Bebas dari berhala Mamon (1Timotius 6:6-10)

Posted on 20/02/2022 | In Teaching | Ditulis oleh Pdt. Jimmy Lucas | Leave a comment

https://i0.wp.com/rec.or.id/wp-content/uploads/2022/02/Bebas-dari-berhala-Mamon-1Timotius-6-6-10.jpg Bebas dari berhala Mamon (1Timotius 6:6-10)

Di dalam konteks surat 1 Timotius, Mamon mungkin adalah salah satu masalah yang muncul di tengah jemaat di Efesus.  Sedikitnya ada empat ayat yang mengindikasikan masalah ini di Efesus (1 Tim.2:8; 3:3; 5:6; 6:9-10). Timotius kemudian diutus untuk menetapkan dan mengajarkan cara hidup yang benar kepada jemaat Efesus.  1 Tim.6:6-10 sebenarnya adalah pernyataan sikap Paulus mengenai kekayaan dan cara hidup Kristen.  Bagi Paulus, solusi untuk cara hidup yang ambisius, hedonis dan materialistis adalah kesalehan.  Kata “kesalehan” (Yun. eusebeia) muncul 8 kali di dalam surat 1 Tim. (1 Tim.2:2; 3:16; 4:7-8; 6:3, 5-6, 11).  Kata ini berarti Kesetiaan pada kewajiban alami (mis., kewajiban pada orang tua), ketaatan dalam beragama atau perilaku saleh.

Di dalam 1 Tim.6:6-10, Paulus dengan sengaja membenturkan konsep ini dengan kecintaan kita akan uang.  Paulus menyatakan bahwa orang yang mengejar kesalehan akan mendapatkan keuntungan besar. Jika kita membandingkannya dengan 1 Tim.4:8, kita dapat melihat bagaimana ibadah atau kesalehan itu berguna bagi kita.  Kata “berguna” berasal dari kata (Yun) ofelimos – menolong atau melayani yang memberikan keunggulan.  Singkatnya, orang yang hidup saleh akan mendapatkan keunggulan, baik di hidup kini, maupun di hidup kemudian.

Hal ini dibenturkannya dengan kecintaan kita akan uang.  Kita mencintai dan bergantung pada Mamon sebab kita percaya bahwa kita akan mendapatkan keuntungan daripadanya.  Padahal Paulus menunjukkan bahwa kecintaan akan uang hanya akan membawa kita ke dalam jerat dan ke dalam berbagai-bagai nafsu yang hampa dan yang mencelakakan, yang menenggelamkan manusia ke dalam keruntuhan dan kebinasaan, dan menyimpang dari iman dan menyiksa dirinya dengan berbagai-bagai duka.

Jadi jelas bahwa kesalehan adalah solusi yang akan membebaskan kita dari perbudakan mamon.  Namun untuk mengefektifkan kesalehan ini, kita harus belajar untuk hidup dengan rasa cukup.  Pondasi untuk rasa cukup adalah kesadaran bahwa “kita tidak membawa sesuatu apa ke dalam dunia dan kita pun tidak dapat membawa apa-apa ke luar”.  Dengan kata lain, kita berada di dalam kondisi yang mengikat, bahwa ketika kita meninggal kita tidak memiliki kuasa atau kemampuan apapun untuk membawa harta kita serta.  Jika kita memahami hal ini, maka kita tahu bahwa yang kita butuhkan hanyalah makanan dan pakaian untuk bertahan hidup, sementara seluruh hidup seharusnya diarahkan pada pengabdian kepada Allah.

Alkitab tidak anti orang kaya.  Alkitab tidak anti uang.  Bagaimanapun Allah lah yang menetapkan rejeki masing-masing orang.  Bagaimanapun, dunia ini beroperasi dengan uang.  Bahkan untuk makan makanan dan mengenakan pakaian sederhana pun, kita masih membutuhkan uang.  Sesungguhnya yang Alkitab ajarkan adalah agar kita tidak menghambakan diri kepada uang.  Kita tidak boleh menghambakan diri kepada Mamon.  Uang tidak lebih daripada alat yang seharusnya kita gunakan untuk mencapai tujuan kita.  Uang bukan tujuan akhir.

Uang seharusnya kita perbudak untuk menghasilkan uang atau untuk mendapatkan apa yang kita inginkan.  Uang adalah hamba; sementara kita adalah tuannya.  Jangan sampai kita yang menjadi hambanya uang.  Uang atau kekayaan memberikan kepada kita kebanggaan dan kepuasaan sesaat.  Namun pada akhirnya, kematianlah yang menentukan kualitas kehidupan kita.

Hari ini, mari kita membebaskan diri dari perhambaan Mamon. Mari kita mengingat bahwa kita datang telanjang, kita akan kembali dengan telanjang pula.  Mari kita mengingat betapa sia-sianya hidup jika kita menjalaninya tanpa Allah. Jangan menghambakan diri pada Mamon.  Hambakan dirimu pada Allah.  Hiduplah dalam kesalehan.

Photo by Jason Leung on Unsplash
https://i0.wp.com/rec.or.id/wp-content/uploads/2020/12/logo.png logo writter

Pdt. Jimmy Lucas

Reformed Exodus Community