Banyak orang Kristen mungkin sudah terbiasa dengan berbagai slogan tentang kedekatan dengan Allah. Salah satunya adalah “mencari TUHAN.” Setiap kita sangat mungkin pernah mendengarkan nasihat untuk mencari Allah, terutama di tengah situasi yang sukar.
Sayangnya, tidak semua orang benar-benar memahami apa arti dari nasihat seperti itu. Apakah mencari Allah identik dengan bersaat teduh secara lebih intensif? Apakah mencari Allah selalu mengambil bentuk keintiman spiritual yang mistis?
Melalui khotbah hari ini kita akan belajar bahwa mencari TUHAN itu tidak terpisahkan dari relasi kita dengan sesama. Bagaimana seseorang menjalani relasi sosialnya mencerminkan bagaimana kedekatannya dengan TUHAN. Dengan kata lain, relasi dengan TUHAN dilihat dari relasi dengan sesama.
Seperti yang sudah dijelaskan di beberapa khotbah sebelumnya, Amos 5:1-17 ditulis dengan pola chiasme (ABCDC’B’A’). Teks kita hari ini (ayat 14-15) paralel dengan ayat 4-6. Berdasarkan paralelisme bagian ini kita bisa menyimpulkan bahwa mencari TUHAN (5:4-6) identik dengan mencari yang baik (5:14-15). Maksudnya, mencari TUHAN berarti membenci kejahatan dan mencintai kebaikan.
Seruan untuk mencari TUHAN/kebaikan ini merupakan wujud anugerah dari Allah. Dia tidak menghendaki umat-Nya mengalami hukuman seperti yang sudah diperingatkan-Nya sebelumnya (5:14 “supaya kamu hidup”). Kalaupun mereka pada akhirnya tetap dihukum atas ketidaktaatan mereka, ada harapan untuk mereka yang disisakan oleh TUHAN (5:16 “TUHAN, Allah semesta alam, akan mengasihani sisa-sisa keturunan Yusuf”). Allah tidak menginginkan kemusnahan mereka.
Mencari TUHAN dengan benar
Bangsa Israel bukanlah bangsa yang tidak peduli dengan hal-hal rohani. Mereka masih aktif beribadah kepada TUHAN (5:21-24). Mereka bahkan memiliki beberapa tempat ibadah sekaligus (5:5). Bagi mereka, mencari TUHAN hanya terbatas pada aktivitas ritual.
Ini adalah kesalahan yang besar. Mereka mencari TUHAN dengan cara yang salah. Ibadah kepada TUHAN tidak boleh diceraikan dari ketaatan terhadap perintah-perintah TUHAN.
Mencari TUHAN berarti mencari yang baik (ayat 14a). Yang dimaksud dengan “yang baik” di sini adalah lawan dari kejahatan (4:14b “jangan yang jahat”). Secara lebih spesifik, yang baik berarti keadilan (4:16 “tegakkanlah keadilan”).
Nasihat ini sangat relevan bagi bangsa Israel. Sebagaimana yang sudah disinggung di khotbah-khotbah sebelumnya, para pemimpin dan orang kaya di Israel banyak yang menekan orang lemah dan menindas orang miskin (5:11). Para penegak hukum di pintu gerbang dapat diatur oleh suap dari orang-orang kaya (5:12). Mereka tidak memedulikan keadilan. Kepada mereka Amos mengingatkan bahwa ritual kepada TUHAN seharusnya disertai dengan keadilan sosial bagi sesama.
Yang menarik dari nasihat di ayat 14 adalah kesejajaran antara mencari yang baik (ayat 14) dan mencintai yang baik (ayat 15). Kesejajaran ini menyiratkan bahwa “mencari” dalam konteks ini berbicara tentang orientasi hati seseorang, bukan sekadar suatu tindakan. Yang ingin dibenahi bukan hanya tindakan (perubahan perilaku), tetapi juga perubahan sikap hati.
Untuk menekankan aspek batiniah di sini Amos juga menggunakan ungkapan “bencilah yang jahat” (ayat 15a). Bukan sekadar menjauhi atau tidak melakukan, tetapi benar-benar memandang kejahatan dengan penuh kebencian. Ruang hatinya sama sekali tidak disisakan untuk kejahatan.
