“Berpikir dan Bertindak Teosentris” (Eksposisi Filipi 4:8-9)

Posted on 22/05/2022 | In Teaching | Ditulis oleh Ev. Denny Teguh Sutandio | Leave a comment

https://i0.wp.com/rec.or.id/wp-content/uploads/2022/06/BERPIKIR-DAN-BERTINDAK-TEOSENTRIS-Eksposisi-Filipi-4-8-9.jpg “Berpikir dan Bertindak Teosentris” (Eksposisi Filipi 4:8-9)

Beberapa orang Kristen lebih menekankan perbuatan baik dan masa bodoh dengan pikiran atau doktrin Kristen yang bertanggungjawab. Di sisi lain, beberapa orang Kristen lainnya lebih menekankan pentingnya doktrin Kristen (dan musik “Kristen”), namun gaya hidupnya kaku, perkataannya kasar, dan tindakannya juga tidak beres. Menghadapi kedua ekstrem ini, Paulus menekankan pentingnya pemikiran dan tindakan yang berpusat pada Allah (teosentris).

 

Berpikir Teosentris (ay. 8)

Setelah membahas tentang pentingnya bersukacita dan damai sejahtera Allah memenuhi jemaat Filipi (ay. 4-7), di bagian penutup surat Filipi, Paulus menjelaskan tentang pentingnya berpikir dan bertindak yang berpusat pada Allah (ay. 8-9). Apa kaitan keduanya? Grant R. Osborne menafsirkan bahwa ketika sukacita dan damai sejahtera Allah memenuhi hati dan pikiran kita, maka pikiran dan tindakan kita akan dipenuhi dengan hal-hal yang berpusat kepada Allah (Grant R. Osborne, Philippians: Verse by Verse, 279). Inilah yang membedakan antara pikiran dan tindakan Kristen dengan non-Kristen. Di ayat 8, Paulus menjelaskan pentingnya berpikir yang teosentris. Berpikir yang teosentris itu seperti apa? Paulus mendaftarkan enam karakteristik di mana karakteristik ini merupakan gabungan antara etika Helenistik (Yunani) dan hikmat Yahudi (Osborne, Philippians, 279).

Karakteristik pertama dan keempat berkaitan dengan karakteristik internal dalam diri orang percaya (Osborne, Philippians, 279). Karakteristik berpikir teosentris yang pertama adalah berpikir benar (TB dan BIS). Kata “benar” dimulai dengan Allah yang adalah Kebenaran dan berpusat pada Injil (Yoh. 14:6; Gal. 2:5, 14). Sebagai orang percaya, kita yang adalah pengikut Kristus yang benar dan murni seharusnya berpikir benar atau sesuai dengan kenyataan, kejujuran, dapat diandalkan, dan bukan apa yang kelihatan saja (Osborne, Philippians, 280 dan F. F. Bruce, Philippians, 227). Pembeda utama berpikir benar dalam Kekristenan vs non-Kristen yaitu di dalam Kekristenan, berpikir benar berpusat pada Allah dan Injil karena Allah yang adalah Kebenaran dan menciptakan kebenaran, sedangkan di dalam agama non-Kristen, berpikir benar tidak memiliki dasar yang jelas. Marilah kita memusatkan pikiran pada Allah dan berpikir benar, jujur, dapat diandalkan, dan murni (tidak bercabang).

