Berita Misi: Bertobat Demi Kerajaan Allah (Matius 4:17)

Posted on 22/08/2021 | In Teaching | Ditulis oleh Pdt. Yakub Tri Handoko | Leave a comment

https://i0.wp.com/rec.or.id/wp-content/uploads/2021/08/Berita-Misi-Bertobatlah-Demi-Kerajaan-Allah-Matius-4-17.jpg Berita Misi: Bertobat Demi Kerajaan Allah (Matius 4:17)

Meringkas seluruh ajaran seseorang dalam satu kalimat merupakan tugas yang sangat berat. Ratusan atau bahkan ribuan topik mungkin sudah disampaikan oleh orang tersebut. Beberapa topik mungkin lebih menonjol atau lebih sering disampaikan daripada yang lain, tetapi topik-topik itu belum tentu bisa menjadi inti dari semua yang disampaikan.

Bagaimana jika kita diminta untuk merangkum seluruh ajaran Yesus Kristus dalam satu kalimat? Jawabannya mungkin berbeda-beda, tergantung patokan yang digunakan oleh seseorang untuk menemukan inti seluruh ajaran Yesus. Beberapa mungkin memilih Doa Bapa Kami, hukum kasih, atau ajaran Yesus yang lain.

Teks kita hari ini bisa menjadi sebuah petunjuk yang sangat bermanfaat untuk mengetahui inti ajaran Yesus. Frasa “sejak waktu itulah Yesus memberitakan” (LAI:TB; lit. “Dari waktu itulah Yesus mulai menyerukan dan berkata”) bukan sekadar menyiratkan permulaan, tetapi sekaligus konsistensi. Yesus terus-menerus menyuarakan topik yang sama. Penafsiran ini sesuai dengan rangkuman seluruh pelayanan Yesus di Galilea: mengajar di rumah ibadat, memberitakan Injil kerajaan Allah, dan memberikan kesembuhan/kelepasan dari roh-roh jahat (Mat. 4:23; 9:35). Pemberitaan tentang kerajaan Allah yang disertai dengan berbagai mujizat memang menuntut respons tertentu, yaitu pertobatan. Ketidakmauan untuk bertobat akan mendatangkan kecaman dan hukuman (11:20-21; 12:41). Menolak kabar baik (dari Allah) akan mendatangkan hal yang buruk (bagi manusia). Mengikuti firman Tuhan memang kadang menyakitkan, tetapi akan menghindarkan kita dari rasa sakit yang lebih dalam.

Berita pertobatan bukan hanya penting dalam pelayanan Yesus. Yohanes Pembaptis juga memulai pelayanannya dengan berita yang sama persis: “Bertobatlah karena kerajaan Allah sudah dekat” (3:2). Di akhir khotbahnya pada saat Hari Pentakosta, Petrus menutup dengan seruan: “Bertobatlah dan hendaklah kamu masing-masing memberi dirimu dibaptis dalam nama Yesus Kristus untuk pengampunan dosamu, maka kamu akan menerima karunia Roh Kudus” (Kis. 2:38).

Dalam khotbah hari ini kita akan berusaha menjawab dua pertanyaan. Apakah yang dimaksud dengan pertobatan? Apa kaitan pertobatan dengan kerajaan Allah?

 

Arti pertobatan

Kata “pertobatan” pasti sudah tidak asing lagi bagi orang Kristen. Hampir semua orang Kristen sudah pernah mendengarnya atau bahkan mempraktekkannya. Kita bertobat dari suatu kebiasaan atau tindakan tertentu yang keliru.

Sayangnya, tidak semua orang memiliki pemahaman yang sama tentang pertobatan. Bagi sebagian orang pertobatan identik dengan penyesalan dan tangisan. Bagi yang lain pertobatan sama dengan perubahan perilaku. Yang lain lagi mungkin mengaitkan pertobatan hanya dengan permintaan maaf.

Apa yang dimaksud dengan “bertobat” di teks kita hari ini? Untuk mengetahui jawabannya kita perlu memperhatikan arti kata ini dalam Bahasa Yunani sekaligus pemunculan kata ini dalam khotbah Yohanes Pembaptis.

