, yang tidak menyayangkan Anak-Nya sendiri, tetapi yang menyerahkan-Nya bagi kita semua”. Teks Yunani dari bagian awal ayat ini lebih memperlihatkan penekanan: “yang bahkan Anak-Nya sendiri (ge tou idiou huiou) Ia tidak sayangkan, tetapi Ia menyerahkan-Nya bagi kita”. Memberikan seorang anak demi kepentingan orang lain merupakan pengorbanan yang tak terkatakan. Tindakan ini menjadi lebih istimewa apabila anak yang diserahkan tersebut akan mengalami berbagai penderitaan demi orang lain. Itulah yang dilakukan Bapa bagi kita.

Jika yang paling berharga sudah diserahkan untuk keselamatan kita, maka segala sesuatu yang lain juga akan dikaruniakan kepada kita bersama-sama dengan Dia (ayat 32b). Kita tidak boleh sembarangan memahami kata “segala sesuatu” di ayat ini. Kata ini merujuk pada “segala sesuatu yang diperlukan dalam keselamatan kita”. Bukan segala sesuatu yang kita bayangkan. Bukan segala sesuatu yang kita inginkan. Namun, segala sesuatu yang kita butuhkan untuk jaminan keselamatan. Sekali Allah menyelamatkan kita, Dia akan menyediakan segala sesuatu yang diperlukan sehingga keselamatan itu tidak akan gagal.

Penjelasan ini seharusnya menolong kita untuk membedakan antara keinginan dan kebutuhan. Apa yang disebut kebutuhan adalah segala sesuatu yang bermanfaat bagi keselamatan kita. Keselamatan menjadi ukuran kebutuhan. Dengan cara yang sama kita dapat mengatakan bahwa segala sesuatu yang Allah berikan kepada kita seharusnya membawa manfaat bagi keselamatan kita. Kita semakin efektif menghidupi keselamatan kita.

Jaminan keselamatan (ayat 33-39)

Kepastian adalah barang yang mahal di tengah dunia yang tidak pasti. Secara khusus dalam kaitan dengan kehidupan sesudah kematian, kepastian menjadi kebutuhan yang semakin besar. Tidak ada seorang pun yang ingin menghabiskan kekekalan di dalam penderitaan. Membayangkan hal ini saja sudah sedemikian menakutkan, apalagi menjalaninya. Jauh di dalam lubuk hati banyak orang, mereka mendambakan kepastian keselamatan.

Paulus meyakinkan kita bahwa keselamatan di dalam Kristus Yesus tidak bersifat spekulatif. Tidak ada “moga-moga”, “jika sesuai harapan”, atau “jika Allah berkenan” dalam kaitan dengan keselamatan kita. Semua kemungkinan buruk tidak akan menggagalkannya. Poin ini disampaikan Paulus melalui serangkaian pertanyaan.

Pertama, tidak ada yang menggugat kita (ayat 33a). Menggugat berarti membawa tuduhan atau dakwaan terhadap seseorang. Tuduhan ini biasanya dikaitkan dengan pelanggaran yang dilakukan orang yang dituduh.

Orang-orang pilihan tidak boleh hidup di bawah tekanan tuduhan. Mengapa? Karena Allah yang membenarkan mereka (ayat 33a, theos, ho dikaiōn). Sayangnya, jawaban ini justru dikaburkan dalam terjemahan LAI:TB yang berbentuk pertanyaan (“Allah, yang membenarkan mereka?”). Penekanan pada theos, ho dikaiōn terletak pada status Allah sebagai pembenar, bukan pada tindakan-Nya. Allah adalah “Yang Membenarkan”. Sebagai hakim yang tertinggi, keputusan-Nya pasti tidak dapat diganggu gugat. Tidak ada banding.  

Kepastian tentang pembenaran ilahi ini sangat penting untuk dipahami dan diyakini. Tidak jarang kita membairkan diri sendiri merasa tertuduh karena kegagalan dan dosa kita. Ada keraguan tentang keselamatan. Ada perasaan tidak layak untuk dikasihi oleh Allah. Semua perasaan ini adalah bentuk kesombongan. Kita merasa bahwa kesalehan kita seharusnya memiliki andil dalam keselamatan. Kita merasa bahwa kasih Allah bersifat bersyarat, tergantung pada kebaikan kita.

Perasaan tertuduh bisa muncul dari Hukum Taurat maupun Iblis. Tatkala seseorang membandingkan kehidupannya dengan tuntutan Taurat, dia mungkin merasa gagal dan tidak pantas mendapatkan keselamatan, tetapi semua surat hutang dan tuntutan itu sudah ditiadakan oleh Kristus dengan jalan memakukannya pada kayu salib (Kol 2:14). Tuntutan gencar dari Iblis pun tidak akan bertahan, karena dia sendiri akan dilemparkan ke dalam penghukuman (Why 12:10).

