Bebas dari Ketakutan terhadap Penghakiman (1 Yohanes 4:17-18)

Posted on 17/07/2022 | In Teaching | Ditulis oleh Pdt. Novida Lassa | Leave a comment

https://i0.wp.com/rec.or.id/wp-content/uploads/2022/08/Bebas-dari-ketakutan-terhadap-penghakiman-1-Yohanes-4-17-18.jpg Bebas dari Ketakutan terhadap Penghakiman (1 Yohanes 4:17-18)

Manusia cenderung tidak menyukai penghakiman dari pihak lain. Mereka merasa terancam ketika orang lain mulai mengkritisi semua yang dikerjakan. Itu sebabnya manusia cenderung menghindari penghakiman dari orang lain. Sayangnya ada satu penghakiman yang tidak bisa dihindari oleh siapapun, yaitu penghakiman Allah.

Hari penghakiman adalah sebuah kepastian. Yang sedang dibahas oleh Yohanes, bukan apakah hari penghakiman benar-benar akan ada?  Yang sedang dibahas oleh Yohanes bukan apakah kamu suka atau tidak, atau apakah menurut kamu hari penghakiman itu ada? Di dalam teks ini, hari penghakiman terlihat seperti ide yang tidak asing lagi bagi Yohanes dan penerima suratnya, itu sebabnya Yohanes merasa tidak perlu menjelaskan apakah hari penghakiman adalah sebuah keniscayaan. Dari kalimatnya, terlihat bahwa dia menganggap pendengarnya punya asumsi yang sama bahwa  manusia akan menghadapi hari penghakiman. Hari penghakiman adalah sebuah kepastian, walau mungkin banyak orang tidak menyukainya. Pertanyaannya jelas, apakah kita siap  atau tidak menghadapinya karena itu adalah pasti.

Mengapa pertanyaan ini penting? Tentu karena kita sadar kerapuhan dan keberdosaan kita. Ketakutan menghadapi hari penghakiman menyiratkan bahwa ada persoalan serius di dalam diri kita yang belum dibereskan, yaitu dosa. Inilah yang membuat kita tidak berani menghadapi hari itu tiba. Tidak ada solusi lain, selain menghadapinya. Bagaimana caranya kita dapat menghadapi hari penghakiman itu tiba?

Milikilah keyakinan di hadapan Sang Hakim

Yohanes  banyak berbicara tentang "keyakinan" atau "keberanian" di hadapan Allah dalam suratnya. “Keyakinan sejati” di hadapan Tuhan adalah hal yang sangat berharga; dan Yohanes sering menyebutkannya. Dia menulis, misalnya, " Dan sekarang, anak-anakku, tinggallah di dalam Dia, supaya ketika Dia menampakkan diri, kita boleh memiliki keyakinan dan tidak malu di hadapan-Nya pada saat kedatangan-Nya" (2:28). Ia juga berkata, Saudara-saudaraku yang kekasih, jikalau hati kita tidak menuduh kita, maka kita mempunyai keberanian percaya untuk mendekati Allah (3: 21). Dan menjelang akhir suratnya, dia menulis, "Dan inilah keberanian percaya kita kepada-Nya, yaitu bahwa Ia mengabulkan doa kita, jikalau kita meminta sesuatu kepada-Nya menurut kehendak-Nya." (5:14-15). Yohanes menggunakan kata Yunani yang sama untuk "keyakinan" dalam semua ayat ini; dan dia menggunakannya lagi dalam teks yang sedang kita bahas ini.

Sayangnya jawaban ini akan menghasilkan pertanyaan lagi. Bagaimana caranya memiliki keyakinan di hadapan Sang Hakim? Jawabannya adalah..

Milikilah kasih Allah

Momen berdiri di hadapan Allah untuk dihakimi mungkin adalah hal yang menakutkan bagi beberapa orang. Tentu menakutkan karena kita tahu dengan pasti siapa Allah dan siapa kita. Allah adalah Sang Mahaagung dan kita adalah manusia berdosa, siapakah yang akan tahan berada di hadapan tahta pengadilan Allah?

