Eksposisi Filipi 3:4b-9

Posted on 23/05/2021 | In Teaching | Ditulis oleh Pdt. Yakub Tri Handoko | Leave a comment

https://i0.wp.com/rec.or.id/wp-content/uploads/2021/06/eksposisi-filipi-3-4b-9.jpg Eksposisi Filipi 3:4b-9

Siapa yang tidak ingin terlihat hebat: pintar, terkenal, bergelimang kekayaan, sukses meraih beragam pencapaian, memiliki karir yang cemerlang, dipuja banyak orang? Sebagian besar orang pasti menginginkan hal tersebut. Dunia sangat mengedepankan semua itu.

Bagi mereka yang memandang kehebatan itu segala-galanya, mereka tidak segan-segan mengurbankan segalanya demi memiliki kehebatan itu. Bagi mereka yang memandang kehebatan itu sebagai hal yang biasa-biasa saja, mereka tidak mau ngotot mendapatkannya. Kuncinya di sini adalah penilaian seseorang terhadap keberhargaan sesuatu.

Apa yang paling berharga dalam hidup kita? Sedemikian berharganya sampai kita rela kehilangan segalanya hanya untuk memerolehnya? Teks kita hari ini mengajarkan bahwa mengenal Kristus dengan personal dan benar merupakan harta yang paling berharga. Siapa yang memahami keberhargaannya pasti akan rela kehilangan segalanya hanya untuk mendapatkannya.

 

Kebanggaan jasmaniah (ayat 4b-6)

Apa yang dituliskan oleh Paulus di bagian ini tidak boleh dipisahkan dari persoalan riil yang sedang dihadapi oleh jemaat Filipi, yaitu kehadiran para pengajar sesat dari latar belakang Yahudi. Mereka ingin memaksakan praktek-praktek religius yang lama kepada jemaat di Filipi. Mereka mengajarkan bahwa yang menyempurnakan keselamatan seseorang atau perkenanan Allah atas orang itu adalah ritual-ritual tertentu, entah sunat maupun ketaatan legalistik terhadap Taurat (bdk. 3:2). Iman saja tidaklah memadai. Mereka juga sangat membanggakan tradisi Yahudi yang mereka miliki.

Dengan memaparkan semua kelebihannya di 3:4b-6 Paulus ingin menunjukkan bahwa dia sebenarnya bisa bermegah juga atas hal-hal lahiriah (3:4a “Sekalipun aku juga ada alasan untuk menaruh percaya pada hal-hal lahiriah”). Lebih jauh, dia memiliki alasan lebih banyak dan lebih bagus untuk bermegah daripada para pengajar sesat tersebut (3:4b “Jika ada orang lain menyangka dapat menaruh percaya pada hal-hal lahiriah, aku lebih lagi”). Jika perkenanan di hadapan Allah ditentukan oleh semua hal yang dibanggakan oleh orang-orang itu, Paulus pasti ada di barisan paling depan untuk mendapatkannya. Jika semua kebanggaan jasmaniah tersebut menentukan kehebatan seseorang, Paulus jauh lebih hebat daripada para pengajar sesat itu.

Ketika menjelaskan kehebatannya secara jasmaniah, Paulus membagi semua kelebihannya ke dalam dua kelompok: yang dia terima (pasif) dan yang dia capai (aktif). Pembedaan ini penting untuk digarisbawahi. Beberapa orang sudah kalah oleh kesombongan hanya gara-gara memiliki kelebihan-kelebihan yang mereka tidak usahakan sama sekali: penampilan fisik, kekayaan dari orang tua, talenta sejak kecil, dsb. Jika semua kelebihan pasif ini membuat mereka berhasil mencapai banyak hal dalam hidup mereka, sukar dibayangkan bagaimana mereka bisa melepaskan diri dari kesombongan. Paulus memiliki dua kategori kelebihan tersebut.

Kelebihan secara pasif ada empat: disunat pada hari kedelapan, dari bangsa Israel, dari suku Benyamin, orang Ibrani asli (ayat 5a). Tiga hal ini saja sudah cukup untuk membuat seseorang disegani dalam budaya Yahudi. Disunat pada hari ke-8 menandakan kesetiaan terhadap perjanjian (Kej. 17:12; Im. 12:3). Dia tidak seperti Ismael dan keturunannya yang disunat pada saat menginjak usia remaja (Kej. 17:25; Josefus, Ant. 1.12.2). Dia bukan dari golongan proselit yang disunat pada waktu memeluk agama Yahudi.

