Doa merupakan disiplin rohani yang sangat penting. Hampir semua orang Kristen mengamininya, walaupun tidak semua yang mengamini melakukannya. Yang melakukannya juga belum tentu memahami dan melakukannya dengan benar.
Tidak dapat disangkal, ada beragam kebingungan tentang doa. Salah satunya adalah tentang posisi tubuh pada saat berdoa. Di beberapa gereja pernah terjadi perselisihan hanya gara-gara masalah posisi berdoa. Ada seorang yang ditegur oleh jemaat lain karena orang itu memimpin doa sambil memasukkan dua tangan ke dalam kantong celananya. Ada pula yang dimarahi gara-gara posisi duduknya terkesan terlalu santai. Yang ditegur atau dimarahi langsung membela diri. Dengan mengusung semboyan “yang penting adalah hati, bukan posisi” mereka mencoba membenarkan diri. Perselisihan menjadi semakin tajam.
Jadi, bagaimana posisi tubuh yang benar pada waktu berdoa? Benarkah posisi berdoa menentukan efektivitas doa? Apakah Tuhan hanya peduli pada hati?
Untuk mengurai perselisihan ini kita lebih baik mulai dari apa yang sama-sama disepakati. Semua pihak pasti setuju bahwa Alkitab tidak pernah mengharuskan satu posisi tubuh tertentu pada saat berdoa. Tidak ada aturan baku tentang itu. Para tokoh Alkitab berdoa dengan cara yang berbeda-beda. Ada yang mengangkat tangan (Mzm. 28:2). Ada yang bersujud (Ez. 10:1). Ada yang mukanya sampai ke tanah (Kel. 20:6). Dalam satu kesempatan bahkan pernah digunakan beragam gerakan: mengangkat tangan dan bersujud menyembah (Neh. 8:6). Keragaman posisi tubuh menyiratkan bahwa tidak ada posisi tertentu yang baku dan normatif.
Hal lain yang sama-sama disepakati adalah ini: sikap hati lebih penting daripada posisi. Alkitab cukup jelas tentang hal ini. Orang-orang Farisi dan ahli Taurat beberapa kali ditegur oleh Yesus Kristus karena memiliki sikap hati yang keliru dalam berdoa, walaupun penampilan dan aturan berdoa mereka terlihat begitu khidmat dan saleh (Mat. 6:5-7, 16; 23:5).
Penjelasan di atas tentu saja tidak berarti bahwa posisi tubuh benar-benar tidak perlu dipedulikan. Kita perlu mengingat bahwa posisi tubuh kadangkala (tidak selalu) mengungkapkan posisi hati. Sebagai contoh, orang yang malas berdoa cenderung akan mencari posisi senyaman mungkin, tetapi bukan supaya dia bisa berdoa lebih lama. Tidak jarang orang yang berdoa sambil tidur-tiduran memang sedang malas berdoa. Tidak jarang orang yang mencari posisi senyaman mungkin justru membuat dia semakin cepat tertidur. Dalam kasus-kasus semacam ini, posisi tubuh mengungkapkan sikap hati.
Orang yang memang berniat untuk berdoa seyogyanya menghindari segala hal yang bisa mengganggu doanya. Dia akan menyiapkan tubuhnya dengan baik (bukan dalam keadaan sangat lelah dan mengantuk baru berdoa). Dia akan mencari ruangan yang cukup tenang supaya bisa berkonsentrasi dengan lebih baik. Dia tidak terburu-buru dengan doanya. Dia mencari posisi tubuh yang paling sesuai untuk mengungkapkan isi hati atau memaksimalkan waktu doanya.
Hal lain yang perlu dipertimbangkan adalah hati nurani orang lain. Posisi berdoa tidak penting. Kita tahu itu. Namun, tidak semua orang dapat memahaminya. Untuk hal-hal yang tidak penting seperti ini, kita sebaiknya mengalah saja. Itulah prinsip hidup yang diajarkan oleh Paulus. Memakan daging persembahan berhala secara teologis sebenarnya tidak apa-apa, tetapi Paulus tidak mau melakukan itu karena bisa menimbulkan syak dalam hati orang lain (1Kor. 8:8-9, 13). Kepada jemaat di Roma Paulus juga memberikan nasihat agar mereka tidak usah meributkan soal makanan yang tidak penting (Rm. 14-15). Masing-masing harus menjaga supaya tidak saling menghakimi maupun menimbulkan syak dalam hati orang lain (Rm. 14:13-15).
Dalam konteks beragam di budaya timur, secara khusus di Indonesia, kita perlu mengasah kepekaan sosial kita. Ada banyak non-Kristen yang sangat mempedulikan posisi tubuh pada waktu berdoa. Bagi mereka, sikap tubuh dan hati sama-sama pentingnya. Walaupun kita tidak berbagi konsep yang sama, kita sebaiknya menghargai pandangan dan perasaan mereka. Membiasakan diri berdoa dengan sikap yang lebih khidmat adalah pilihan yang lebih bijaksana. Kita tidak akan menimbulkan syak dalam hati mereka. Soli Deo Gloria.
Photo by Ruben Hutabarat on Unsplash