Dalam teks Yunani kata yang digunakan adalah metanoeō (bertobat) atau metanoia (pertobatan). Kata ini dalam periode Yunani klasik menyiratkan perubahan pikiran. Arti seperti ini berhubungan dengan pemikiran sesudahnya (after-thought). Maksudnya, setelah melakukan sesuatu atau melewati waktu tertentu, seseorang melihat ke belakang dan memikirkan ulang perbuatan atau perkataannya, lalu dia berubah pikiran.

Elemen “perubahan pikiran” yang terkandung dalam kata metanoeō atau metanoia tetap terlihat dalam seruan Yesus maupun Yohanes Pembaptis. Seruan ini tidak berdiri sendiri. Ada alasan di balik seruan ini, yaitu “karena kerajaan Allah sudah dekat” (3:2; 4:17). Jadi, pertobatan selalu berhubungan dengan pengetahuan atau kesadaran tentang suatu kebenaran atau kenyataan. Dengan kata lain, pertobatan dimulai dari pikiran yang benar.

Walaupun demikian, pertobatan tidak hanya terbatas pada perubahan pikiran. Kata metanoeō atau metanoia seringkali juga mencakup perubahan perilaku. Elemen ini terlihat jelas dari khotbah Yohanes Pembaptis. Ketika dia melihat beberapa orang Farisi dan Saduki datang untuk dibaptis, Yohanes mengecam mereka dengan keras dan menasihati mereka untuk menghasilkan buah yang sesuai dengan pertobatan (3:7-8). Baptisan tidak akan bermakna tanpa pertobatan. Pengakuan tidak akan berguna tanpa kehidupan yang diubahkan.

Anugerah Allah yang dinyatakan dalam Injil bukan anugerah murahan. Kasih karunia dari Allah memang diberikan tanpa syarat tetapi tetap menuntut respons yang tepat. Kita memang tidak perlu melakukan apa-apa untuk menerimanya, tetapi bukan berarti kita tidak perlu melakukan apa-apa sesudahnya. Tanpa tuntutan, kasih karunia justru kehilangan keberhargaan. Orang bisa mengabaikan atau mencampakkan secara sembarangan.

 

Kaitan pertobatan dengan kerajaan Allah

Ada beragam alasan mengapa seseorang bertobat. Ada yang didorong oleh ketakutan terhadap hukuman Allah. Ada yang menginginkan berkat Allah. Ada pula yang dipicu oleh kekecewaan (dosa-dosa yang dilakukan tidak memberi kepuasan).

Alasan-alasan di balik pertobatan seseorang tentu saja masih bisa diperpanjang. Tidak semua orang mengalami pertobatan dengan alasan yang seragam dan benar. Ada orang-orang tertentu yang berkomitmen meninggalkan perilaku yang salah tetapi dengan motivasi yang salah. Hal ini jelas ironis. Jika perubahan pikiran merupakan elemen sentral dalam pertobatan, alasan pertobatan seharusnya mendapat perhatian spesial.

Seperti yang sudah disinggung sebelumnya, seruan untuk bertobat tidak disampaikan sebagai ide yang berdiri sendirian. Yesus menyediakan sebuah alasan yang berkaitan dengan kedatangan kerajaan Allah atau kerajaan sorga (ayat 17b “sebab kerajaan sorga sudah dekat”).

Perbedaan istilah “kerajaan Allah” dan “kerajaan sorga” tidak perlu dibesar-besarkan. Matius memang lebih sering menggunakan “kerajaan sorga” (35x) dibandingkan para penulis lain. Matius juga paling sering memunculkan kata “sorga” dalam tulisannya (73x). Walaupun demikian, beberapa kali Matius tetap menggunakan istilah “kerajaan Allah” (4:23; 6:33; 12:28; 19:24; 21:31, 43). Hal ini menyiratkan bahwa kerajaan Allah sama dengan kerajaan sorga. Ini sekaligus menunjukkan bahwa pemilihan istilah “kerajaan sorga” tidak berhubungan dengan upaya Matius untuk menghindari pengucapan kata “Allah” sesuai kultur Yahudi. Buktinya Matius berkali-kali tetap menggunakan kata “Allah” (75x) atau “kerajaan Allah” (6x).