Kata “dari bangsa Israel” (ek genous Israēl) lebih merujuk pada etnis (ras) daripada kebangsaan. Di mata orang-orang Yahudi kemurnian rasial sangat ditekankan dan dihormati. Poin ini menjadi salah satu faktor penyebab mengapa bangsa Yahudi tidak mau bergaul dengan orang-orang Samaria, walaupun mereka berasal dari nenek moyang yang sama. Ungkapan “dari etnis Israel” yang digunakan oleh Paulus menyiratkan bagian dari komunitas perjanjian dengan segala kebanggaannya (bdk. Rm. 9:4-5).

Lebih jauh Paulus menerangkan bahwa dia dari suku Benyamin (3:5a). Dalam banyak hal lahir dari keturunan Benyamin memang membanggakan. Benyamin lahir dari rahim Rahel, isteri yang paling dicintai oleh Yakub (Kej. 35:16-18). Raja pertama Israel, yaitu Saul, berasal dari suku Benyamin (1Sam. 9:1-2). Keturunan Benyamin menjadi bagian integral dari kerajaan Yehuda di selatan (1Raj. 12:21). Domisili mereka sejak awal di Yerusalem di dekat bait Allah (Hak. 1:21).

Paulus masih menambahkan kelebihannya dengan ungkapan “orang Ibrani asli” (3:5a, lit. “seorang Ibrani dari Ibrani”). Poin yang lebih ditegaskan dalam ungkapan ini adalah masalah kultural. Paulus dididik dalam budaya Ibrani yang ketat. Ini berarti bahwa dia berbicara Ibrani dan Aramaik serta mengikuti cara hidup orang-orang Yahudi. Walaupun dia lahir di perantauan (Kis. 9:11; 21:39), tetapi sejak muda dia dibesarkan di Yerusalem (Kis. 26:4). Memegang budaya Ibrani membawa banyak keuntungan: dihargai (Kis. 21:40-22:2) atau diprioritaskan (Kis. 6:1).

Di luar semua kelebihan yang dia terima sejak lahir atau sejak muda, Paulus masih memiliki berbagai pencapaian yang membanggakan. Di Filipi 3:5b-6 dia hanya menyebutkan tiga hal: orang Farisi, penganiaya jemaat dan tidak bercacat dalam menaati Taurat.

Menjadi seorang Farisi memang membanggakan menurut budaya pada waktu itu. Di antara semua aliran religius dalam Yudaisme, kelompok Farisi (dan masyarakat Qumran) terkenal sangat loyal terhadap Taurat (Kis. 26:5 “mazhab yang paling keras”). Mereka bukan hanya menerima Taurat yang tertulis, tetapi juga puluhan ribu peraturan lain yang secara lisan diturunkan dari generasi ke generasi. Paulus bukan hanya seorang Farisi, tetapi dia juga anak dari seorang Farisi (Kis. 23:6) dan dididik di bawah seorang rabbi terkenal bernama Gamaliel (Kis. 22:3).

Paulus juga menambahkan “tentang kegiatan aku penganiaya jemaat” (ayat 6a). Kata “kegiatan” (zēlos) sebaiknya diterjemahkan “semangat.” Maksudnya, semangat bagi Allah. Pada umumnya orang-orang Yahudi memang giat bagi Allah (Rm. 10:2), tetapi Paulus melangkah lebih jauh. Sebagai wujud kecintaan-Nya terhadap Allah (menurut pandangannya yang lama), Paulus menganggap orang-orang Kristen sesat dan menghujat Allah. Dengan semangat berkobar-kobar dia aktif memimpin penganiayaan dan pembunuhan terhadap orang-orang Kristen (Kis. 9:1-2). Sebuah dedikasi yang hebat di mata orang-orang Yahudi pada umumnya!