Itu sebabnya Yohanes berkata kita hanya bisa berdiri dengan yakin di tahta pengadilan Allah karena kasih-Nya di dalam kita. Keyakinan untuk menghadap pengadilan Allah didasarkan pada kasih Tuhan sendiri. Wajar bagi orang di luar Kristus gemetar memikirkan hari penghakiman, namun berbeda dengan orang-orang yang telah mendapatkan kasih-Nya, mereka telah ditebus oleh darah-Nya dan tinggal di dalam kasih-Nya, itulah yang membuat hari penghakiman kehilangan “sengatnya”. Kasih Allah yang tercurah bagi kita itulah yang menjadi alasan bagi  kita untuk dapat berdiri dengan penuh keberanian di hadapan-Nya.

Biarkan Allah menyempurnakan kasih

Ketika menjelaskan kasih Allah, Yohanes cukup sering mengunakan istilah “sempurna”, bahkan di dalam 2 ayat yang pendek ini kata “sempurna” muncul tiga kali. Ketika Yohanes berbicara tentang "kesempurnaan" kasih Tuhan di dalam kita, dia tidak berbicara tentang cinta kita sendiri kepada Tuhan yang menjadi "sempurna", atau cinta kita satu sama lain menjadi "sempurna". Kita tidak akan sempurna dalam cara kita mengungkapkan cinta sampai kita berada di surga.

Yohanes berkata “Dalam hal inilah kasih Allah sempurna di dalam kita, yaitu kalau kita mempunyai keberanian percaya pada hari penghakiman, karena sama seperti Dia, kita juga ada di dalam dunia ini”. Apa hubungannya, kita berani percaya pada hari penghakiman dengan kasih Allah sempurna di dalam kita?

Banyak orang percaya Allah mengasihi dirinya, namun ketika jatuh dalam dosa tertentu, mereka mulai ragu bahwa Allah masih tetap mengasihinya. Di dalam benak mereka, Allah seperti seorang hakim yang kejam yang berdiri dengan mata merah siap menghukum. Jika kita masih memiliki konsep bahwa kita dikasihi karena kita melakukan hal yang baik, maka konsep kita salah tentang kasih Allah yang sempurna. Allah mengasihi kita waktu kita masih berdosa, Dia mengasihi kita secara sempurna, tidak perlu ditambahkan dengan perbuatan baik. Namun jangan salah paham, setelah kita menerima kasih yang sempurna tersebut, kita akan menjadi saluran kasih bagi orang lain.

Keberanian untuk berdiri di depan pengadilan Allah didasarkan oleh kasih yang diinisiasi oleh Allah sendiri. Di dalam diri kita kasih Allah disempurnakan dengan cara membagi kasih itu kepada sesama.

Setelah Yohanes mengungkapkan keyakinan di hadapan pengadilan Tuhan dalam kalimat-kalimat yang positif. Di ayat 18, dia mengungkapkannya dalam istilah negatif. Dia telah menunjukkan dalam ayat 17 apa yang diberikan oleh kesempurnaan kasih Allah di dalam kita; dan sekarang, dia menunjukkan kepada kita di ayat 18 apa yang akan disingkirkan kasih Allah. Kesempurnaan kasih Tuhan di dalam diri kita akan menyingkirkan ketakutan.

Yohanes menegaskan bahwa tidak ada ketakutan dalam kasih. Kasih yang sempurna melenyapkan ketakutan. Ketakutan dan kasih tidak bisa hadir di tempat yang sama.  Saya tidak bisa sempurna dalam kasih  seseorang jika saya takut pada mereka; dan saya  tidak bisa takut pada seseorang yang kasihnya sempurna dalam bagi kita. Yohanes berkata, "Di dalam kasih tidak ada ketakutan; kasih yang sempurna melenyapkan ketakutan, karena ketakutan mengandung siksaan." Kata yang digunakan Yohanes untuk "siksaan" juga dapat diterjemahkan "hukuman" (NIV,NASB). Kehadiran ketakutan seperti itu menunjukkan pengalaman kasih yang tidak sempurna. Tapi begitu kasih disempurnakan dalam diri kita, semua ketakutan seperti itu hilang.

Ketika kita yakin akan kasih Allah bagi kita, kita tidak lagi menahan diri untuk mendekat kepada-Nya dan menikmati kepenuhan persekutuan dengan Allah dan keluarga Allah.

Soli deo Gloria!

Photo by Freepik
https://i0.wp.com/rec.or.id/wp-content/uploads/2020/12/logo.png logo writter

Pdt. Novida Lassa

Reformed Exodus Community