Eksposisi Amos 1:11-12

Posted on 09/06/2019 | In Teaching | Leave a comment

Dalam dunia yang sudah mengalami kejatuhan, perselisihan seringkali menjadi hal yang tidak terhindarkan. Pertengkaran antar saudara atau keluarga bahkan menjadi pemandangan yang biasa. Bagaimanapun, apa yang tampak wajar belum tentu benar. Pedoman hidup kita adalah kebenaran, bukan sekadar kewajaran.

Walaupun perselisihan memang tidak terhindarkan, menyimpan dendam adalah sebuah pilihan. Begitu pula sebaliknya dengan menunjukkan belas-kasihan kepada lawan. Kita bebas untuk menyikapi suatu perselisihan. Terjadinya suatu perselisihan seringkali berada di luar kontrol kita, tetapi respons terhadapnya selalu berada dalam genggaman tangan kita.

Ketika suatu pilihan sudah ditentukan, konsekuensinya juga menjadi tidak terelakkan. Mereka yang menyikapi suatu perselisihan dengan cara yang salah harus siap dengan akibat yang parah. Pendendam akan bernasib runyam. Allah tidak akan berdiam. Itulah inti yang dikatakan oleh Amos tentang bangsa Edom.

 

Dosa bangsa Edom (ayat 11)

Sama seperti di berita-berita penghukuman sebelumnya, frasa “karena tiga….bahkan empat…” tidak boleh ditafsirkan secara hurufiah. Ini merupakan sebuah majas, yang menyiratkan keseriusan dosa yang dilakukan. Bangsa-bangsa yang dikecam oleh Amos telah melampaui batas dalam pelanggaran mereka. Begitu seriusnya kesalahan mereka sampai-sampai Allah tidak akan menarik kembali rencana penghukuman-Nya.

Pelanggaran serius yang dilakukan oleh bangsa Edom (1:11) mirip dengan kesalahan bangsa Fenisia (1:9). Keduanya sama-sama bersalah dalam konteks persaudaraan. Fenisia tidak menghargai perjanjian persaudaraan. Edom selalu mendendam dan mengejar saudaranya.

Perbedaan di antara keduanya terletak pada kata “perjanjian” (1:9). Persaudaraan antara bangsa Fenisia dan Israel terjalin melalui perjanjian politik sejak zaman Daud, yang kemudian menjadi perjanjian persaudaraan pada saat Ahab menikahi Izebel (lihat khotbah sebelumnya).

Persaudaraan antara bangsa Edom dan Israel tidak demikian. Dua bangsa ini benar-benar berasal dari keturunan yang sama. Edom berasal dari Esau (Kej. 25:30; 32:3; 36:1, 8, 9), saudara kembar Yakub (Kej. 25:21-26). Pertalian antara Edom dan Israel seharusnya lebih mendalam. Persaudaraan ini bukan dihasilkan dari sebuah perjanjian, melainkan hubungan darah.

Sayangnya, relasi antara Edom dan Israel tidak selalu berjalan mesra. Walaupun Esau dan Yakub pada akhirnya berdamai (Kej. 33), tidak demikian dengan keturunan-keturunan selanjutnya. Permusuhan lebih mewarnai relasi mereka daripada persaudaraan.

Apa saja pelanggaran Edom terhadap persaudaraan ini? Amos tampaknya memikirkan dua jenis kesalahan yang saling berkaitan: tidak berbelas-kasihan malah melawan (ayat 11a) dan menyimpan dendam (ayat 11b).