Tidak berhenti sampai di situ, Paulus juga menegaskan kualitas ketaatannya terhadap Hukum Taurat. Berasal dari mazhab Farisi adalah satu hal, mampu menaati detail aturan Taurat dengan luar biasa adalah hal yang berbeda. Paulus mengatakan: “tentang kebenaran dalam mentaati hukum Taurat aku tidak bercacat” (ayat 6b). Yang Paulus maksud pasti bukan kesempurnaan hidup. Dia sendiri mengakui kalau dia seringkali gagal menaati Taurat (Rm. 7:7-25). Dia mengerti betapa kuatnya kedagingan dalam dirinya (Rm. 7:14). Ungkapan Paulus di ayat 6b hanya menunjukkan bahwa di antara semua orang Yahudi, ketaatannya terlihat jauh lebih baik (Gal. 1:14a “di dalam agama Yahudi aku jauh lebih maju dari banyak teman yang sebaya dengan aku di antara bangsaku”).

 

Kebanggaan yang sejati (ayat 7-9)

Kata sambung “tetapi” di awal ayat 7 mengindikasikan sebuah kontras. Yang dikontraskan adalah penilaian yang dulu dengan yang sekarang. Masa lalu Paulus tetap sama. Hanya saja, cara dia memahami semua itu yang berbeda.

Ayat 7-9 diungkapkan oleh Paulus secara progresif. Dari “apa yang dulu merupakan keuntungan” (3:7a) berkembang menjadi “segala sesuatu” (3:8a). Dari kebanggaan (3:7a) menjadi kerugian (3:7b-8a) lalu menjadi sampah (3:8b). Jadi, prinsip yang diajarkan oleh Paulus di sini bukan hanya diaplikasikan pada masa lalu yang dia ceritakan di ayat 4-6, tetapi pada segala hal. Semua kebanggaan jasmaniah itu bukan hanya semu, tetapi merugikan dan menyusahkan.

Bagaimana pergeseran nilai ini dapat terjadi? Paulus menjelaskannya di ayat 7-9, juga secara progresif. Awalnya dia hanya menyebut “karena Kristus” (3:7b), lalu “karena pengenalan akan Kristus Yesus” (3:8b). Dari ide tentang mengenal Kristus akhirnya menuju ke ide tentang “memperoleh Kristus” (3:8c) dan “berada di dalam Dia” (3:9a). Puncaknya nanti adalah memiliki persekutuan dengan Kristus dalam kematian dan kebangkitan-Nya di ayat 10-11 (yang akan kita bahas di khotbah selanjutnya).

Di mata Paulus, pengenalan tentang Kristus “lebih mulia dari pada semuanya” (3:8b). Tidak ada satu makhluk atau benda apapun di dunia ini yang melebihi keindahan pengenalan tentang Kristus. Mengenal Kristus adalah segala-galanya.

Pengenalan di sini pasti bukan sekadar pengetahuan secara intelektual. Paulus menggunakan istilah “memperoleh Kristus” atau “berada di dalam Dia.” Pengenalan ini lebih ke arah personal (relasional). Perjumpaan pribadi dengan Kristus (Kis. 9) telah mengubah cara pandang Paulus terhadap segala sesuatu.

Apa saja yang menghalangi Paulus untuk melihat keindahan Kristus dianggap kerugian. Semua itu perlu dilepaskan dan disampahkan. Tindakan ini pasti bersifat kontra-kultural. Apa yang dibanggakan oleh dunia seringkali menjadi penghambat dan penghalang seseorang mengenal Kristus lebih benar dan lebih mendalam.

Untuk mengantisipasi kesalahpahaman seolah-olah usaha atau sikap di atas bergantung pada manusia, Paulus menegaskan “Oleh karena Dialah aku telah melepaskan semuanya itu dan menganggapnya sampah” (3:8b). Dia juga menambahkan: “bukan dengan kebenaranku sendiri karena mentaati hukum Taurat” (3:9a). Jadi, dengan kekuatan Kristus kita harus terus-menerus menyampahkan dunia sampai kita semakin menghargai keindahan Kristus.

Semua usaha itu harus dimulai dengan satu hal: kebenaran Kristus secara beranugerah dalam hidup kita yang kita terima melalui iman (ayat 9b). Allah menganggap kita benar bukan karena semua pencapaian kita, melainkan atas dasar pencapaian Kristus. Kita hanya beriman saja, bukan berusaha. Di atas kebenaran itulah kita bermegah. Soli Deo Gloria.

  Foto oleh Ryan Delfin dari Pexels
https://i0.wp.com/rec.or.id/wp-content/uploads/2020/12/logo.png logo writter

Pdt. Yakub Tri Handoko

Reformed Exodus Community