Karakteristik kedua yaitu “mulia” (TB) atau “terhormat” (BIS). Kata ini muncul di 1 Timotius 2:2; 3:8, 11; Titus 2:2 dan kata ini berarti pikiran kita dipenuhi dengan sesuatu yang agung atau layak dihormati atau sesuatu yang mengagumkan (bukan norak) (Osborne, Philippians, 280; Gerald F. Hawthorne, Philippians, 251; dan I-Jin Loh dan Eugene A. Nida, A Handbook on Paul’s Letter to the Philippians, 134). Karakteristik ketiga yaitu “adil” (TB dan BIS). Kata “adil” didasarkan pada Allah yang benar-adil (right) (Mzm. 11:7) yang telah menyatakan kita benar di hadapan-Nya melalui penebusan Kristus (Rm. 1:17; 3:24) dan menjadikan kita benar di dalam pengudusan terus-menerus mendorong kita sebagai umat-Nya untuk hidup benar-adil (secara moral; lawan kejahatan) di hadapan-Nya (Osborne, Philippians, 281 dan Bruce, Philippians, 227). Ini berarti pikiran orang percaya seharusnya berfokus pada sesuatu yang agung (bukan norak) sekaligus benar secara moral (bukan kejahatan). Karakteristik keempat yaitu “suci” (TB) atau “murni” (BIS) yang merujuk pada kemurnian moral atau kehidupan yang tidak dicemari oleh dosa. Intinya sebagai orang percaya yang adalah perawan “murni” (2Kor. 11:2) yang telah ditebus dan dikuduskan, pikiran dan tujuan kita seharusnya berpusat pada sesuatu yang ilahi dan menjauhi dosa (1Tim. 5:22) (Osborne, Philippians, 281 dan Bruce, Philippians, 227). Bukan hanya pikiran dan tujuan, sesuatu yang ilahi harus menguasai seluruh aspek hidup umat-Nya (2Kor. 7:11; 1Tim. 5:22; Yak. 3:17; 1Ptr. 3:20; 1Yoh. 3:3) (Gerald F. Hawthorne, Philippians, 251).

Karakteristik kelima dan keenam berkaitan dengan karakteristik eksternal (bagaimana orang lain melihat kita) (Osborne, Philippians, 280). Karakteristik berpikir teosentris yang kelima adalah berpikir “manis” atau sesuatu yang memberikan kesenangan, keramahan, dan keindahan ke dalam hidup orang lain (bukan kepahitan atau permusuhan) (Osborne, Philippians, 281; Bruce, Philippians, 228; dan Hawthorne, Philippians, 251). Karakteristik keenam yaitu “semua yang sedap didengar” (TB) artinya pemikiran kita berfokus pada sesuatu yang baik (BIS), layak dikagumi dan dicontoh orang lain, dan tidak menyinggung orang lain atau tidak dicela orang lain (Osborne, Philippians, 282; Bruce, Philippians, 228; dan Hawthorne, Philippians, 251). Ketika hati dan pikiran kita dikuasai oleh sukacita dan damai sejahtera Allah, maka seluruh aspek hidup kita berpusat pada Allah dan sesama kita (bukan diri kita sendiri), sehingga kita tidak terpikir memancing kerusuhan khususnya di bidang teologi yang mengakibatkan kita justru dibenci oleh orang lain karena alasan yang tidak penting, tetapi menghadirkan kebenaran di dalam keindahan/kasih yang dikagumi oleh orang lain.

Keenam karakteristik ini disimpulkan Paulus dengan dua karakteristik yaitu “kebajikan” (TB) atau “hal-hal bernilai (BIS) dan “patut dipuji” (TB). “Kebajikan” merupakan salah satu kebajikan terpenting dalam etika Helenistik. Paulus mengutipnya dan memberi makna baru yaitu keunggulan rohani dan etika di hadapan Allah (Osborne, Philippians, 282). “Patut dipuji” merujuk pada keenam karakteristik di atas disetujui oleh masyarakat pada umumnya waktu itu (Moisés Silva, Philippians, 197) karena keenam karakteristik ini terutama sesuai dengan sifat-sifat Allah (Gordon D. Fee, Philippians, 179). Dengan kata lain, ketika kita memikirkan keenam karakteristik tersebut, kita sebenarnya menyatukan umat Allah (gereja) sekaligus menjadi berkat bagi orang lain di sekitar kita (Richard R. Melick, Jr., Philippians, Colossians, Philemon, 151).