Matius mungkin menggunakan istilah “kerajaan sorga” untuk menegaskan dimensi spiritual maupun transendensi dari kerajaan Allah. Domain kerajaan Allah bukan hanya di bumi tetapi di sorga. Kerajaan Allah bukan bersifat politis – militer, tetapi spiritual. Tidak heran, orang-orang yang memiliki kerajaan ini justru terlihat hina menurut ukuran dunia: yang miskin di hadapan Allah (5:3), yang dianiaya karena kebenaran (5:10) atau anak-anak kecil (19:14). Dalam Doa Bapa Kami kedatangan kerajaan Allah dikaitkan dengan realisasi kehendak Allah di bumi seperti di sorga (6:10 “datanglah kerajaan-Mu, jadilah kehendak-Mu di bumi seperti di sorga”). Mencari kerajaan Allah tidak terpisahkan dari mencari kebenarannya dan dikontraskan dengan kebiasaan bangsa-bangsa di dunia yang berfokus pada hal-hal jasmaniah (6:33).

Ayat-ayat di atas sekaligus mengajarkan bahwa istilah “kerajaan Allah” lebih mengarah pada kedaulatan daripada tempat. Lebih ke arah pemerintahan daripada daerah kekuasaan. Terjemahan BIS dengan tepat mengekspresikan makna ini: “karena Allah akan segera memerintah sebagai raja.” Jadi, adalah sebuah kontradiksi apabila seseorang mengharapkan kedatangan kerajaan Allah di muka bumi tetapi dia sendiri tidak menunjukkan ketaatan kepada Allah dalam kehidupan sehari-hari. Transformasi ilahi di muka bumi dimulai dari diri sendiri. Pertobatan yang benar dimulai dari kesadaran tentang kedaulatan Tuhan.

Kaitan antara pertobatan dengan kedatangan kerajaan Allah tidak boleh dipahami dalam konteks relasi yang menakutkan. Berita tentang kedatangan kerajaan Allah justru merupakan kabar baik. Dalam bagian sebelumnya Matius sudah mencatat pelayanan Yesus Kristus yang membawa terang kepada bangsa-bangsa yang tinggal di dalam kegelapan dan dinaungi maut (4:15-16). Secara eksplisit Matius beberapa kali menyandingkan istilah “kerajaan Allah” dengan kata “Injil” (lit. “kabar baik”; 4:23; 9:35; 24:14). Kedatangan kerajaan Allah juga berkaitan erat dengan kesembuhan dari berbagai macam penyakit dan pengusiran roh-roh jahat (4:23; 9:35; 12:28). Kerajaan Allah adalah sesuatu yang berharga (13:44-46).

Secara lebih khusus, kebaikan dalam kedatangan kerajaan Allah diberikan melalui Yesus Kristus. Dia adalah Mesias dari keturunan Daud (1:1-17) yang akan menyelamatkan umat-Nya dari dosa-dosa mereka (1:20-21). Dia adalah Raja yang akan menggembalakan Israel (2:1-6). Melalui kematian dan kebangkitan-Nya Yesus Kristus menerima segala otoritas yang ada di bumi maupun di sorga (28:18).

Jadi, pertobatan yang digerakkan oleh kedatangan kerajaan Allah merupakan pertobatan yang digerakkan oleh kabar baik dari Allah. Yang ditekankan adalah kebaikan Tuhan, bukan ketakutan terhadap hukuman. Ketika seseorang menyambut kerajaan Allah dengan benar,  dia akan menerima segala kebaikan yang dijanjikan. Sebagai penegasan ulang, pertobatan seharusnya dilandaskan pada kasih kepada Allah sebagai respons terhadap kebaikan-Nya. Soli Deo Gloria.

Photo by Aaron Burden on Unsplash
https://i0.wp.com/rec.or.id/wp-content/uploads/2020/12/logo.png logo writter

Pdt. Yakub Tri Handoko

Reformed Exodus Community