Sehubungan dengan poin pertama (ayat 11a), Amos memang tidak memberi rujukan historis yang eksplisit. Kapan Edom mengejar Israel dengan pedang? Kapan mereka tidak menunjukkan belas-kasihan? Berdasarkan kesamaan antara Amos 1:11 dengan Bilangan 20:14-21, kita sebaiknya mengaitkan pelanggaran Edom dengan peristiwa pada zaman Musa, yaitu ketika bangsa Edom tidak mengizinkan bangsa Israel untuk melewati daerah mereka dalam perjalanan menuju ke tanah Kanaan. Dalam pesannya melalui seorang utusan kepada bangsa Edom, Musa secara eksplisit sudah menyebut Israel sebagai saudara Edom (20:14). Sebelum meminta izin untuk melewati daerah mereka (20:17), Musa menjelaskan betapa sukarnya kondisi bangsa Israel selama di Mesir (20:14-16). Bangsa Edom tampaknya tidak peduli dengan hal itu. Tidak ada belas-kasihan untuk bangsa Israel. Orang-orang Edom tetap mengancam akan menghadang bangsa Israel dengan pedang (20:18). Ancaman ini ternyata serius. Mereka menemui bangsa Israel dengan sejumlah tentara yang sangat kuat (20:20). Bangsa Israel mengalah dan mengambil jalan lain. Jadi, paling tidak ada tiga kata atau ide yang sama-sama muncul di Amos 1:11 dan Bilangan 20:14-21, yaitu saudara, belas-kasihan, dan pedang.

Terjemahan “mengekang” (shāḥat) pada ungkapan “mengekang belas-kasihan” (LAI:TB) secara hurufiah berarti “menghancurkan” (KJV/ESV). Pemilihan kata ini menyiratkan bahwa secara alamiah bangsa Edom seharusnya berbelas-kasihan. Seharusnya ada belas-kasihan dalam hati mereka, tetapi mereka memilih untuk menghancurkan belas-kasihan itu.

Ketika tidak ada belas-kasihan, sebagian orang memilih untuk diam. Cuek. Tidak peduli. Mereka hanya pasif, tidak mengulurkan tangan untuk memberikan pertolongan.

Tidak demikian dengan bangsa Edom. Mereka melangkah lebih jauh. Mereka bukan hanya menghancurkan belas-kasihan dalam hati mereka. Mereka juga mengganti belas-kasihan itu dengan kemarahan dan dendam (lihat poin selanjutnya). Mereka bahkan secara aktif memilih untuk meluapkan kondisi hati tersebut dengan cara mengejar bangsa Israel.     

Jenis kesalahan berikutnya yang dilakukan oleh bangsa Edom adalah menyimpan dendam (ayat 11b). Jika penafsiran di poin sebelumnya tepat, ini berarti permusuhan Edom dan Israel sudah berlangsung sejak zaman Musa. Selanjutnya perseteruan ini terus berlanjut pada zaman Saul (1Sam. 14:47), Daud (2Sam. 8:12-14), Salomo (1Raj. 11:14-25), Yoram (2Raj. 8:20-21), Amaziah (2Raj. 14:7-10), Uzia (2Raj. 14:22). Sesudah bangsa Yehuda dibuang ke Babel pun permusuhan tampaknya terus berlangsung (Yer. 49:7-22; Rat. 4:21-22; Mal. 1:2-5). Sebuah durasi permusuhan yang sangat panjang! Sebuah dendam kesumat yang tetap lekat sampai berabad-abad! Mereka benar-benar membenci (Yeh. 35:11) dan menyimpan rasa permusuhan turun-temurun (Yeh. 35:5).

Jika permusuhan terjadi di antara dua bangsa, mengapa hanya Edom yang dihukum? Jawabannya terletak pada sikap hati. Bangsa Edom tidak memiliki belas-kasihan (ayat 11a). Mereka bahkan menyimpan dendam (ayat 11b). Hati yang bengkok tidak bisa meluruskan persoalan.

Hal ini berbeda dengan bangsa Israel. Bagi bangsa Israel, peperangan melawan Edom hanyalah masalah politik dan militer semata-mata. TUHAN sudah memeringatkan mereka untuk tidak bertindak sembarangan terhadap Edom (Ul. 2:4-8). TUHAN mengingatkan mereka bahwa Edom adalah saudara-saudara bani Israel (ayat 4a). Di ayat 4b-5 ada pesan: “Tetapi hati-hatilah sekali; janganlah menyerang mereka”. TUHAN tidak akan memberikan tanah milik Edom kepada Israel (ayat 5b). Apapun yang diperoleh bangsa Israel dari tanah Edom harus dibayar (ayat 6). Intinya, bangsa Israel tidak boleh memulai peperangan dengan Edom.

