Maria, ibu Yesus adalah salah satu tokoh yang berpengaruh di dalam Katolik Roma. Di dalam Katolik Roma, bentuk penyembahan tertinggi hanya kepada Allah (latria), namun bentuk penghormatan kedua di bawahnya yaitu hyperdulia ditujukan kepada Maria sebagai manusia istimewa di atas manusia lain karena dia adalah “Bunda Allah” dan “Ratu Surga.” Biasanya Katolik Roma mendasarkan teologi mereka dari Lukas 1:28. Benarkah konsep demikian?
Sebagai orang Protestan, kita menghormati Maria sebagai “ibu Tuhanku” (Luk. 1:43) dalam arti ibu kandung dari Tuhan Yesus. Namun hal ini tidak berarti kita menghormati Maria dalam pengertian “menyembah” Maria seperti yang dipercayai oleh Katolik Roma. Katolik Roma memang tidak menyembah Maria setara dengan Tuhan Yesus, tetapi mereka mengagungkan Maria secara berlebihan dengan percaya salah satu konsep yaitu Maria dikandung tanpa noda dosa karena Maria melahirkan Yesus yang tanpa dosa. Pengagungan berlebihan apalagi diambil dari Lukas 1:28 jelas tidak dapat dibenarkan. Alasannya:
Pertama, memang benar di Lukas 1:28, Maria disebut orang yang dikaruniai atau diperkenan oleh Allah, tetapi arti “dikaruniai” bukan berarti Maria merupakan wanita yang paling diberkati dari antara semua wanita. Lalu, apa artinya? Kata “dikaruniai” dalam teks Yunaninya kecharitōmenē dari kata dasar charitoō (kata kerja) dan menariknya, kata Yunani yang mirip muncul di ayat 30 yaitu charis (kata benda) yang diterjemahkan oleh LAI sebagai “kasih karunia.” Kasih karunia seperti apa yang malaikat Gabriel maksud? Kalau kita membaca ayat 31, kita mendapatkan penjelasannya, “Sesungguhnya engkau akan mengandung dan akan melahirkan seorang anak laki-laki dan hendaklah engkau menamai Dia Yesus.” Ini berarti kasih karunia yang dimaksud adalah Maria diperkenan oleh Allah untuk melahirkan bayi Yesus. Menariknya sejak ayat itu hingga ayat 37, tidak ada satu pun perkataan malaikat Gabriel yang “memuji” Maria. Bahkan di ayat 38, Maria menjawab perkataan malaikat Gabriel, “Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu.” Deskripsi ini menjelaskan bahwa Maria yang dikaruniai Allah adalah ia yang dikaruniai untuk melahirkan bayi Yesus dan ia taat kepada penetapan Allah ini.
Kedua, Maria yang dikaruniai Allah di ayat 28 mengaku di ayat 46-47, “Jiwaku memuliakan Tuhan, dan hatiku bergembira karena Allah, Juruselamatku.” Ini berarti dia adalah orang berdosa yang memerlukan Juruselamat (https://defendinginerrancy.com/bible-solutions/Luke_1.28ff.php). Jika Maria disebut penebus bersama Kristus (co-redemptix) di dalam Katolik Roma, maka mengapa Maria mengaku bahwa ia memerlukan Juruselamat?
Ketiga, kalau “dikaruniai” di Lukas 1:28 dimengerti sebagai pengagungan Maria sebagai wanita yang palling diberkati dari semua wanita, maka jangan salah, kata dasar Yunani yang sama charitoō di Efesus 1:6, “supaya terpujilah kasih karunia-Nya yang mulia, yang dikaruniakan-Nya (charitoō) kepada kita di dalam Dia, yang dikasihi-Nya.” Paulus mengalamatkan ayat ini kepada semua jemaat Efesus (dan kita yang tinggal di Indonesia, tentunya). Ini berarti orang-orang percaya juga dikaruniai Allah. Apakah hal ini berarti orang percaya paling diberkati dari semua orang dalam arti orang percaya tanpa noda dosa seperti Maria yang dipercaya oleh Katolik Roma tanpa noda dosa? Jelas tidak.
Protestan menghormati Maria, tetapi menghormati dalam porsi yang sesuai dengan Alkitab yaitu menghormatinya sebagai ibu dari Tuhan Yesus, tetapi tidak mengagungkan Maria sebagai pribadi yang tanpa noda dosa dan menjadi penebus bersama Kristus. Pengagungan seperti itu jelas menempatkan Maria setara dengan Kristus yang tanpa noda dosa dan itu jelas secara tidak sadar merupakan penghujatan kepada Kristus. Bukan hanya Maria yang dikaruniai Allah, kita sebagai orang percaya pun juga dikaruniai Allah karena kita telah mendapat anugerah keselamatan di dalam Kristus, meskipun kita masih bisa berdosa. Ini berita sukacita yang Allah anugerahkan kepada kita yang tidak layak ini.
Photo by Duncan Kidd on Unsplash