(Lanjutan tgl 26 Agustus 2018)
Konsep ini memang susah untuk dicerna. Tuhan Yesus sedang meletakkan kepentingan Allah di atas kenyamanan manusia. Makna dan nilai hidup seseorang bahkan seharusnya dinilai dalam kaitan dengan realisasi rencana ilahi. Apa saja yang turut berkontribusi bagi realisasi itu berarti baik dan bernilai. Begitu pula sebaliknya. Jika kesakitan seseorang lebih memuliakan Allah, hal itu lebih baik daripada kesehatan dan kenyamanan. Jika kemiskinan seseorang mendatangkan kebaikan yang lebih bagi kerajaan Allah, hal itu jauh lebih indah daripada kekayaan. Sebaliknya, apa yang merupakan keuntungan dan kebanggaan malah bisa menjadi kerugian dan sampah (Flp. 3:7-8), jika hal itu membuat seseorang semakin jauh dari rencana Allah.
Walaupun konsep ini sangat berat untuk diamini dan dijalani, tetapi hal ini bukan hal yang mustahil. Tuhan Yesus sendiri sudah memberikan teladan yang sempurna. Dia benar-benar sadar bahwa Dia hidup untuk menyelesaikan pekerjaan Bapa-Nya. Dalam doa-Nya Dia berkata: “Aku telah mempermuliakan Engkau di bumi dengan jalan menyelesaikan pekerjaan yang Engkau berikan kepada-Ku untuk melakukannya” (Yoh. 17:4). Untung mencapai titik itu, Dia harus menanggung penderitaan, pengkhianatan, kesendirian, dan kematian. Bagi Dia, menyelesaikan pekerjaan Bapa di muka bumi jauh lebih penting daripada kenyamanan hidup.
Penderitaan dan kematian Yesus Kristus merupakan salah satu keunikan teologis yang ditawarkan oleh kekristenan. Semua keyakinan harus bersentuhan dengan isu penderitaan. Kekristenan menawarkan figur Allah yang mau menjadi manusia dan mengambil kesakitan dunia. Dia memahami rasa sakit kita, bukan karena Dia mahatahu, tetapi karena Dia pernah mengalaminya. Ini jelas membedakan kekristenan dari yang lain. Ini jelas memberikan penghiburan dan pengharapan yang unik bagi orang-orang Kristen.
Bukan hanya Kristus saja yang mampu memuliakan Allah melalui penderitaan-Nya. Kebenaran ini berlaku pada siapa saja. Bukan hanya pada mereka yang terlahir dengan kebutuhan khusus. Orang yang berasal dari keluarga yang miskin dan broken-home. Orang yang pernah mengalami peristiwa traumatis yang berat di masa lalu. Orang yang sering dilecehkan secara verbal, fisikal maupun seksual. Semua ini jelas menyakitkan. Namun, hal itu tidak harus mendefinisikan siapa kita dan bagaimana kualitas kehidupan kita. Yang penting adalah keterlibatan dalam realisasi rencana Allah.
Teladan Yesus Kristus adalah sempurna, tetapi bukan satu-satunya. Kekristenan mengenal banyak tokoh hebat yang muncul dari keterbatasan mereka.
Bersambung………...