Seperti yang dikatakan di awal khotbah ini, perselisihan memang kadangkala tidak terelakkan, tetapi menyimpan dendam adalah pilihan. Perselisihan memang tidak terhindarkan, tapi dendam perlu dihindarkan. TUHAN memandang bangsa Edom bersalah karena bersikeras menyimpan dendam.

 

Hukuman untuk Edom (ayat 12)

Sama seperti bagian-bagian sebelumnya, hukuman TUHAN di ayat ini juga menggunakan api. Selain sebagai simbol penghukuman yang umum, dalam konteks ini api juga menyiratkan jenis hukuman yang akan ditanggung oleh Edom. Hukuman ini berkaitan dengan kekalahan dalam peperangan.

Dua kota yang disebutkan di sini, yaitu Teman dan Bozra, merupakan dua kota besar milik Edom. Keduanya merupakan pusat perekonomian dan militer. Dua hal inilah – ekonomi dan politik - yang seringkali paling dibanggakan oleh bangsa Edom.

Salah satu sumber penghasilan utama mereka adalah penjualan manusia (1:6, 9). Kekuatan militer mereka didukung oleh letak mereka di daerah pegunungan (Kej. 36:8-9; Yos. 24:4), sehingga sukar untuk dijangkau oleh musuh-musuh mereka. Mereka juga memiliki pasukan yang cukup kuat, apalagi jika bersekutu dengan bangsa Amon dan Moab (bdk. 2Taw. 20:10).

Amos tidak menjelaskan bangsa mana yang akan menjadi alat  penghukuman dari TUHAN atas Edom. Dia juga tidak memberi petunjuk tentang detil kekalahan yang akan dialami oleh mereka. Orang-orang pada zaman Amos tidak mungkin mengetahui detil penggenapan dari nubuat penghukuman ini.

Bagaimanapun, kita yang hidup jauh sesudah berita ini disampaikan dapat mengetahuinya. Berdasarkan berita yang disampaikan oleh Nabi Maleakhi, bangsa Edom tampaknya sudah pernah mengalami kekalahan sebelumnya dan akan mengalaminya lagi (1:4 “Apabila Edom berkata: ‘Kami telah hancur, tetapi kami akan membangun kembali reruntuhan itu,’ maka beginilah firman TUHAN semesta alam: ‘Mereka boleh membangun, tetapi Aku akan merobohkannya; dan orang akan menyebutkannya daerah kefasikan dan bangsa yang kepadanya TUHAN murka sampai selama-lamanya’”). Catatan ini selaras dengan studi historis melalui penemuan arkheologis maupun tulisan-tulisan kuno. Bangsa Edom dikalahkan oleh bangsa Babel pada abad ke-6 SM. Sebagian yang tidak ikut dibuang ke Babel memilih untuk berpindah ke berbagai tempat. Salah satunya adalah pegunungan Petra (di daerah Yordania modern). Bangsa Edom di kemudian hari dikenal dengan nama Idumea. Menurut banyak ahli, bangsa Edom tersebar ke berbagai tempat. Mereka tidak lagi memiliki suatu daerah kekuasaan yang mandiri. Apa yang diucapkan oleh TUHAN benar-benar dilaksanakan-Nya.

Sebagai perenungan, kita tidak boleh menganggap diri lebih baik daripada bangsa Edom. Kita seringkali kurang memiliki belas-kasihan. Tidak jarang kita malah secara aktif menunjukkan kejahatan. Entah berapa banyak di antara kita yang masih saja menyimpan dendam dan rasa pemusuhan. Jika ini yang terjadi, kita justru lebih buruk daripada bangsa Edom. Allah, di dalam anugerah-Nya yang besar, telah berbelaskasihan kepada kita. Dia memulai perdamaian dengan kita. Untuk mencapai itu Dia bahkan harus merelakan Anak-Nya yang tunggal bagi kita. Darah Kristus mendamaikan kita dengan Bapa. Bagaimana mungkin kita memilih untuk menyimpan kebencian dan dendam? Soli Deo Gloria.

Yakub Tri Handoko