 

Bertindak Teosentris (ay. 9)

Paulus menyimpulkan bahwa jemaat Filipi sudah mempelajari, menerima, mendengar, dan melihat apa yang telah Paulus ajarkan dan lakukan yang berkaitan dengan penderitaan Paulus dan jemaat Filipi karena Kristus (ay. 9a; 1:30) (Fee, Philippians, 180), namun semuanya tidak hanya berhenti di dalam pikiran, penglihatan, dan pendengaran kita. Lalu apa yang harus jemaat Filipi lakukan? Paulus memerintahkan jemaat Filipi untuk melakukan atau menjalankannya. F. F. Bruce menafsirkan bahwa perintah Paulus untuk melakukan semua yang telah mereka pelajari, dengar, dan lihat ini merupakan wujud ekspresi lahiriah atau eksternal dari kebiasaan pikiran teosentris (Bruce, Philippians, 228). Kebiasaan pikiran teosentris ini didasarkan pada pengajaran dan teladan yang telah Paulus sampaikan dan teladankan bagi jemaat Filipi. Bagi Osborne, inilah makna pemuridan bagi Paulus, yaitu jemaat Filipi belajar tentang hidup yang benar dari Paulus, mengamati Paulus dan para mentor lainnya (3:17), menjalankannya (3:17), dan jemaat Filipi sekarang dipanggil untuk menjadi seperti Kristus dengan meneladani sikap hidup Paulus yang telah terlebih dahulu hidup serupa Kristus (Osborne, Philippians, 285).

Dari sini, kita belajar bahwa perbuatan baik orang percaya didasarkan pada hati dan pikiran yang telah dimurnikan oleh sukacita dan damai sejahtera dari Allah dan terus-menerus dimurnikan oleh firman Allah dan berpusat pada Injil Kristus. Hati dan pikiran yang terus-menerus dimurnikan ini diteladankan dari mentor rohani yang telah terlebih dahulu percaya kepada Kristus dan hidup bagi dan serupa dengan-Nya. Ini berarti untuk menghasilkan orang-orang percaya yang berpikir dan bertindak yang teosentris dimulai dari karya Roh Kudus yang memberikan sukacita dan damai sejahtera Allah kepada mereka sekaligus Ia menggunakan kita menjadi sarana mentor rohani untuk mendorong mereka bertumbuh serupa dengan Kristus.

Di dalam berpikir dan bertindak yang berpusat pada Allah, diperlukan ketekunan untuk terus hidup bagi-Nya. Di dalam proses itulah, orang percaya sering kali gagal. Oleh karena itu, Paulus melanjutkan pembahasannya di ayat 9b, “Maka Allah sumber damai sejahtera akan menyertai kamu.” Di ayat 7, Paulus menyinggung “damai sejahtera Allah” yang memelihara hati dan pikiran kita, namun di ayat 9, bukan hanya damai sejahtera Allah, tetapi Allah sang Damai Sejahtera (God of peace) akan menyertai kita melalui Roh Kudus (1:19, 27; 2:1; 3:3) ketika kita bersatu dengan Kristus, mengarahkan seluruh aspek kehidupan (hati, pikiran, perkataan, dan tindakan) kita kepada-Nya, dan menciptakan perdamaian dengan orang lain (bukan permusuhan dan kepahitan) (Osborne, Philippians, 285). Ada pemeliharaan Allah atas kita ketika kita berjuang hidup bagi-Nya. “Allah yang memerintahkan kita untuk terus-menerus mempersembahkan seluruh aspek hidup kita kepada-Nya adalah Allah yang terus-menerus memelihara kita dalam menjalankan perintah-Nya.” Amin.

Photo by Hillie Chan on Unsplash
https://i0.wp.com/rec.or.id/wp-content/uploads/2020/12/logo.png logo writter

Ev. Denny Teguh Sutandio

Reformed Exodus Community