Kedua, tidak ada yang menghukum kita (ayat 33b-34). Dalam teks Yunani, pertanyaan “Siapakah yang akan menghukum mereka” (ayat 33b) muncul di awal ayat 34 (lihat semua versi Inggris). Di ayat 34 ini Paulus menegaskan bahwa tidak ada penghukuman bagi mereka yang sudah berada di dalam Kristus (bdk. 8:1 “Demikianlah sekarang tidak ada penghukuman bagi mereka yang ada di dalam Kristus Yesus”).

Kepastian ini diperoleh bukan berdasarkan apa yang kita lakukan bagi Allah, melainkan apa yang Kristus lakukan bagi kita. Karya penebusan-Nya sempurna bagi kita. Ia mati, bangkit, naik ke surga (duduk di sebelah kanan Allah), dan menjadi pembela. Kematian-Nya menyelesaikan persoalan terbesar kita, yaitu dosa (5:5-8). Kebangkitan-Nya mengalahan ketakutan terbesar kita, yaitu maut (6:23). Kenaikan-Nya ke surga membuktikan bahwa segala kuasa ada di bawah kaki-Nya (Mzm 110:1). Tidak ada satu kuasa pun yang berpotensi mengganggu kedaulatan-Nya (bdk. 8:38-39).

Yang perlu mendapat sorotan khusus adalah karya Kristus sebagai Pembela (ayat 34d, entynchanō, LAI:TB). Terjemahan yang lebih tepat adalah “pendoa syafaat” (lihat semua versi Inggris). Kata yang sama dikenakan kepada Roh Kudus yang berdoa untuk kita (8:27). Kata ini juga muncul di Ibrani 7:25 untuk Kristus yang berperan sebagai Pengantara manusia kepada Allah.

Dengan demikian, karya Kristus mencakup masa lalu (kematian dan kebangkitan) maupun masa kini (duduk di sebelah Bapa dan berdoa syafaat). Hal ini akan terus terjadi sampai kita menerima keselamatan kita sepenuhnya di akhir zaman. Apakah ada sesuatu yang patut mencemaskan kita? Sama sekali tidak!

Ketiga, tidak ada yang memisahkan kita dari kasih Kristus (ayat 35-39). Poin ini tampaknya lebih ditekankan oleh Paulus dibandingkan dua poin sebelumnya. Jumlah ayat yang digunakan lebih banyak. Ide utamanya diulang dua kali, tepat di awal dan akhir bagian ini (ayat 35, 39).

Bagi mereka yang menyamakan kasih Kristus dengan kenyamanan hidup, poin yang disampaikan Paulus di sini mungkin terdengar aneh dan sukar untuk diterima. Bagi Paulus, kasih Kristus tidak menghindarkan kita dari segala macam kesusahan dan penderitaan. Kasih Kristus juga tidak selalu berbentuk kelepasan dari semua hal buruk tersebut. Jangankan sekadar bahaya atau kesengsaraan, kematian pun bisa menimpa kita (ayat 35).

Dengan cara yang sama kita bisa mengatakan bahwa aman di dalam Tuhan bukan berarti tidak ada serangan. Penganiayaan mungkin saja datang. Serangan dari kuasa kegelapan pasti menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan. Satu hal yang menghibur kita adalah kepastian kemenangan di dalam Kristus. Semua upaya untuk menggagalkan keselamatan kita akan sia-sia karena tidak ada satu pun yang dapat memisahkan kita dari kasih Kristus.

Bukan hanya kita akan memang, tetapi kita akan menjadi lebih daripada pemenang (ayat 37). Penganiayaan dan kesusahan hanya akan menguatkan pengharapan kita (bdk. 5:3-4). Semua itu mengerjakan kebaikan bagi kita (8:28). Bahkan ketika kematian datang, hal itu hanyalah pintu masuk kepada kebahagiaan dan kemuliaan yang lebih besar (8:17-18). Kematian bukanlah kekalahan, melainkan permulaan parade kemenangan yang lebih besar (8:23). Sungguh, tidak ada sesuatu maupun seorang pun yang sanggup memisahkan kita dari kasih Kristus. Soli Deo Gloria.

https://i0.wp.com/rec.or.id/wp-content/uploads/2020/12/logo.png logo writter

Pdt. Yakub Tri Handoko

Reformed Exodus Community