Poin di atas mengajarkan poin teologis yang sangat fundamental. Pelanggaran dan ketaatan sama-sama bersumber dari hati seseorang. Manusia bukan hanya melakukan dosa atau dikuasai oleh dosa. Mereka sekaligus juga mencintai dosa. Mereka sedang memberi makan berhala-berhala dalam hati mereka. Mereka takut kehilangan semua berhala itu.
Sebaliknya, ketaatan juga didorong oleh cinta. Ketaatan kepada Allah yang tidak disertai dengan cinta kepada-Nya hanyalah keterpaksaan yang melelahkan dan menakutkan. Melelahkan, karena seseorang memang tidak benar-benar ingin melakukannya. Menakutkan, karena seseorang melakukan hanya gara-gara takut dijatuhi hukuman.
Jadi, transformasi dimulai dari hati. Melawan dosa juga dimulai dari hati, bukan sugesti diri, terapi maupun disiplin diri. Kita harus selalu melakukan kalibrasi hati ke arah Injil. Dengan mengarahkan hati kita kepada Injil, kita akan digairahkan oleh Injil.
Hasil mencari TUHAN
Sama seperti ketaatan kita kepada Allah didorong oleh kasih kita kepada-Nya, demikian pula teguran dan kecaman dari Allah kepada kita didorong oleh kasih-Nya. Di balik murka-Nya ada hati yang mengasihi anak-anak-Nya. Di balik hukuman-Nya ada maksud baik yang direncanakan bagi kita. Dia menjanjikan hal-hal yang baik bagi mereka yang mencintai dan mencari kebaikan.
Poin ini tidak boleh dipahami seolah-olah Allah sedang melakukan transaksi timbal-balik dengan kita. Ketaatan kita tidak menghasilkan kemurahan-Nya. Kebaikan kita bukan alasan bagi kebaikan-Nya. Dia tidak harus membalas kebaikan kita dengan kebaikan-Nya. Sebagai ciptaan-Nya kita memang harus memberikan ketaatan kepada-Nya. Itu sudah sepantasnya. Namun, dalam kedaulatan dan kasih-Nya, Allah telah menetapkan untuk menghadiahi kebaikan kita dengan kebaikan-Nya. Itulah sebabnya Dia memberi janji yang indah bagi siapa saja yang mau berserah.
Apa saja hasil dari mencari TUHAN? Amos mencatat dua hal.
Pertama, TUHAN akan bersama-sama dengan umat-Nya (ayat 14b). Konsep tentang penyertaan TUHAN ini jelas bukan ajaran baru bagi bangsa Israel. Mereka bahkan sering mengucapkan kebenaran ini (“…akan menyertai kamu seperti yang kamu katakan”). Hanya saja, mereka mengucapkan itu dengan konsep yang keliru. Mereka beranggapan bahwa selama kewajiban ritual dilaksanakan, TUHAN pasti ada di tengah-tengah mereka. Mereka meyakini bahwa keamanan dan kemakmuran yang sedang dinikmati oleh bangsa Israel, itu menjadi bukti bahwa TUHAN menyertai mereka.
Amos sedang menentang kekeliruan doktrinal ini. Kehadiran TUHAN tidak dapat dipisahkan dari kekudusan-Nya. Bagaimana mungkin Allah yang mahakudus mau berdiam bersama-sama dengan umat yang berdosa? Kehadiran Allah dalam arti yang sesungguhnya sangat berkaitan dengan ketaatan umat-Nya. Jika mereka berjalan dalam kekudusan, Allah akan hadir di tengah mereka beserta dengan semua kebaikan-Nya.
Kedua, TUHAN akan memberikan kemurahan kepada sisa-sisa umat-Nya (ayat 15). Terlepas dari betapa seriusnya kecaman dan peringatan dari TUHAN, bangsa Israel tetap berkubang dalam pelanggaran. Mereka menganggap sepi kemurahan Allah. Hukuman tampaknya memang tidak terelakkan.
Walaupun demikian, hukuman bukanlah tujuan. Hukuman hanyalah salah satu sarana ketaatan. Dari antara sisa-sisa bangsa Israel yang tidak binasa dalam penghukuman, Allah masih akan menyediakan kemurahan-Nya. Dia tidak bisa berhenti mengasihani umat kesayangan-Nya. Dia masih belum selesai dengan umat-Nya. Dia menyediakan sisa. Dari sisa itulah Dia akan memulai segalanya dari awal. Keseriusan dosa umat-Nya tidak akan mengalahkan keseriusan kasih Allah kepada mereka. Soli Deo Gloria.