Jika Doktrin Pemilihan Kekal Benar, Mengapa Perlu Memberitakan Injil?

Posted on 11/07/2021 | In QnA | Ditulis oleh Pdt. Yakub Tri Handoko | Leave a comment

https://i0.wp.com/rec.or.id/wp-content/uploads/2021/07/Jika-Doktrin-Pemilihan-Kekal-Benar-Mengapa-Perlu-Memberitakan-Injil.jpg Jika Doktrin Pemilihan Kekal Benar, Mengapa Perlu Memberitakan Injil?

Alkitab secara cukup jelas mengajarkan doktrin pemilihan sejak kekekalan. Walaupun ajaran ini mungkin bukan ajaran utama, tetapi tetap diajarkan beberapa kali secara konsisten di dalam Alkitab. Di Efesus 1:3-4 Paulus berkata: “Sebab di dalam Dia Allah telah memilih kita sebelum dunia dijadikan, supaya kita kudus dan tak bercacat di hadapan-Nya. Dalam kasih Ia telah menentukan kita dari semula oleh Yesus Kristus untuk menjadi anak-anak-Nya, sesuai dengan kerelaan kehendak-Nya.” Di tempat lain dia juga menulis: “Dialah yang menyelamatkan kita dan memanggil kita dengan panggilan kudus, bukan berdasarkan perbuatan kita, melainkan berdasarkan maksud dan kasih karunia-Nya sendiri, yang telah dikaruniakan kepada kita dalam Kristus Yesus sebelum permulaan zaman” (2Tim. 1:9).

Terlepas dari perdebatan seputar alasan di balik pemilihan ini, entah pengetahuan Allah (predestinasi non-Reformed) atau kedaulatan Allah (predestinasi Reformed), pertanyaan yang sering diajukan tetap sama: Mengapa kita masih perlu memberitakan Injil jika keselamatan manusia sudah ditentukan oleh Allah sejak kekekalan? Bukankah kalau kita tidak melakukan apapun mereka juga akan tetap diselamatkan karena sudah dipilih sejak semula?

Untuk menjawab pertanyaan ini dengan baik, kita perlu menegaskan beberapa poin penting. Pertama, kita tidak pernah tahu siapa yang dipilih dan siapa yang tidak dipilih. Tidak ada indikasi apapun untuk membedakan dua kelompok orang ini. Sebaliknya, kita baru bisa membedakan dari respons mereka terhadap Injil. Jika seseorang sudah mendengarkan Injil dan percaya kepada Yesus Kristus, hal itu membuktikan bahwa dia adalah orang pilihan. Roma 8:29-30 mengajarkan bahwa mereka yang dibenarkan pasti sebelumnya sudah ditentukan dan dipilih dari semula. Jika seseorang terus-menerus menolak Injil sampai akhir hidupnya, dia bukan orang pilihan. Perlu dicatat di sini bahwa dosalah membuat dia tidak mampu mempercayai Injil dan mempercayakan diri kepada Yesus Kristus, bukan karena dia tidak dipilih. Allah tidak pernah menghalangi seseorang untuk percaya. Allah hanya membiarkan dia dalam keberdosaannya (tidak dipilih untuk diselamatkan).

Kedua, keselamatan yang ditetapkan oleh Allah sudah mencakup pemberitaan Injil. Paulus menjelaskan bahwa iman timbul dari pendengaran dan pendengaran oleh firman Kristus (Rm. 10:17). Allah melahirbarukan orang berdosa melalui firman kebenaran, yaitu Injil (Yak. 1:18). Jadi, Allah tidak hanya menentukan hasil akhir (keselamatan), melainkan juga proses yang membawa ke sana (penginjilan).

Paulus sangat memahami kebenaran ini. Walaupun dia termasuk yang paling eksplisit dan konsisten mengajarkan doktrin pemilihan sejak kekekalan, dia juga termasuk yang paling giat dalam penginjilan. Dia rela menanggung berbagai penderitaan dalam penginjilan. Mengapa dia mau melakukan hal ini? Jawabannya ada di 2 Timotius 2:10 “Karena itu aku sabar menanggung semuanya itu bagi orang-orang pilihan Allah, supaya mereka juga mendapat keselamatan dalam Kristus Yesus dengan kemuliaan yang kekal.” Dia mengerti bahwa masih banyak orang-orang pilihan yang belum dan perlu mendengarkan Injil supaya mereka diselamatkan.

Ketiga, Allah berdaulat dalam pemilihan maupun pengutusan. Pemilihan sejak kekal didasarkan pada kasih (Ef. 1:3-4; 2Tim. 1:9) dan kedaulatan Allah (Ef. 1:5b, 9, 11; Rm. 9:14-16). Jika seseorang mau mengakui kedaulatan dalam hal pemilihan kekal, dia juga seyogyanya mau mengakui kedaulatan Allah dalam hal pengutusan. Dia yang memilih adalah Dia yang mengutus. Allah sudah memberikan perintah untuk memberitakan Injil kepada semua orang (Mat. 28:19-20; Luk. 24:46-47). Jika tidak ada yang mau diutus bagaimana orang-orang itu bisa mendengar firman Kristus dan menjadi percaya (Rm. 10:14-17)?

Akhirnya, semua keterangan di atas tidak boleh dipahami seolah-olah kita bisa menentukan keselamatan orang lain secara pasti. Seseorang mungkin terlihat tidak mau menerima Injil secara verbal sampai akhir hidupnya, tetapi kita tidak pernah tahu apa yang terjadi dengan dia di dalam jiwanya sendiri. Siapa tahu di menit-menit terakhir hidupnya Roh Kudus mengingatkan dia tentang Injil dan memampukan dia untuk menerima Kristus dalam hatinya. Begitu pula dengan orang-orang di pedalaman yang tidak pernah mendengarkan Injil. Siapa tahu Allah menyatakan diri secara langsung kepadanya melalui mimpi atau penglihatan. Hal semacam ini berkali-kali dialami oleh orang-orang Kristen yang berasal dari negara-negara yang sangat membenci kekristenan.

Biarlah kita tidak terlalu menenggelamkan diri ke dalam berbagai spekulasi yang tidak bisa diketahui secara pasti. Tugas kita hanyalah mengasihi orang-orang yang berada di luar Kristus, mendoakan untuk keselamatan, dan melibatkan diri dalam berbagai upaya penginjilan untuk menjangkau mereka. Soli Deo Gloria.

Photo by Jasmin Ne on Unsplash
https://i0.wp.com/rec.or.id/wp-content/uploads/2020/12/logo.png logo writter

Pdt. Yakub Tri Handoko

Reformed Exodus Community