Bolehkah Bekerja Di Perusahaan Rokok? (Bagian 1)

Posted on 01/09/2019 | In QnA | Ditulis oleh Pdt. Yakub Tri Handoko | Leave a comment

https://i0.wp.com/rec.or.id/images/article/bolehkah-bekerja-di-perusahaan-rokok.jpg Bolehkah Bekerja Di Perusahaan Rokok? (Bagian 1)

Banyak orang Kristen menyadari bahwa merokok adalah sesuatu yang negatif. Walaupun tidak ada ayat Alkitab yang secara eksplisit melarang, tetapi akal budi Kristiani dan petunjuk-petunjuk implisit dalam Alkitab mengarahkan kita untuk melihat kebiasaan merokok sebagai sesuatu yang buruk. Orang yang melakukannya seringkali mengalami kecanduan (1Kor. 6:12). Merokok juga dapat menyebabkan berbagai dampak buruk untuk kesehatan, padahal tubuh kita telah ditebus dengan harga yang mahal (1Kor. 6:19-20).

Jika merokok adalah dosa, bagaimana dengan bekerja di perusahaan rokok? Apakah semua orang yang bekerja di sana secara otomatis dan tanpa terkecuali turut melakukan dosa karena menyebabkan banyak orang berdosa? Menjawab pertanyaan ini bukanlah tugas yang gampang.

Alkitab tidak memberikan petunjuk eksplisit tentang merokok, apalagi bekerja di perusahaan rokok. Jika kita melarang pekerjaan ini hanya gara-gara produk yang dihasilkan dapat membahayakan kesehatan orang lain, bagaimana dengan para pelayan restoran yang menyajikan berbagai makanan yang dapat membahayakan kesehatan? Apakah menjual kepiting telur asin yang enak pasti salah hanya gara-gara pelanggan bisa ketagihan dan akhirnya menderita kolesterol tinggi? Apakah menjual makanan yang tergolong junk food secara otomatis pasti keliru? Apakah menjual HP juga salah karena HP bisa menyebabkan radiasi dan kecanduan pada penggunanya? Tentu saja tidak, bukan? Semua resiko ada di tangan pelanggan.

Apakah dengan demikian bekerja di perusahaan rokok atau menjual rokok diperbolehkan? Tidak juga. Ada perbedaan antara rokok dan makanan. Dalam kasus rokok, produk yang dihasilkan pasti membawa akibat buruk. Dalam kasus makanan, buruk atau tidaknya bergantung pada kondisi kesehatan pelanggan. Bahkan dalam kasus HP, penggunanya tidak selalu mengalami kecanduan maupun terpapar dengan radiasi yang hebat jika dia menggunakannya dengan bijak.

Untuk memahami hal ini kita perlu mempertimbangkan beberapa hal. Pertama, hati nurani sendiri. Jika seseorang merasa tindakannya tidak selaras dengan hati nuraninya, dia sebaiknya tidak melakukan hal itu, terlepas dari apakah tindakan itu secara moral atau spiritual sebenarnya tidak masalah (Rm. 14:22-23). Tatkala dia tetap melakukannya, dia telah hidup secara tidak konsisten. Seseorang yang merasa tertuduh karena bekerja di perusahaan rokok mungkin sedang diarahkan oleh Tuhan untuk menemukan pekerjaan di tempat lain.

Kedua, hati nurani orang lain. Kadangkala apa yang kita lakukan memang tidak keliru, tetapi bisa menimbulkan batu sandungan bagi orang lain. Dalam situasi seperti ini, tindakan tersebut sebaiknya tidak dilakukan (Rm. 14:15). Semua dilakukan demi kebaikan orang lain. Itulah kasih.

Ketiga, peringatan dan aturan yang ketat. Pada akhirnya setiap orang bertanggung-jawab atas tindakannya sendiri. Begitu pula dengan para pembeli rokok. Itulah sebabnya banyak negara sudah menetapkan aturan yang ketat tentang batasan usia minimal untuk membeli rokok (biasanya usia 18 tahun). Mereka juga dengan gencar menginformasikan tentang bahaya rokok bagi kesehatan. Tujuannya adalah untuk “mengurangi minat orang”...

bersambung…

https://i0.wp.com/rec.or.id/wp-content/uploads/2020/12/logo.png logo writter

Pdt. Yakub Tri Handoko

Reformed Exodus Community